"Kadang kaki pegal banget," akunya jujur. Ini bukan keluhan, melainkan sebuah fakta lapangan. Berjalan kaki berkilo-kilometer dalam satu hari adalah rutinitasnya.
Namun, di sinilah letak mentalitas seorang pejuang. "Tapi kalau pesanan banyak dan pelanggan puas, capeknya enggak berasa," lanjutnya. Kepuasan pelanggan dan dering notifikasi transferan menjadi "obat pereda nyeri" paling mujarab.
Kisah serupa datang dari Ranni (27), seorang jastiper veteran asal Bekasi yang sudah beraksi sejak 2023. Pengalamannya membuatnya lebih terorganisir. "Biasanya aku pribadi sudah nentuin maksimal pesanan. Paling banyak bisa 30 pesanan atau lebih," tuturnya.
Bagi Ranni, PRJ telah menjadi momen yang ditunggu-tunggu setiap tahun. Bukan hanya untuk cuan, tapi juga untuk menyapa para pelanggan setia yang sudah menjadi bagian dari ekosistem bisnisnya. "Lumayan buat tabungan. Ada juga pelanggan tetap yang tiap tahun order ke aku," katanya bangga.
Mengapa Fenomena Jastiper Begitu Subur?
Kisah Meysya dan Ranni adalah puncak gunung es dari sebuah fenomena ekonomi gig yang semakin matang. Mengapa jasa ini begitu laku keras? Jawabannya ada di dua sisi.
Dari sisi pelanggan, PRJ adalah surga diskon yang sulit diakses. Banyak orang yang,
Tidak punya waktu untuk datang.
Tinggal terlalu jauh dari Jakarta.
Membenci keramaian dan antrean panjang.
Ingin mendapatkan promo eksklusif PRJ tanpa harus bersusah payah.
Para jastiper hadir sebagai solusi. Mereka adalah "perpanjangan tangan" yang rela menerjang semua kerepotan itu demi sebuah komisi kecil.