Mohon tunggu...
Tiradosholeh
Tiradosholeh Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Upaya Pemanfaatan Daerah Lumpur Lapindo Sidoarjo sebagai Objek Wisata Alam di Sidoarjo

25 Maret 2023   13:16 Diperbarui: 25 Maret 2023   14:31 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Lokasi Lumpur Lapindo Sidoarjo

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah (UU No. 10 tahun 2009 tentang  Kepariwisataan). Sektor pariwisata mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, standar hidup, dan aktivasi sektor produksi lainnya. Sebuah kota dapat memperoleh keuntungan besar dari pertumbuhan pariwisata di tingkat ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, jika pengembangannya tidak direncanakan dan dikendalikan secara efektif, maka akan menimbulkan sejumlah masalah yang akan menyulitkan masyarakat atau bahkan membahayakan. 

Sebelum pengembangan pariwisata dapat dilakukan, investigasi menyeluruh harus dilakukan, khususnya dengan meneliti semua sumber daya pendukung. Hal ini bertujuan untuk memastikan pengembangan sektor pariwisata yang tepat dan berkelanjutan, yang akan bermanfaat bagi masyarakat dan mengurangi potensi dampak negatif. Peningkatan industri pariwisata secara langsung akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat di sekitar tempat tujuan wisata, sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dalam bidang pariwisata. Hal ini berdampak pada meningkatnya tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengeksploitasi semua potensi sumber daya yang dikuasai oleh daerah. Kebijakan pemerintah diimplementasikan melalui UU No. 23 Tahun 2014 yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayahnya. Undang-undang tersebut telah memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk menciptakan hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata.

Lumpur Lapindo yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo yang masih merupakan bagian Delta Brantas adalah lumpur yang keluar dari semburan yang berasal dari akibat kebocoran pengeboran gas bumi dan aliran-aliran kecil patahan batuan, yang terdapat di sekitar lokasi pengeboran. Sebuah operasi pengeboran sumur minyak dilakukan oleh Lapindo, PT Lapindo Brantas Inc. di Banjar Panji Porong Sidoarjo (Maya 2009:1). Di daerah yang padat penduduknya, lumpur mendidih mulai menyembur dari dalam tanah pada tanggal 29 Mei 2006. Aliran lumpur pertama bergerak dengan kecepatan sekitar 5.000 meter per hari, dengan cepat menelan daerah pemukiman penduduk desa. (Crisila 2011 : 2).

Kabupaten Sidoarjo merupakan kandidat utama untuk dikelola sebagai tujuan wisata dan dapat dikembangkan dan dipromosikan. Lumpur Lapindo Sidoarjo adalah salah satu tempat wisata terbaru di kota ini. Warga Sidoarjo awalnya menderita karena bencana alam, namun seiring berjalannya waktu, penduduk setempat dan pemerintah di sana mulai menapaki industri pariwisata dan membangun potensi wisata baru.

Semua orang tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang bencana lumpur panas Lapindo akibat pemberitaan yang banyak diberitakan oleh media. Warga setempat memanfaatkan keadaan ini dengan mengubah tanggul lumpur panas menjadi objek wisata. Warga begitu terdorong bahwa objek wisata tersebut akan menguntungkan mereka. 

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu,  (1) bagaimana upaya pemanfaatan Lumpur Sidoarjo sebagai objek wisata alam di Sidoarjo; (2) bagaimana kendala yang dihadapi dalam pengembangan objek wisata Lumpur Sidoarjo; (3) bagaimana dampak terhadap masyarakat sekitar dengan adanya objek wisata Lumpur Sidoarjo.


Serta dapat pula ditemukan tujuan dari dutulisnya artikel ini adalah (1) untuk mengetahui upaya pemanfaatan Lumpur Sidoarjo sebagai objek wisata alam di Sidoarjo; (2) untuk mengidentifikasi dan mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pembuatan atraksi wisata Lumpur Sidoarjo; (3) Untuk mengetahui dampak yang terjadi terhadap masyarakat sekitar dengan adanya objek wisata Lumpur Sidoarjo.

Pemanfaatan

      Pemanfaatan berasal dari kata manfaat, yang berarti menggunakan atau berguna. Pemanfaatan adalah perbuatan, proses, atau cara memanfaatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, 2002: 928). Pemanfaatan adalah tindakan mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang berguna. Kata "pemanfaatan" berasal dari kata "manfaat" yang berarti "faedah" dan mendapat imbuhan "pe-an" yang berarti perbuatan atau kegiatan memanfaatkan (Poerwadarminto, 2002: 125). Istilah "pemanfaatan" dalam penelitian ini merupakan derivasi dari kata "manfaat", yang mengacu pada perolehan atau penggunaan sesuatu yang bermanfaat, baik yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung.

Bencana

         Menurut Keputusan Menteri Nomor 17/KEP/MENKO/KESRA/X/95, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan, baik oleh alam, manusia, maupun keduanya sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, gangguan terhadap pelayanan publik, dan gangguan kegiatan kehidupan masyarakat.

Lumpur Lapindo Sidoarjo 

Lumpur Lapindo yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo yang masih merupakan bagian Delta Brantas adalah lumpur yang keluar dari semburan yang berasal dari akibat kebocoran pengeboran gas bumi dan aliran-aliran kecil patahan batuan, yang terdapat di sekitar lokasi pengeboran. Lapindo, yaitu PT. Lapindo Brantas Inc. adalah perusahaan pertambangan yang melakukan operasi pengeboran sumur minyak di Banjar Panji Porong Sidoarjo (Maya 2009 : 1). Di daerah yang padat penduduknya, lumpur panas mulai keluar dari dalam tanah pada tanggal 29 Mei 2006. Aliran lumpur awal sekitar 5.000 meter per hari, dan dengan cepat membanjiri pemukiman desa. (Crisila 2011 : 2).

Pariwisata

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang terkoordinasi dari satu lokasi ke lokasi lain setelah meninggalkan lokasi pertama, baik dengan tujuan mencari nafkah di sana atau hanya untuk menikmati kegiatan rekreasi untuk memuaskan berbagai keinginan.

Penelitian ini menggunakan teknik penelitian kualitatif deskriptif, yang menekankan pada pemahaman yang menyeluruh terhadap suatu topik daripada melihatnya dari perspektif generalisasi. Karena asumsi metodologi kualitatif bahwa setiap masalah akan menjadi unik, metode penelitian ini menggunakan alat analisis mendalam yang melihat masalah dari perspektif kasus per kasus. Tujuan dari metodologi ini adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu topik, bukan generalisasi.

Pengumpulan data primer digunakan dalam sumber data artikel dan penelitian (survei lapangan). data yang dikumpulkan melalui kerja lapangan, atau dengan benar-benar melihat subjek penelitian.

 

Pada gambar di atas terlihat bahwa peta lokasi yang ditandai dengan warna biru merupakan sejumalah daerah yang digenangi dengan lumpur hingga saat ini.

Selanjutnya dengan menggunakan pengumpulan data sekunder (survei institusional). Studi ini bertujuan untuk mengumpulkan fakta dan angka yang telah dilaporkan dalam buku-buku, laporan, dan statistik yang biasanya berada di organisasi terkait. Sesuai dengan tujuan penelitian, data sekunder ini mendukung tahap analisis.

Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer (survei lapangan), yaitu data yang benar-benar dikumpulkan dengan cara melihat langsung objek penelitian secara fisik. Jenis survei primer meliputi: (a) Observasi lapangan, survei ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkini langsung dari lapangan atau objek penelitian, dan didokumentasikan dengan foto, penandaan infrastruktur yang dilacak GPS, dan pelacakan. (b) Wawancara, yaitu bertanya dan menerima tanggapan dari individu yang dianggap mewakili kelompok, seperti korban bencana Lumpur Lapindo Sidoarjo dan beberapa pengelola situs.

Teknis analisis data digunakan untuk menganalisis potensi pariwisata dengan melihat kebijakan pemerintah daerah, lingkungan dan lokasi, pengunjung, atraksi terdekat, dan analisis pariwisata primer. Kajian rencana pengembangan fisik kawasan wisata, yaitu dengan melihat rencana tersebut dari sudut pandang regional dan kasat mata. Menganalisis stakeholder dalam rencana pengembangan wisata Lumpur Sidoarjo akan membantu menciptakan pola yang akan membantu dalam perencanaan dan kelangsungan kawasan wisata.

Upaya Pemanfaatan Lumpur Sidoarjo Sebagai Objek Wisata Alam Di Sidoarjo

Kabupaten Sidoarjo 

Di provinsi Jawa Timur, Indonesia, Kabupaten Sidoarjo adalah sebuah kabupaten. Kabupaten ini berbatasan dengan Surabaya dan Gresik di sebelah utara, Pasuruan di sebelah selatan, Mojokerto di sebelah barat, dan Selat Madura di sebelah timur. Dengan luas wilayah hanya 634,89 km2, Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten terkecil di Jawa Timur. Pada tahun 2008, Sidoarjo memiliki 1.801.187 penduduk, menjadikannya kabupaten terpadat di Jawa Timur. Setiap kilometer persegi memiliki populasi rata-rata 2.522 jiwa.

Kabupaten ini juga memiliki PDB terendah di Indonesia, yaitu Rp 44,159 milyar pada tahun 2008. Sektor industri menyumbang 47,5% dari PDB, diikuti oleh perdagangan (27,14%), transportasi (10,02%), dan jasa (5,23%). Selain itu, hanya 60 hingga 70 persen dari populasi Sidoarjo yang telah menyelesaikan sekolah menengah. Hanya 25% orang yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, dan sebagian kecil yang telah menyelesaikan gelar sarjana.

Menurut survei statistik terbaru pemerintah kabupaten, dari semua industri yang beroperasi di kabupaten Sidoarjo, 361 industri berskala besar (memiliki 100 karyawan atau lebih), 3.718 industri berskala menengah (memiliki 20 hingga 99 karyawan), 8.433 industri berskala kecil (memiliki 15 hingga 19 karyawan), dan sejumlah besar lainnya merupakan bisnis rumah tangga dengan 1 hingga 4 karyawan. Meskipun Sidoarjo adalah rumah bagi beberapa bisnis berteknologi tinggi, seperti sektor elektronik, sebagian besar bisnis di wilayah ini bergerak di sektor pengolahan makanan, memproduksi barang-barang seperti kerupuk udang, sepatu, tempe, barang-barang dari kulit, dan kerajinan tangan.

Meskipun pertanian terus menjadi penggerak ekonomi utama di kabupaten Sidoarjo, sektor industri telah tumbuh baru-baru ini karena sektor pertanian telah menyusut. Industri pertanian telah kehilangan daya tariknya karena harga tanah yang meningkat, terutama karena mayoritas petani di Sidoarjo memiliki tanah sendiri. Karena lokasinya yang dekat dengan Surabaya, Sidoarjo telah menarik investasi dari Surabaya untuk industrinya dan mendorong sebagian besar penduduknya untuk bekerja di sana. Meskipun semburan lumpur Lapindo hanya berdampak pada sebagian kecil wilayah Sidoarjo, masyarakat yang tinggal di sana terkena dampak yang sangat parah dan membutuhkan program-program sosial yang ekstensif untuk mendukung masyarakat yang kini memiliki sejumlah besar penduduk yang mengungsi dan direlokasi. Meskipun demikian, perekonomian Sidoarjo tidak terkena dampak negatif dari bencana tersebut.

2. Bencan Lumpur Lapindo dan Ganti Rugi 

Teknisi pengeboran di sumur eksplorasi gas Banjarpanji melaporkan adanya getaran di bawah permukaan yang parah pada tanggal 27 Mei, bersamaan dengan terjadinya gempa bumi yang melanda Yogyakarta, yang berjarak 250 kilometer. Ini terjadi dua hari sebelum semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Para teknisi kemudian menemukan penurunan tekanan yang signifikan secara tiba-tiba di dalam sumur, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana bawah permukaan yang sangat besar di sekitarnya. Kemudian, untuk melindungi sumur tersebut, para teknisi Lapindo menghentikan pengeboran dan mengikuti prosedur operasi rutin.

Meskipun tidak disadari pada saat itu, kejadian ini merupakan pertanda bahwa gunung berapi Lumpur Lapindo Sidoarjo yang berjarak 300 meter dari sumur eksplorasi akan meletus dua hari kemudian. Sejak saat itu, para ahli geologi mengaitkan perubahan mendadak pada formasi geologi di daerah tersebut dengan pergeseran lempeng tektonik. Pecahnya dua saluran bawah tanah yang telah lama terbentuk, yang memungkinkan lumpur vulkanik merembes ke permukaan dan mulai memuntahkan material dari dalam ke permukaan daerah tersebut, merupakan salah satu dampak dari perubahan geologi ini, menurut para ahli geologi.

Ketika semburan lumpur panas muncul entah dari mana di lapangan di sebelah lokasi pengeboran, para ahli pengeboran dari sumur Banjarpanji tidak dapat menentukan penyebab bencana tersebut. Para teknisi segera menghubungi perwakilan Lapindo Brantas yang berbasis di Surabaya dan kantor pusatnya di Jakarta. Jumlah material lumpur yang keluar dari dalam tanah terus meningkat, dan dalam waktu singkat, lumpur tersebut telah menutupi sebagian besar wilayah di sekitarnya, termasuk pemukiman penduduk, meskipun tidak ada pendapat yang pasti mengenai kejadian yang disaksikan oleh para petugas. Penduduk setempat mulai merasa takut pada saat itu, dan pemerintah kecamatan meminta bantuan Lapindo Brantas.pejabat-pejabat eksekutif Bakrie dengan berkonsultasi pada badan otoritas migas Pemerintah, BPMIGAS, mulai menyelidiki sumber letusan lumpur dan mencari cara untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Lapindo Brantas dan pejabat Eksekutif Bakrie sepakat untuk memulai bantuan darurat karena risiko yang tinggi terhadap pemukiman di sekitarnya dan sulitnya mengakses layanan publik. Gempa bumi di Yogyakarta, yang menewaskan 6.000 orang dan membuat banyak orang lainnya kehilangan tempat tinggal dan keluarga, masih dalam penanganan pemerintah pusat pada saat itu, dan hal ini harus diingat. Pemerintah pusat belum memberikan kontribusi finansial terhadap semburan Lumpur Lapindo yang sangat besar di Sidoarjo. Setelah itu, Lapindo Brantas mengorganisir upaya besar untuk membangun tempat penampungan dan memberikan dukungan logistik untuk evakuasi desa-desa dan bisnis yang terkena dampak langsung dari semburan lumpur Sidoarjo. Para eksekutif Lapindo Brantas dan Bakrie menyediakan 4.000 masker, 5.000 air bersih, makanan dan fasilitas memasak, serta sekolah sementara bagi murid-murid dari dua sekolah dasar yang telah dievakuasi demi keselamatan selama beberapa hari berikutnya.

Sebanyak 735 warga dusun Renokenongo telah direlokasi ke balai desa dan rumah kerabat jauh mereka dua hari setelah semburan lumpur Sidoarjo. Para eksekutif dari Lapindo Brantas dan Bakrie memberikan bantuan dana darurat sebesar Rp200.000 kepada setiap keluarga di desa Siring dan Renokenongo pada saat itu. Bantuan lebih lanjut diberikan dalam bentuk asuransi rumah dan jiwa, serta paket bantuan sewa rumah. Dalam waktu dua minggu, para ahli teknis Lapindo Brantas, perwakilan dari pemerintah daerah, polisi, dan TNI berkumpul untuk membentuk Satuan Pelaksana Lapangan (SATLAK). SATLAK bertugas mengamankan infrastruktur publik dan membantu evakuasi warga sekitar ke tempat penampungan yang baru dibangun (Pasar Baru Porong). Selain itu, kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, dan sanitasi juga disediakan.

Untuk memberikan informasi terkini kepada para pengungsi dan desa-desa sekitar yang khawatir dengan krisis lumpur yang terus berkembang, sebuah tim komunikasi publik dibentuk. Sebanyak 2.590 orang dipindahkan ke fasilitas darurat di Pasar Baru Porong selama beberapa minggu berikutnya, sebagian besar tinggal di toko-toko dan kios-kios yang baru saja dibangun untuk para penyewa toko di pasar baru tersebut.

Penanggulangan Jangka Panjang

Akibat meluasnya semburan lumpur dan kerusakan yang parah pada tanah dan infrastruktur milik masyarakat, lebih dari 7.000 warga harus dievakuasi. Manajemen Lapindo Brantas dan Bakrie memutuskan untuk memperluas komitmen mereka dengan memperkenalkan paket bantuan keuangan jangka panjang yang komprehensif setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Wakil Presiden Republik Indonesia menyatakan komitmen ini dan menyatakan bahwa Bakrie "harus diakui sebagai pelopor, perusahaan nasional yang memberikan contoh positif bagi kita semua." Beberapa pihak mendiskusikan penyebab bencana pada hari-hari awal. Para peneliti internasional bergegas ke Sidoarjo untuk mempelajari fenomena tersebut. Ada ketidakpastian yang cukup besar pada saat itu mengenai apakah lokasi pengeboran yang berjarak 200 meter dari lokasi tragedi merupakan penyebabnya.

Para eksekutif Lapindo Brantas dan Bakrie bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan dan layanan kepada para korban, meskipun pada saat itu asal muasal semburan lumpur belum diketahui. Mereka juga mengerahkan staf dan tenaga profesional untuk mencari jawaban atas bencana yang terus berkembang. Lapindo Brantas mengambil alih manajemen berikut ini pada saat itu.

  • Masalah sosial di wilayah yang terkena dampak bencana.
  • Membeli tanah dan bangunan dari daerah yang terkena dampak bencana.
  • Menawarkan bantuan keuangan kepada para petani yang lahannya terkena dampak lumpur panas.
  • Dukungan finansial bagi petani yang sawahnya digunakan untuk menyimpan lumpur panas.
  • Kompensasi untuk karyawan yang dirumahkan oleh pabrik yang terkena dampak bencana.
  • Pembiayaan usaha kecil.
  • Bantuan untuk relokasi agar pabrik dapat mulai beroperasi.
  • Pendanaan bantuan bencana untuk rumah.
  • Infrastruktur dan layanan publik ditawarkan di tempat penampungan.
  • Fasilitas dan layanan untuk kesehatan penduduk yang direlokasi.
  • Pembayaran asuransi jiwa dan bantuan untuk daerah yang terkena dampak bencana.
  • Pengawasan gas berbahaya (H2S dan hidrokarbon).
  • Memberikan dukungan keamanan kepada mereka yang membangun barikade dan mengoperasikan sumur bantuan.

Para pejabat perusahaan bergerak cepat untuk mencari solusi keselamatan bagi para korban bencana sesegera mungkin dan mengurangi dampak sosial yang dirasakan secara luas seiring dengan semakin memburuknya bencana lumpur. 42 warga desa Besuki yang memutuskan untuk menerima paket keuangan sebesar Rp252.097.920 untuk sewa rumah selama dua tahun termasuk di antara mereka yang menerima bantuan untuk pertama kalinya. Lapindo juga membayar 1.866 petani sebesar Rp13.893.153.115 sebagai ganti rugi atas penggunaan lahan mereka untuk menampung lumpur panas. Untuk mengganti pendapatan mereka yang hilang, 1.879 pekerja produksi dari 15 perusahaan menerima pembayaran bulanan. Puskesmas yang didanai Lapindo Brantas menyediakan layanan kesehatan pernapasan bagi 12.000 warga. Seiring dengan memburuknya bencana lumpur, 11.000 penduduk dan sembilan pabrik direlokasi pada akhir Agustus 2006 dengan total biaya sebesar Rp310.000.000. Karena adanya konflik di antara penduduk setempat, Lapindo Brantas menunda pencairan dana hingga mengumumkan paket keuangan berikutnya.

  • Harga tanah Rp1 juta/meter persegi.
  • Harga bangunan Rp1,5 juta/meter persegi.
  • Harga sawah Rp120.000/meter persegi.

Empat komunitas yang termasuk dalam perjanjian ini adalah Siring, Renokenongo, Kedungbendo, dan Jatirejo. Paket pembiayaan tersebut mencakup uang muka sebesar 20% dan sisanya 80% akan dibayarkan selama dua tahun dengan cara dicicil. Sebuah Dekrit Presiden yang dikeluarkan setelahnya berfungsi sebagai penegasan atas gagasan tersebut. Akuisisi tanah dan bangunan yang rusak akibat tragedi tersebut dibagi menjadi beberapa tahap dan tergantung pada bukti kepemilikan penggugat. Sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dokumentasi kepemilikan yang sah, serta dokumentasi luas tanah dan penempatan yang disetujui pemerintah, semuanya diperlukan sebagai bukti kepemilikan.

Lapindo Brantas, yang mengerahkan lebih dari 100 pekerja hanya untuk memastikan kepemilikan properti dan bangunan, menghadapi beban besar dalam melakukan verifikasi ini. Perhitungan umum luas properti dalam meter persegi (m2) menentukan jumlah yang dibayarkan untuk barang-barang yang rusak. Mengingat bahwa bantuan keuangan memiliki nilai standar, nilai yang disarankan haruslah nilai yang paling rendah.

Tim sosial Lapindo Brantas berhasil membuat kemajuan pesat dalam membayar 20% dari harga pembelian di muka, tetapi menghadapi tantangan berat selama prosedur verifikasi. Karena kebutuhan untuk menyelesaikan pembayaran sisa 80% dari harga akuisisi pada tahun 2008 selama puncak krisis keuangan, yang juga berdampak pada perusahaan induk Lapindo Brantas, Grup Bakrie, maka dua rencana yang berbeda dikeluarkan untuk para penduduk.

Objek Wisata Lumpur Sidoarjo (Lusi)

Kawasan Lumpur Lapindo Sidoarjo sedang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk dijadikan pusat pariwisata Kota Delta sebagai bentuk kesungguhan mereka sebagai pemerintah. Pemerintah telah mengundang sejumlah pihak penting untuk memberikan masukan dan bekerja sama untuk mengembangkan kawasan wisata tersebut. Pada tanggal 20 Juli 2017, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo membentuk Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) sebagai langkah awal untuk mengembangkan sektor pariwisata. Pada kesempatan ini, meski dalam kondisi bencana, BPPD diresmikan oleh Wakil Bupati Sidoarjo. Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), menurut Wakil Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin, merupakan sebuah perkembangan yang cukup signifikan bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Dengan dibentuknya BPPD, pemerintah berharap agar Kabupaten Sidoarjo dapat dikenal dengan kawasan wisatanya, bukan sebagai Kota Industri saja.

Melihat kondisi yang ada, kawasan yang terkena dampak Lumpur Lapindo Sidoarjo ini memiliki banyak hal yang menjanjikan. Jika digarap dengan serius, kawasan seluas lebih dari 600 hektar ini memiliki habitat alam yang masih alami dan potensi wisata yang luar biasa. Diharapkan tidak hanya menjadi lokasi yang dipertahankan seperti saat ini. Dalam sebuah wawancara, Nur Ahmad Syaifuddin, wakil bupati Sidoarjo, menyatakan bahwa tujuan dari BPPD adalah untuk lebih mempromosikan Lumpur Lapindo Sidoarjo sebagai tujuan wisata yang berbeda dan untuk mengembangkan gagasan tentang kawasan wisata yang aman dan menarik. Meskipun semburan lumpur saat ini berada dalam kondisi yang cukup terkendali, aspek keamanan sangat penting mengingat semburan lumpur ini merupakan fenomena alam yang diklasifikasikan sebagai fenomena alam kategori bencana. Potensi menyerap wisatawan sangat besar selama dibuat menarik dan aman. BPPD juga memiliki tugas melengkapi kekurangan yang ada agar kawasan lumpur menjadi tempat yang menarik.

Selain meluncurkan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga telah mengambil langkah untuk melanjutkan pembangunan di area Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Menurut Achmad Zaini, direktur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo berencana untuk mengambil alih fasilitas Lumpur Lapindo di Porong. Hal ini dilakukan untuk memfasilitasi tujuan untuk mengembangkan wilayah pusat semburan lumpur sebagai tujuan wisata. Mengenai strategi pengelolaan kawasan lumpur, baik yang berada di dalam maupun di luar peta terdampak, pemerintah kabupaten sedang menyusun surat untuk diajukan kepada pemerintah pusat. Permohonan ini diajukan mengingat masa kerja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) akan berakhir pada akhir tahun 2017.

Lokasi pusat lumpur dimaksudkan untuk digunakan sebagai tujuan wisata yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Area ini akan diperbaiki, dan fasilitas tambahan lainnya akan dipasang, semuanya didanai oleh APBD Sidoarjo. Masyarakat dapat belajar tentang geologi di lokasi ini. Namun, mandat untuk mengelola semburan lumpur juga berpindah seiring dengan pergantian manajemen.

 

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan objek wisata Lumpur Sidoarjo

Kementerian Pariwisata harus menghadapi sejumlah kesulitan dan rintangan. Kementerian Pariwisata telah mengidentifikasi beberapa kesulitan dan rintangan berikut dalam pertumbuhan pariwisata Indonesia. Tidak adanya toilet di tempat tujuan wisata, jauhnya jarak antar objek wisata, kelangkaan pemandu wisata yang menguasai bahasa selain bahasa Inggris, tidak meratanya distribusi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pariwisata di seluruh provinsi di Indonesia, tidak adanya konektivitas, layanan dasar dan infrastruktur untuk melayani wisatawan, higienitas dan sanitasi, terjadinya bencana alam yang memaksa penutupan perlintasan batas negara Indonesia, (Prodjo, 2016).

Berdasarkan pengakuan Menteri Pariwisata, dapat ditarik kesimpulan bahwa kendala yang dihadapi  oleh hampir seluruh objek wisata di Indonesia adalah sama. Begitu juga dengan wisata Lumpur Lapindo Sidoarjo, di lokasi wisata kurangnya pelayanan yang memadai, baik dari segi pelayanan dasar maupun infrastruktur.

Seperti halnya, hanya ada ojek motor dengan biaya tinggi untuk sekali sewa, serta keterbatasan infrastruktur, pada kawasan wisata ini hanya tersedia tangga kecil yang terbuat dari papan kayu, seperti pada gambar 4.1.

Dampak terhadap masyarakat sekitar dengan adanya objek wisata Lumpur Sidoarjo

Bukan kesalahan manusia, tetapi kesalahan pengeboran yang menyebabkan semburan lumpur Lapindo. Dia memproyeksikan bahwa semburan akan berlangsung dalam waktu yang sangat lama, mungkin antara 26 dan 30 tahun. "Semburan akan terus berlanjut" menurut Richard Davis, Inggris.

Lumpur Lapindo Sidoarjo yang awalnya berdampak negatif bagi warga sekitar, karena kerugian yang sangat besar. Selain itu, Lumpur Lapindo Sidoarjo  juga terdapat hal positif yang dapat dimanfaatkan oleh korban bencana dan warga sekitar. Dampak positif bagi warga porong dari adanya bencana Lumpur Lapindo Sidoarjo ialah banyak masyarakat berdatangan yang ingin berkunjung dan menyaksikan Lumpur Lapindo Sidoarjo sehingga oleh warga Porong dijadikan tempat "Wisata Lumpur Lapindo Sidoarjo" dan oleh warga Porong dapat dijadikan sumber penghasilan mereka.

Setiap pengunjung yang ingin medekekat untuk melihat atau berfoto di kawasan Lumpur Lapindo Sidoarjo, terkena beberapa pungutan biaya, diantaranya adalah biaya parkir kendaraan dan masuk ke lokasi sebesar Rp15.000/kendaraan. Jika pengunjung ingin menggunakan jasa ojek untuk melihat pusat semburan yang berada di tengah kawasan dikenakan biaya sebesar Rp25.000/orang.  Uang keamanan menuju pusat semburan sebesar Rp5.000/kendaraan yang masuk . Sehingga total perkiraan biaya yang harus dikeluarkan oleh para pengunjung "Wisata Lumpur Lapindo Sidoarjo" sebesar Rp.45.000.

Kota Sidoarjo yang awalnya dikenal dengan sebutan "Kota Udang", kini dengan adanya Lumpur Lapindo yang telah menjadi lautan membuat kota Sidoarjo kini juga dikenal dengan sebutan "Kota Lumpur". Lumpur Lapindo menjadi menjadi daya tarik utama bagi masyarakat untuk datang dan berkunjung menyasikan secara dekat. Para pengunjung yang datang tidak hanya berasal dari dalam provinsi Jawa Timur, namun juga banyak yang berasal dari luar Jawa Timur.

Pengunjung yang berdatangan bukan hanya dari kalangan orang dewasa, namun juga dari kalangan anak kecil. Sehingga warga yang menjaga tempat wisata Lumpur Lapindo memberikan batasan waktu untuk berkunjung. Penjaga hanya memperbolehkan pengunjung masuk dan menyaksikan Lumpur Lapindo secara dekat hanya pada waktu pagi dan sore hari sebelum matahari terbenam. Batasan waktu tersebut diberikan untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.

Desa Porong yang merupakan tempat tinggal bagi mayarakat prong kini telah menjadi lautan lumpur. Desa yang Indah, bersih, hijauh dan sejuk kini hanya tinggal kenangan. Banyak dampak negatif yang dirasakan dan dialami oleh warga desa porong setelah terjadinya bencana lumpur lapindo. Namun selain dampak negatif, warga Porong juga merasakan adanya dampak positif bagi perekonomian mereka. Dengan dijadikannya tempat wisata Lumpur Lapindo Sidoarjo warga Desa Porong dapat memperoleh penghasilan dari biaya masuk yang dikenakan pada para pengunjung. Selain itu, ada juga yang memanfaatkan untuk berjualan aneka oleh-oleh yang dapat dibeli dan dibawa pulang oleh para pengunjung. Dari hasil tersebut warga Porong dapat menambah penghasilan untuk menjalani hidup mereka sehari-hari. Hingga sampai hari ini tempat wisata Lumpur Lapindo Sidoarjo masih banyak dikunjungi oleh para pengunjung atau wisatawan baik dalam maupun luar provinsi.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun