Worklife - "Mending kabur aja dulu!" Ungkapan ini semakin sering terdengar di media sosial, terutama dari generasi muda yang merasa masa depan mereka lebih menjanjikan di luar negeri.Â
Tagar #KaburAjaDulu kini menjadi tren yang banyak diperbincangkan, mencerminkan keinginan banyak orang untuk mencari peluang hidup yang lebih baik di luar negeri.Â
Tapi, apa sebenarnya yang menyebabkan tren ini muncul? Apakah benar kesempatan kerja di Indonesia semakin sulit? Atau ada faktor lain yang ikut berperan?
Tren #KaburAjaDulu muncul akibat keterbatasan peluang kerja, ketimpangan ekonomi, dan budaya kerja yang kurang kondusif, tetapi bekerja di luar negeri juga penuh tantangan. -Tiyarman Gulo
Faktor yang Mendorong Tren #KaburAjaDulu
-
Banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang mereka. Persaingan ketat, gaji yang tidak sebanding dengan biaya hidup, serta sistem rekrutmen yang tidak selalu transparan membuat banyak orang memilih untuk mencari peluang di luar negeri.
Ketimpangan ekonomi yang besar membuat sebagian orang merasa sulit untuk naik kelas sosial. Banyak orang percaya bahwa bekerja di luar negeri menawarkan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan kesejahteraan finansial dan meningkatkan kualitas hidup.
Budaya kerja di Indonesia sering kali dikritik karena jam kerja panjang, tekanan tinggi, serta kurangnya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Negara-negara maju cenderung memiliki regulasi yang lebih baik dalam hal kesejahteraan karyawan.
Kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, seperti rendahnya upah minimum, biaya pendidikan yang tinggi, serta terbatasnya jaminan sosial, semakin membuat generasi muda pesimis terhadap masa depan mereka di Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri, media sosial juga berperan besar dalam membentuk pola pikir generasi muda. Banyak influencer yang berbagi pengalaman hidup di luar negeri dengan gaya yang menarik, membuat banyak orang terinspirasi untuk mencoba hal serupa.
Dampak dan Risiko
Meningkatnya jumlah pekerja yang pergi ke luar negeri berdampak pada individu dan pada negara. Fenomena brain drain, di mana tenaga kerja berbakat lebih memilih bekerja di luar negeri, dapat menghambat perkembangan ekonomi dan inovasi di Indonesia.Â
Di sisi lain, bekerja di luar negeri juga bukan tanpa risiko. Adaptasi budaya, kendala bahasa, perbedaan hukum ketenagakerjaan, hingga kemungkinan eksploitasi adalah tantangan yang harus dihadapi oleh mereka yang memilih "kabur" ke luar negeri.
Selain itu, keterpisahan dengan keluarga dan teman juga menjadi tantangan emosional bagi diaspora Indonesia. Tidak sedikit yang mengalami homesick berkepanjangan dan merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar negeri, terutama jika mereka bekerja di negara dengan budaya yang sangat berbeda.
Perbedaan sistem kesehatan juga menjadi salah satu tantangan besar. Di banyak negara maju, layanan kesehatan memiliki biaya yang sangat mahal bagi mereka yang belum memiliki asuransi kesehatan yang memadai. Hal ini sering kali menjadi beban bagi tenaga kerja migran yang belum memiliki status permanen di negara tujuan.
Bagaimana Persiapan untuk Berkarier ke Luar Negeri?
Bagi yang benar-benar ingin mencoba peluang di luar negeri, berikut beberapa langkah persiapan yang harus dilakukan:
- Pelajari kondisi ekonomi, peluang kerja, budaya kerja, dan regulasi ketenagakerjaan di negara tujuan.
- Menguasai bahasa negara tujuan adalah nilai tambah yang besar. Jika ingin bekerja di Jepang, misalnya, memiliki sertifikasi JLPT bisa menjadi keunggulan.
- Beberapa negara memiliki standar profesional tertentu. Pastikan memiliki sertifikasi yang diakui secara internasional jika diperlukan.
- Bergabung dengan komunitas diaspora Indonesia di luar negeri dapat membantu dalam mencari informasi dan peluang kerja.
- Sebelum berangkat, pastikan memiliki dana darurat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan tak terduga.
- Pastikan memiliki visa yang sesuai agar bisa bekerja secara legal di negara tujuan.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk persiapan? Tergantung negara tujuan dan bidang pekerjaan, bisa memakan waktu 6 bulan hingga 2 tahun sebelum akhirnya bisa benar-benar bekerja di luar negeri.Â
Dalam beberapa sektor, seperti teknologi dan kesehatan, proses imigrasi bisa lebih cepat karena tingginya permintaan tenaga kerja di bidang tersebut.
Selain itu, penting untuk memahami kondisi pajak di negara tujuan. Banyak tenaga kerja Indonesia yang terkejut ketika mendapati bahwa penghasilan mereka harus dipotong pajak dalam jumlah besar di negara baru mereka, yang bisa mengurangi daya beli secara signifikan.
Tren #KaburAjaDulu bukan sekadar pelarian. Ini adalah cerminan dari ketidakpuasan generasi muda terhadap kondisi dalam negeri. Namun, bekerja di luar negeri juga bukan tanpa tantangan.Â
Keputusan ini harus dipertimbangkan dengan matang, dengan persiapan yang cukup agar tidak berakhir dalam situasi yang lebih sulit.Â
Sementara itu, pemerintah dan dunia usaha di Indonesia juga perlu berbenah agar lebih banyak talenta muda yang memilih untuk membangun negeri sendiri daripada "kabur" mencari masa depan di tempat lain.
Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah adalah dengan menciptakan iklim kerja yang lebih kompetitif, memberikan insentif bagi tenaga kerja berbakat agar tetap bertahan di dalam negeri, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja agar tenaga kerja Indonesia memiliki daya saing di pasar global.
Lantas, apakah kamu sendiri tertarik untuk kabur aja dulu atau tetap ingin berjuang di tanah air?.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI