Mohon tunggu...
Timotius Adhiputra
Timotius Adhiputra Mohon Tunggu... Pendidik dan Kepala Sekolah SD Kristen Terang Bangsa 01 dan 02

Aku orang yang gampang penasaran dan suka banget belajar hal baru—bukan karena teori di buku, tapi karena seru rasanya memahami dunia dari berbagai sudut. Minatku cukup luas: dari pendidikan, karakter anak, seni, hingga hal-hal kecil sehari-hari yang sering bikin aku mikir lebih dalam. Aku lebih suka ngobrol, bereksperimen, dan mencoba langsung daripada hanya menghafal teori. Bagiku, belajar itu perjalanan yang humanis—tentang memahami diri, orang lain, dan bagaimana kita bisa tumbuh bersama. Menulis, bikin ide kreatif, dan merancang sesuatu yang bisa berdampak positif adalah caraku menyalurkan semua rasa ingin tahu itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zone Proximal Development dalam Kerangka Pendekatan Pembelajaran Mendalam

1 September 2025   13:15 Diperbarui: 1 September 2025   13:15 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sering kali membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Kurikulum Merdeka, sebagai kerangka pendidikan nasional terkini, tetap menjadi landasan, namun kini diperkaya dengan Pendekatan Pembelajaran Mendalam untuk memastikan murid tidak hanya belajar secara bebas, tetapi juga mendalam dan kontekstual (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Dr. Rikardus Herak menegaskan bahwa kebebasan belajar tanpa kedalaman pemahaman hanya akan menghasilkan pembelajaran superfisial. Oleh karena itu, pendekatan ini menekankan tiga prinsip utama—bermakna (meaningful), menggembirakan (joyful), dan berkesadaran (mindful)—untuk menciptakan pembelajaran yang holistik dan relevan dengan kehidupan nyata.

Konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dari Lev Vygotsky menjadi tulang punggung pendekatan ini, menjembatani kemampuan aktual murid dengan potensi mereka melalui bimbingan yang tepat. Artikel ini akan menguraikan prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Mendalam, dengan fokus pada bagaimana pembelajaran menyenangkan dapat menekan mental block sebagai hambatan psikologis, serta bagaimana ZPD diintegrasikan untuk mengoptimalkan pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka.

Prinsip-Prinsip Pendekatan Pembelajaran Mendalam

Pendekatan Pembelajaran Mendalam dirancang untuk menciptakan ekosistem belajar yang mendukung perkembangan kognitif, emosional, dan sosial murid. Ketiga prinsipnya adalah sebagai berikut:

  1. Bermakna (Meaningful): Pembelajaran harus menghubungkan pengetahuan dengan konteks nyata, melampaui hafalan menuju pemahaman aplikatif. Misalnya, dalam pelajaran PPKn, murid dapat mengkaji nilai Pancasila melalui analisis konflik lokal, sehingga relevan secara sosial dan pribadi (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Pendekatan ini meningkatkan keterlibatan murid melalui relevansi kontekstual, sebagaimana didukung oleh teori situated learning (Lave & Wenger, 1991).
  2. Menggembirakan (Joyful): Prinsip ini menekankan penciptaan lingkungan belajar yang positif, menantang, dan mendukung, yang secara langsung menekan kemungkinan terjadinya mental block. Mental block, sebagaimana dijelaskan oleh Sage Neuroscience Center (2021), adalah kondisi psikologis akibat stres, ketakutan gagal, atau kurangnya motivasi, yang menyebabkan pikiran buntu, kecemasan, penurunan fokus, dan ketidakmampuan menyelesaikan tugas. Hal ini secara signifikan menghambat murid dalam pembelajaran, yang dapat menghambat kemampuan murid untuk memproses informasi atau menyelesaikan tugas meskipun mereka telah memahami materi. Penyebabnya sering kali berkaitan dengan tekanan psikologis, seperti ketakutan gagal atau kurangnya lingkungan belajar yang mendukung.

Prinsip pembelajaran menyenangkan dalam Pendekatan Pembelajaran Mendalam secara langsung menangani masalah ini. Dengan menciptakan suasana belajar yang positif—misalnya melalui diskusi kelompok, permainan edukatif, atau proyek kreatif—guru dapat mengurangi stres dan kecemasan yang menjadi pemicu mental block. Lingkungan yang mendukung kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, seperti yang diadvokasikan oleh Dweck (2006), memungkinkan murid merasa aman secara emosional, sehingga lebih berani bereksplorasi dan bertahan dalam tantangan. Misalnya, dalam pelajaran matematika, guru dapat menggunakan pendekatan berbasis permainan untuk mengajarkan pecahan, yang membuat murid lebih rileks dan terlibat, sehingga meminimalkan risiko mental block dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Selain itu, pembelajaran menyenangkan memperkuat motivasi intrinsik, yang menurut Ryan dan Deci (2000) merupakan kunci untuk keterlibatan murid yang berkelanjutan. Ketika murid merasa diterima dan didukung, mereka lebih mungkin untuk fokus dan mencapai tujuan pembelajaran tanpa hambatan psikologis.

Lingkungan belajar yang menyenangkan—misalnya melalui proyek kolaboratif atau simulasi interaktif seperti pasar mini untuk mempelajari ekonomi—mengurangi kecemasan dan meningkatkan motivasi intrinsik. Penelitian Dweck (2006) menunjukkan bahwa lingkungan yang merangkul kegagalan sebagai bagian dari proses belajar memupuk growth mindset, yang secara signifikan mengurangi dampak mental block dan mendorong murid untuk belajar dengan lebih baik.

  1. Berkesadaran (Mindful): Prinsip ini menekankan kehadiran utuh murid dalam proses belajar melalui fokus, refleksi diri, dan keterbukaan terhadap perspektif baru. Dengan kesadaran penuh, murid dapat mengenali proses berpikir mereka, mengelola emosi, dan mengeksplorasi pengetahuan dengan rasa ingin tahu. Contohnya, penggunaan jurnal reflektif dalam pembelajaran IPA membantu murid memahami hubungan antara eksperimen dan teori (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Pendekatan ini selaras dengan konsep mindfulness dalam pendidikan (Kabat-Zinn, 1990).

Ketiga prinsip ini diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka melalui strategi seperti pembelajaran berbasis proyek dan asesmen autentik, yang mendukung perkembangan holistik murid.

Zone of Proximal Development: Landasan Teoretis dan Aplikasi Praktis

Konsep Zone of Proximal Development (ZPD) didefinisikan sebagai “jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang dicapai melalui bimbingan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya” (Vygotsky, 1978, dalam Shabani et al., 2010). Bayangkan ZPD sebagai jembatan antara kondisi saat ini murid dan tujuan pembelajaran mereka. Guru atau orang tua berperan dalam membangun scaffolding—struktur dukungan sementara—seperti pertanyaan pemantik atau tugas berjenjang, untuk membantu murid melintasi "sungai" tantangan tersebut. Misalnya, dalam pelajaran matematika, murid mungkin mampu menyelesaikan operasi dasar secara mandiri (kemampuan aktual), tetapi dengan bimbingan guru melalui diskusi, mereka dapat memahami aplikasi konsep tersebut dalam pemodelan masalah nyata (kemampuan potensial) (Mabry, Brooke: 2025).

Dalam konteks Pendekatan Pembelajaran Mendalam, ZPD menjadi alat untuk mengintegrasikan prinsip bermakna, menggembirakan, dan berkesadaran. Misalnya, dalam pelajaran bahasa Indonesia, seorang murid mungkin mampu menulis kalimat sederhana secara mandiri (kemampuan aktual). Dengan bimbingan guru melalui umpan balik terarah atau diskusi kelompok, murid dapat menghasilkan esai yang lebih kompleks (kemampuan potensial). Pendekatan ini selaras dengan Kurikulum Merdeka, yang mendorong pembelajaran berbasis proyek untuk mengeksplorasi potensi murid secara kontekstual.

ZPD juga mendukung prinsip berkesadaran dengan membantu murid mengenali kondisi aktual mereka—seperti gaya belajar, minat, dan potensi—serta membangun strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru dan orang tua berperan sebagai fasilitator, memberikan dukungan seperti pertanyaan pemantik atau tugas berjenjang untuk menjembatani kesenjangan antara kemampuan aktual dan potensial. Misalnya, dalam proyek berbasis budaya lokal, murid dapat mempelajari seni tradisional dengan bimbingan ahli budaya, sehingga meningkatkan pemahaman mereka tentang identitas nasional.

Integrasi ZPD dengan Kurikulum Merdeka

Dalam Kurikulum Merdeka, ZPD diwujudkan melalui pendekatan diferensiasi dan pembelajaran berbasis proyek, yang memungkinkan murid belajar sesuai dengan kesiapan dan minat mereka. Profil Pelajar Pancasila, sebagai salah satu pilar kurikulum, menekankan pengembangan karakter yang kritis, kreatif, dan kolaboratif—semua ini didukung oleh ZPD melalui kolaborasi dengan teman sebaya atau bimbingan guru. Contohnya, proyek pembelajaran tentang keberlanjutan lingkungan dapat mengintegrasikan prinsip bermakna dengan menghubungkan isu daur ulang dengan kebutuhan komunitas lokal, sementara prinsip menyenangkan diwujudkan melalui aktivitas lapangan yang interaktif.

Integrasi ini juga menekankan pengenalan diri murid terhadap potensi mereka, sebagaimana kutipan terkenal dari Albert Einstein: "Setiap orang adalah jenius. Tetapi jika Anda menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, maka ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dengan percaya bahwa ia bodoh." Dalam PM, guru membantu murid mengidentifikasi gaya belajar dan minat mereka, sehingga pembelajaran tidak berhenti pada level berpikir rendah (low-order thinking skills) seperti hafalan, melainkan menuju keterampilan berpikir tinggi (higher-order thinking skills) seperti analisis dan sintesis (Hapsari, Melati Indri: 2025)

Penerapan ZPD juga membantu mengatasi mental block dengan memastikan bahwa tugas pembelajaran berada dalam jangkauan potensi murid, sehingga mengurangi tekanan dan meningkatkan rasa percaya diri. Dengan scaffolding yang tepat, murid dapat bertransisi dari low-order thinking (seperti hafalan) ke keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti analisis dan sintesis, yang selaras dengan tujuan Kurikulum Merdeka.

Kesimpulan

Pendekatan Pembelajaran Mendalam, yang diperkaya dengan konsep ZPD Vygotsky, menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk mewujudkan pendidikan bermutu dalam Kurikulum Merdeka. Prinsip menggembirakan memainkan peran kunci dalam menekan mental block dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung, yang pada gilirannya meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar murid. Sementara itu, ZPD memungkinkan guru dan orang tua untuk memfasilitasi perkembangan murid dengan scaffolding yang disesuaikan, menjembatani kesenjangan antara kemampuan aktual dan potensial. Untuk mengoptimalkan implementasi, pelatihan guru dalam mengenali ZPD dan strategi diferensiasi menjadi keharusan. Dengan demikian, pendekatan ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar, tetapi juga membentuk generasi yang resilien, kritis, dan siap menghadapi tantangan abad ke-21.

Daftar Pustaka

  • Dweck, C. S. (2006). Mindset: The New Psychology of Success. Random House.
  • Hapsari, Melati Indri. 2025. Penerapan Kurikulum Merdeka melalui Pembelajaran Mendalam.
    https://bbpmpjateng.kemendikdasmen.go.id/penerapan-kurikulum-merdeka-melalui-pembelajaran-mendalam/
  • Kabat-Zinn, J. (1990). Full Catastrophe Living. Delta.
  • Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2025). Pembelajaran Mendalam: Menuju Pendidikan Bermutu bagi Semua. Diakses pada 1 September 2025 dari https://kurikulum.kemdikbud.go.id/file/1755668120_manage_file.pdf.
  • Lave, J., & Wenger, E. (1991). Situated Learning: Legitimate Peripheral Participation. Cambridge University Press.
  • Mabry, Brooke. 2025. The zone of proximal development (ZPD): The power of just right.
    https://www.nwea.org/blog/2025/the-zone-of-proximal-development-zpd-the-power-of-just-right/
  • Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-Determination Theory and the Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. American Psychologist, 55(1), 68-78.
  • Sage Neuroscience Center. (2021). What is a Mental/Emotional Block, and How Do You Overcome One? Diakses pada 1 September 2025 dari https://sageneurosciences.com.
  • Shabani, K., Khatib, M., & Ebadi, S. (2010). Vygotsky's Zone of Proximal Development: Instructional Implications and Teachers' Professional Development. English Language Teaching, 3(4), 237-248.
  • Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Harvard University Press.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun