Beberapa bulan kemudian, email itu tiba. Dengan tangan gemetar, Dinda membuka pesan tersebut. Kata-kata dalam bahasa Inggris itu terasa seperti musik di telinganya: "Congratulations! You have been awarded the scholarship..."
Dinda hampir tidak percaya. Air matanya mengalir deras, mencampur aduk perasaan lega, bahagia, dan bangga. Ia segera menelepon ibunya untuk menyampaikan kabar baik itu.
"Bu, aku diterima! Aku dapat beasiswa ke Belanda!" serunya dengan suara serak.
"Alhamdulillah, Din," jawab ibunya dengan suara bergetar. "Ibu bangga sama kamu."
Dinda memulai perjalanan barunya ke negeri kincir angin dengan membawa satu koper kecil dan mimpi besar. Setiap langkahnya di kampus baru itu adalah bukti bahwa mimpi tidak pernah terlalu tinggi bagi mereka yang mau berjuang. Dinda tidak hanya belajar di sana, tetapi juga berbagi cerita tentang perjuangannya, menginspirasi banyak orang di sekitarnya.
Di bawah langit Eropa, Dinda menyadari bahwa mimpi besarnya dulu yang dianggap mustahil kini menjadi kenyataan. Dan semua itu karena ketekunan, doa, dan keyakinan bahwa ia bisa mengubah nasibnya sendiri.
Langkah Baru, Tantangan Baru
Di Belanda, kehidupan Dinda tidak langsung berjalan mulus. Meski diterima dengan hangat di kampus, ia harus berjuang keras untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Bahasa Inggris, yang dulu hanya ia gunakan dalam tes atau menonton film, kini menjadi kebutuhan sehari-hari. Selama hampir satu tahun, Dinda berusaha keras meningkatkan kemampuannya, hingga akhirnya ia fasih berbicara dan menulis dalam bahasa tersebut.
Suatu hari, di perpustakaan kampus, Dinda bertemu dengan Putri, seorang mahasiswi asal Indonesia yang juga sedang melanjutkan studi di sana. Mereka langsung akrab dan sering berbagi cerita tentang pengalaman masing-masing.
"Aku salut sama kamu, Din. Perjuanganmu untuk sampai sini luar biasa," kata Putri suatu hari.
"Aku juga kagum sama kamu, Put. Kita sama-sama punya mimpi besar, dan sekarang kita ada di sini," balas Dinda sambil tersenyum.