Mohon tunggu...
Tisa Aisyatul Wahidah
Tisa Aisyatul Wahidah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

S1 Perencanaan Wilayah dan Kota - UNEJ NIM : 191910501039

Selanjutnya

Tutup

Money

Turunnya Tingkat Kemiskinan Indonesia

22 Oktober 2019   22:08 Diperbarui: 22 Oktober 2019   22:18 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kita semua tahu bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah terbesar yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik bulan Maret tahun 2019 menunjukan bahwa ada 25,14 juta masyarakat di Indonesia yang masuk dalam kategori miskin. Jika dalam bentuk persentase, jumlah ini akan menunjuk 9,41% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.

Penurunan jumlah kemiskinan dari tahun 2018 ke 2019 juga tidak terlalu banyak. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukan hanya ada 0,53 juta warga yang terbebas dari kemiskinan. Hal ini juga belum menjamin bahwa jumlah tersebut keluar dari kategori rentan mengalami kemiskinan.

Meskipun masih belum ada tolak ukur yang pasti untuk menggolongkan suatu masyarakat dalam kategori miskin, namun salah satu yang menjadi tolak ukur paling valid adalah daya beli dan pendapatan perkapita masyarakat. Garis kemiskinan di bulan Maret 2019 tercatat sebesar Rp425.250,-/kapita/bulan. Untuk komposisi Garis Kemiskinan Makanan tercatat Rp313.232,- (73,66 persen) serta Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp112.018,- (26,34 persen).

Pada bulan Maret tahun 2019, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,68 orang anggota rumah tangga. Dari angka tersebut didapatkan data bahwa besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin sebesar Rp1.990.170,-/rumah tangga miskin/bulan.

Dilansir dari World Bank, tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia berada di perdesaan nonmetro sebesar 14,6%, sedangkan masyarakat yang mengalami rentan kemiskinan mencapai jumlah 27,9%. Di posisi kedua ada perkotaan nonmetro yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia yaitu tingkat kemiskinan sebesar 11,4% dan penduduk rentan kemiskinan sebesar 26,1%.

World Bank juga menyebutkan bahwa banyak upaya yang telah dilakukan untuk memberantas kemiskinan yang terjadi di daerah metro. Tingkat kemiskinan wilayah yang berada di kawasan metro lain selain Jakarta serta metro distrik tunggal,  lebih rendah daripada daerah pinggiran dan daerah nonmetro. Daerah inti metro memiliki angka kemiskinan dan angka rentan kemiskinan sebesar 2,7% dan 11,2%. Sedangkan angka kemiskinan di metro distrik tunggal mencapai jumlah 5%, sedangkan angka rentan kemiskinannya sendiri sebesar 18,1%.

Di wilayah inti Jakarta sendiri, angka kemiskinan mencapai 3,7% dan rentan kemiskinan sebesar 18,3%. Sedangkan wilayah di pinggiran Jakarta memiliki persentase yang lebih rendah daripada inti Jakarta, yaitu sebesar 3,1% untuk tingkat kemiskinan dan 14,5% untuk rentan kemiskinan.

Pemerintah mengklaim bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia menurun tiap tahunnya. Presiden Republik Indonesia periode tahun 2019-2024, Joko Widodo mengeluarkan argumen bahwa kemiskinan di Indonesia akan mencapai titik hingga mendekati 0% di tahun 2045. Hal ini tentu saja merupakan mimpi yang sangat baik bagi Indonesia apabila bisa direalisasikan. Namun untuk mencapai target tersebut tentunya tidak mudah. Diperlukan banyak usaha dari pemerintah dan juga dari masyarakat itu sendiri.

Namun salah satu faktor penghambat impian pemerintah untuk menghilangkan kemiskinan di Indonesia adalah kemiskinan itu sendiri. Faktor terbesar penyebab kemiskinan di Indonesia adalah kurangnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki serta kurangnya kekuatan untuk bersaing dalam dunia profesi.

Sumber daya manusia yang rendah di kalangan masyarakat miskin disebabkan oleh kurangnya edukasi sejak dini serta faktor putus sekolah karena ketidakmampuan membayar biaya pendidikan. Hal ini tentu saja sangat merugikan, pendidikan merupakan bekal utama untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang akamedis dan non-akademis.

Pemerintah sudah berusaha mengatasi hal tersebut dalam bidang akademis melalui banyak kebijakan seperti beasiswa bagi siswa miskin, beasiswa bidikmisi, bahkan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Selain itu, kebijakan pemerintah seperti pembuatan tempat pelatihan gratis juga diharapkan bisa mengatasi masalah sumber daya manusia dalam bidang non-akamedis, dalam hal ini adalah bidang keahlian kerja.

Daya bersaing yang rendah juga menyebabkan banyak masyarakat yang tidak bisa keluar dari kemiskinan. Pemikiran masyarakat berupa bahwa orang yang berpendidikan rendah tidak akan bisa bekerja bahkan di sektor informal sekalipun, merupakan pemikiran yang sangat salah. Pemerintah sudah membangun tempat pelatihan gratis yang bisa digunakan untuk menambah keahlian kerja.

Namun, tetap saja banyak masyarakat yang tidak memanfaatkan hal ini karena mereka lebih memilih bekerja pada sektor yang hanya mereka bisa, contohnya adalah bertani dan beternak.

Namun hal itu juga dihambat oleh sikap masyarakat yang lebih memilih bersantai dengan anggapan bahwa selagi kebutuhan setiap hari terpenuhi maka tidak perlu melakukan hal yang lebih. Karena hal itu juga mereka tidak bisa meningkatkan kapasitas mereka.

Namun ada faktor yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa faktor tersebut merupakan penyebab masyarakat miskin tidak bisa keluar dari kemiskinan. Hal tersebut adalah perilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang berkecukupan, namun banyak masyarakat yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari memaksakan diri untuk membeli kebutuhan yang sejatinya tidak mereka butuhkan.

Salah satu contoh perilaku konsumtif yang membuat banyak masyarakat Indonesia tidak bisa keluar dari zona kemiskinan adalah mengonsumsi rokok. Walaupun rokok merupakan salah satu pemasukan terbesar negara melalui cukainya, namun rokok juga menjadi faktor yang membuat banyak masyarakat tidak bisa keluar dari kemiskinan. Harga rokok yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari malah dipergunakan hanya untuk kesenangan semata.

Selain itu kurangnya edukasi juga banyak membuat masyarakat miskin menggunakan barang yang tidak memiliki manfaat seperti minuman keras dan juga kegiatan merugikan seperti permainan judi.

Intinya, untuk mengurangi kemiskinan tidak bisa hanya mengandalkan masyarakat namun juga harus ada usaha dari masyarakatnya. Peningkatan etos kerja serta keinginan untuk berpendidikan juga harus muncul dari sikap masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun