Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orangtua Perkasa

9 April 2021   08:23 Diperbarui: 9 April 2021   08:29 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

            Pada suatu senja, di sebuah ruas jalan ibu kota, seorang remaja putri menjelang dewasa bertengkar hebat dengan ibunya.  Sang ibu seorang wanita karir, berkecukupan memiliki tingkat keegoisan di atas rata-rata, dan sang anak tentunya tak jauh dari sang ibu.  Sebab seperti kata pepatah, buah jatuh jauh dari pohonnya.  Singkat cerita, pertengkaran memuncak, dan sang ibu karena berada pada posisi bukan yang menyetir mobil mengancam untuk turun.  Sang anak, dengan enteng dan tanpa rasa dosa, membuka kunci pintu dan mempersilahkan sang ibu turun di tengah jalan senja hari.

            Si ibu pengalah pulang ke rumah dengan menggunakan kendaraan umum dengan hati jengkel bukan kepalang dan sang anak pergi entah kemana, namun pada malam hari pulang juga ke rumah.

            Di sudut kota Bandung, tinggallah sebuah keluarga, kalangan professional dengan dua anak lelaki, dan juga hidup sejahtera.  Sang ayah, seorang yang sangat anti terhadap rokok dan oleh karenanya melarang keras kedua anaknya untuk menjadi perokok.  Namun takdir mengatakan lain.  Dalam suatu kesempatan makan malam di sebuah restoran, seperti layaknya kebiasaan kaum berpunya terbukalah rahasia bahwa putra sulungnya yang sudah duduk di bangku kuliah ternyata melanggar larangan sang ayah.  Dan yang lebih celaka lagi, diduga sang ibu sudah mengetahui dan bersekongkol dengan putranya untuk menyimpan erat rahasia "kenakalan"  si anak selama kurang lebih empat bulan. 

            Sang ayah murka bukan buatan, dan langsung memutuskan meninggalkan acara makan malam keluarga saat itu juga.  Pulang ke rumah dengan berjalan kaki sekitar tiga kilometer, dan sejak saat itu mendadak menjadi orang yang sangat religius.  Sholat lima waktu dengan khusuk luar biasa, dan sang anak yang hingga hari ini telah lulus kuliah serta bekerja masih tetap merokok, kendati tidak terlalu massif.

            Lain lagi cerita sebuah keluarga di kota Tangerang.  Seorang ayah dengan dua orang putri, juga melarang anak-anaknya untuk merokok.  Ancamannya tak main-main, "Ayah coret kalian dari kartu keluarga, kalau kedapatan merokok.".  Dan seperti kasus lainnya, tatkala putri keduanya ketahuan ikut-ikutan merokok pada tahun pertama kuliah, dan ternyata sudah dimulai sejak SMA, sang ayah hanya diam membisu.  Kecewa berat, lalu berujar, "Tapi jangan mengisap "vape" ya nak?  Karena belum jelas akibatnya, kalau rokok sudah jelas bisa bikin orang tewas mengenaskan.".  Dan masih dengan penuh sayang kepada putrinya menambahkan, "Tapi ingat ya nak, jangan sampai coba-coba narkoba, sebab ayah melarang engkau merokok, karena rokok merupakan pintu masuk menuju narkoba.".  Sang ayah berduka bukan buatan, mengingat anak kesayangannya kini sudah berada di pintu narkoba.  Mencoretnya dari kartu keluarga, sesungguhnya bukanlah pilihan kaum bijak bestari.

            Serupa tidak bijaknya dengan menyampaikan berita tersebut kepada sang istri, karena dirinya tak berani membayangkan nasib apa gerangan yang akan menimpa sang putri bungsu jika si ibu sampai tahu bahwa anak gadisnya ternyata menjadi perokok.  Mereka berdua sepakat, perbuatan merokok bagi kaum wanita adalah perbuatan hina dina dan layak dihindari bagaikan penyakit sampar.

Mendidik Atau Menjerumuskan?

            Ada anekdot yang menceritakan, sebelum menikah seseorang mempunyai seratus kiat cara mendidik anak yang baik dan benar.  Namun setelah menikah dan memiliki anak, orang tersebut tidak memiliki satu pun kiat atau cara mendidik anak yang benar.

            Mengapa demikian?  Sebab konon sedetik setelah menatap wajah sang anak saat pertama kali dilahirkan di muka bumi, yang terbersit di pikiran hanya bagaimana caranya agar sang anak hidup bahagia tak kurang suatu apa.  Mengenai bagaimana cara yang baik dan benar mendidik anak, semuanya diserahkan kepada alam.  Apalagi jika kehidupan yang dijalani tak terlalu keras, maka besar kemungkinan sang anak akan dilimpahi hidup yang penuh kasih sayang, belai manja dan pelukan datang silih berganti bagaikan gerimis.

            Sang ibu yang mengalah untuk turun dari mobil, tatkala bertengkar dengan anaknya, jika dilihat sepintas dan dari sudut pandang tertentu, maka dengan serta merta akan dianggap sebagai tindakan yang tidak mendidik, menjerumuskan dan membuat sang anak besar kepala.  Sang anak pun dianggap sebagai anak durhaka, yang jika meninggal menjadi pengunjung pertama neraka.  Namun demikian, jika dilihat dari sudut pandang kasih sayang, sang ibu justru sedang mempertontonkan rasa kasih yang tiada terhingga.  Pada saat itu, bisa jadi sang anak dengan jiwa mudanya merasa menjadi pemenang, namun di masa yang akan datang, pada saat sang anak bergajul tersebut sudah dewasa dan memiliki anak, dirinya akan menyadari bahwa perilaku ibunya merupakan perilaku ibu terhebat di dunia.  Besar kemungkinan, ia pun akan melakukan hal yang sejenis dalam hal mengabdi dan membesarkan buah hatinya di kemudian hari. 

            Kini sang anak bandel sedang bersekolah di negeri Belanda, dan jika ditanya siapa orang yang paling disayanginya di dunia.  Dengan mantap ia jawab, "Ibunya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun