Mohon tunggu...
Tristan Jari
Tristan Jari Mohon Tunggu... Penulis - Kata dapat mengubah segalanya

Hay, selamat datang. Selamat membaca. Memulai banyak hal dari huruf A. Menyukai langit biru dan senja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurasa Senja Masih Tersisih

12 Juni 2019   13:59 Diperbarui: 12 Juni 2019   14:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selayaknya hujan yang hadir seperti terpaksa, merusak sakralnya senja dan kenikmatan para pencintanya. Mungkin senja itu indah, Tidak!! Senja memang indah,hingga malam iri dan ingin cepat-cepat merebutnya.Udara senja hari di kota dingin itu seolah dengan sengaja membuat kenangan yang sudah tertata rapih bangun dan berpindah dari tempatnya, Thalia duduk termangu menghadap ke arah langit berwarna jingga yang bisa terlihat sejauh mata memandang. 

Menurutnya, adalah sebuah keberuntungan saat dia dapat melihat senja di musim hujan. Berbagai pertanyaan kemudian datang merusak konsentrasinya, "mengapa senja begitu cepat berlalu?", seperti seorang ibu yang bayinya menangis, seperti seorang anak kecil yang takut makanan kesukaannya diambil lalu ia menyembunyikannya, seperti kilat yang menyerang bumi tanpa sempat terhitung seberapa cepatnya ia singgah. "Mengapa senja yang indah harus segera berlalu sementara seribu manusia mengejar dan menunggu ia datang?".Pertanyaannya terhenti saat aroma kopi merambat masuk ke rongga hidungnya. Sosok wanita paruh baya dengan senyum terhangat menyodorkan secangkir minuman penghilang kantuk tersebut.

"Apa yang kau pikirkan Thalia?"

Seperti biasa,pertanyaan yang sama setiap kali mama melihat Thalia termenung.

"Hanya tentang senja mama, mengapa begitu cepat senja berganti malam?"

Wanita itu mengernyitkan dahi,

"Pertanyaan itu? Hmmmm, bolehkah mama sedikit memberikan jawaban?"

Tersenyum kecil, Thalia menjawab,

"Ya Mama".

"Senja seperti pelajaran bagi manusia. Agar kita belajar, saat kita beruntung, jangan terlalu berbahagia, karena kita tak tahu hidup dan rahasia di detik berikutnya. Saat kita jatuh pada kisah yang rumit jangan terlalu bersedih, sekali lagi karena kita tak tahu seperti apa hidup kita di detik berikutnya. Senja seperti memberikan kita kesempatan untuk sejenak berhenti dari segala rasa,kegiatan, kelelahan dan dari segala pikiran yang tak berujung sekalipun hanya sedetik.

Kita bisa belajar dari senja yang mengalah pada malam, untuk merasa puas pada setiap pencapaian.

Kita adalah manusia, jika kita terlalu banyak mencapai keberuntungan, bisa saja kita telah sengaja mengambil keberuntungan orang lain. Bukan membatasi, hanya saja kita perlu berpuas diri pada apa yang sudah kita capai".

"Jadi senja adalah pelajaran mama?" Thalia masih merasa ada yang kurang.

"Setiap kali aku berpikir, aku rasa senja seperti tersisih, senja seperti dipaksa malam untuk segera berakhir".

"Ya Thalia,mama tahu kau akan berpikir seperti itu. Sebenarnya senja bukan tersisih, tetapi sudah seharusnya seperti itu porsi yang diberikan Tuhan pada senja. Coba saja thalia bayangkan, bukankan indah saat banyak orang dengan bahagia berkumpul menunggu senja? Bukankah senja yang hanya mampir sebentar membawa hal indah?. Cobalah berpikir positif, jangan menilai karena rasa kasihanmu pada senja tetapi pikirkan apa yang senja bawa bagi manusia".

Wanita paruh baya itu lalu menyesap kopinya dan tersenyum sambil mengangkat pundaknya dengan ekspresi seolah ia menunggu jawaban dari putrinya.

"Hmmmm...aku mengerti mama, senja adalah pelajaran karena ia sangat indah dan untuk itu kita harus bersyukur".

Keduanya lalu bangun dan tersenyum kemudian berjalan masuk kedalam rumah mungil mereka.

Belajar dari setiap hal kecil setiap hari. Entah itu kesalahan atau kebaikan. Entah itu kebahagiaan atau kesedihan. Berpuaslah pada apa yang kau raih,entah memuaskan dan cukup ataupun tidak.
Hidup tak akan mengajarkanmu banyak hal jika tak kau hargai proses menuju hal bernama Bahagia dan sukses

Jika masamu untuk memahami kehidupan tiba, kau bisa berbahagia karenanya. Percayalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun