Mohon tunggu...
titi zubir
titi zubir Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis amatir yang senang berkomentar tentang apa saja. Sedikit gaptek, maka itu tidak punya blog, tetapi ingin tahu lebih banyak tentang makhluk bernama "teknologi". Penggila buku, dan menganggap hadiah paling indah adalah voucher belanja buku sepuasnya. I'm simple, love music, especially jazz, country, lagu-lagu lama dan... keroncong.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Land Rover Hijau Tua

9 Agustus 2011   04:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:58 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Setiap orang—saya rasa—dalam salah satu tahap kehidupannya, punya “tunggangan” yang meninggalkan kesan mendalam. Buat saya, Land Rover-lah tunggangan itu.

Jangan ternganga dulu. Land Rover yang saya maksud ini bukanlah Defender, Freelander 2, maupun Discovery 4 yang harganya berkisar £ 20.185 hingga £ 36.785 itu. Yah, kalau dikonversi ke rupiah sekitar 300 juta sampai 500 juta lebih—dengan catatan, itu belum termasuk pajak yang mahalnya selangit. Land Rover yang berkesan itu adalah sebuah mobil tua, bikinan tahun ‘60-an. Bekas pakai perusahaan. Sama seperti mobil pegawai lainnya.

Mobil tua. Bekas pakai perusahaan yang diberikan kepada pegawai. Tak hanya satu-dua orang. Banyak. Jadi, apa istimewanya?

Kenangannyalah yang istimewa. Sejak kecil, hanya mobil itu yang saya tahu. Land Rover hijau, panjang, dengan bagian belakang membuka seperti bak truk. Tempat duduk di belakang memanjang di kedua sisi, meninggalkan ruang lapang di tengah. Cocok untuk keluarga besar seperti kami. Saat pulang kampung, di tempat lapang itu akan digelar kasur agar kami bisa tidur-tiduran sepanjang perjalanan—yang masa itu membutuhkan waktu hingga tujuh jam.

Sehari-hari, Land Rover itulah yang dikendarai Papa ke kantornya, yang sebenarnya tidak seberapa jauh. Mobil gagah itu juga yang selalu mengantar Mama ke Pasar Pusat pada akhir pekan, setia menemani Papa menunggu Mama selesai berbelanja—biasanya parkir di depan Mesjid Taqwa. Sering kali, saya juga ikut dan sibuk sendiri, sementara Papa asyik membaca koran. Di lain kesempatan, kami pergi ke ladang di kawasan Simpangtiga, yang masa itu masih seperti hutan saja. (Sekarang, kawasan itu menjadi salah satu kawasan teramai di Panam; dan ladang kami itu sedang berubah menjadi sebuah kompleks perumahan).

Papa menyayangi Land Rover-nya, rajin membawanya ke bengkel perusahaan untuk diservis rutin. Pernah juga mobil itu turun mesin di halaman belakang rumah, di samping pohon sirsak. Di mata anak-anak yang selalu ingin tahu, ini adalah kegiatan yang menarik untuk ditonton. Apalagi, setelah itu cat hijaunya diperbarui.

Setelah Papa meninggal dan kami pindah ke Sukajadi, Land Rover itu diurus Pak Etek Mal yang masa itu tinggal di rumah kami. Setelah Pak Etek menikah dan kemudian pindah ke Payakumbuh, paling-paling hanya Dasan yang bisa mengemudikannya. Setelah Dasan kuliah, kondisi kesehatan si Hijau mulai tidak prima. Kemampuan saya yang sebatas memasukkan kunci, lantas memutarnya untuk menyalakan mesin, tidak banyak membantu. Kondisi demikian berlanjut hingga si Ibu pulang ke Pekanbaru. Kami, para perempuan: Mama, si Ibu dan saya, sungguh tidak tahu mau berbuat apa.

Lama-lama, Land Rover itu menyerah. Businya mati. Akinya soak. Bannya kempes.

Sementara itu, datang tawaran dari penggemar Land Rover setempat untuk membeli si Hijau. Sebenarnya, tawaran itu sudah diajukan beberapa waktu sebelumnya, namun kami menolak menjualnya. Kali ini, tawaran itu terasa lebih serius, mengingat kondisi mobil tua itu yang sekarang hanya tidur di garasi. Dengan berat hati, Mama akhirnya mengizinkan Land Rover itu dijual kepada anak dokter gigi langganan keluarga kami.

Hari ketika si Hijau ditarik keluar garasi, kami bertiga hanya bisa menyaksikannya sambil menangis.

Sampai sekarang, masih ada rasa penyesalan di hati saya. Saya tahu, si Ibu juga merasakan hal yang sama. Land Rover hijau, mobil tua yang penuh kenangan kami bersama orang tua tercinta itu memang tidak akan terlupakan….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun