Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Orang Tua, Tak Bijak Meminta Kepada Anaknya

17 Februari 2020   21:55 Diperbarui: 17 Februari 2020   21:56 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhirnya si anak menjadi nakal dan ibunya dikutuk jadi batu. Jadi nanti saat kalian sudah dewasa, harus menjadi ibu yang baik, agar tidak mempunyai anak yang nakal yang pada akhirnya akan mengutuk kalian berdua menjadi batu. 

Nah, kalau kalian sekarang menjadi anak nakal, kemudian mengutuk ayah dan bunda menjadi batu, boleh saja, tapi nanti siapa yang akan menceritakan dongeng sebelum tidur setiap malam? Siapa yang akan mengantar jemput kalian ke sekolah?". Serta merta sang adik memeluk erat sang ayah. Sekarang giliran mata sang ayah yang berkaca-kaca.

Berangkat dari percakapan di atas, sesungguhnya tak ada hak orang tua untuk mengutuk anaknya menjadi batu, atau memaksa anak berbakti kepada orang tuanya. Kendatipun sebenarnya dalam hukum perdata barat memang diatur, bahwa anak bertanggung jawab terhadap kehidupan orang tuanya yang miskin, dan demikian juga sebaliknya, orang tua bertanggung jawab terhadap kehidupan anaknya yang miskin. 

Dan dalam agama apapun, diterangkan berulang-ulang bahwa seorang anak berkewajiban mengabdi kepada kedua orang tuannya saat mereka sudah tua renta dan tidak produktif lagi.

Pamrih

Bahwa seorang anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya, itu tak bisa dipungkiri, namun kita sebagai orang tua juga tidak bijak jika secara serta merta merasa berhak menuntut balas jasa (pamrih) kepada anak yang telah kita besarkan agar berbakti kepada kita. Bahkan dalam sebuah pendapat, pamrih diartikan sebagai "maksud yang tersembunyi dalam memenuhi keinginan untuk memperoleh keuntungan". 

Jadi jika orang tua menuntut balas jasa, itu sudah bukan maksud yang tersembunyi, melainkan sudah terang-terangan, itu namanya bukan pamrih lagi melainkan investasi. Sebab anak sengaja kita lahirkan, kita didik agar sukses, kemudian di hari tua kita menyandarkan kehidupan kita kepada anak kita.

Mengapa kita tak boleh menyandarkan kehidupan hari tua kita kepada anak? Jawabnya bisa banyak dan rentan perdebatan. Pertama, anak tak minta dilahirkan oleh kita, namun kitalah yang iseng membuat mereka dilahirkan ke muka bumi. Jika bisa memilih, bukan tak mungkin anak kita memilih untuk dilahirkan sebagai anak konglomerat misalnya. 

Kedua, jika kehidupan anak kita di kemudian hari juga ternyata tidak terlalu sejahtera, dan anak kita juga harus menanggung hidup keluarganya, maka keberadaan kita malah akan menambah beban anak kita. 

Ketiga, merawat orang tua yang mulai sakit-sakitan dan merawat anak yang sedang tumbuh kembang adalah dua hal yang berbeda. Saat kita merawat anak kita, mereka dimulai dari bayi yang lucu, wangi dan menggemaskan. Siang malam kita melihat mereka tumbuh dan menjadi hiburan tersendiri. 

Kemudian, anak kita merawat kita yang makin hari makin layu, sudah pasti jauh berbeda rasanya saat kita merawat dia di masa kecilnya. Keempat, kita harus menerima dengan lapang dada apa yang akan terjadi dengan kehidupan kita dan anak kita di kemudian hari, sebab jika di kemudian hari kita sengsara dan anak kita tak mengindahkan kita, yang salah adalah kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun