Namun satu yang pasti, ada bagian dari diri ini yang terasa sakit.
Ingatanku melayang pada kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat suamiku asyik chatting dengan seseorang hingga larut malam, sambil senyum-senyum sendiri.
Sebenarnya saat itu pun aku sudah menebak bila teman chattingnya adalah seorang wanita. Perasaan wanita tidak bisa dibohongi, Fergusso.
Hingga rasa penasaran itu mendorongku untuk memeriksa isi ponselnya, sesuatu yang  tidak akan kulakukan bila hati ini tak terusik.
Dari history panggilan, aku tahu ada seorang wanita yang rutin dihubungi dan menghubunginya. Chatnya? Tentu saja kosong. Hal itu justru membuat kecurigaanku bertambah. Bila obrolannya biasa-biasa saja tidak perlu dihapus kan? Kecuali hal itu dilakukannya untuk menghilangkan bukti.
Tapi...sebusuk-busuknya bangkai kalau disembunyikan pasti baunya akan tercium juga.
Aku bisa saja mengamuk ke perempuan itu tapi untuk apa? Â Urusanku bukan dengannya tapi suamiku. Seperti apapun usahanya mendekati suamiku, tidak akan ada artinya bila suamiku tidak menanggapinya.
Karena itu, segala amarah dan kecewa kutumpahkan pada suamiku.
"Aku mau pisah!" kataku tegas.
"Sampai kapanpun ngga akan kupenuhi!"jawabnya berapi-api.
"Aku capek, Mas."