Mohon tunggu...
Sony Kusumo
Sony Kusumo Mohon Tunggu... Insinyur - Menuju Indonesia Surplus

Sony Kusumo merupakan pengusaha yang peduli dengan kemajuan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Arogansi dan Kekonyolan Gubernur yang Berbuah Petaka

25 Februari 2021   08:07 Diperbarui: 25 Februari 2021   08:15 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta dan banjir ibarat sahabat karib yang tak terpisahkan. Bagaimana tidak, wilayah ibu kota negara Indonesia ini, selalu saja dilanda banjir. Fatalnya saat ini, Jakarta nyaris tertimpa masalah banjir setiap tahunnya. Bukan lagi sekadar siklus lima tahunan.

Berkaitan dengan itu, ada hal menarik dari peristiwa banjir pada 2021 ini. Dimana tokoh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sempat mengunggah sebuah foto diptik dalam laman Instagam pribadinya pada awal Februari lalu. Dalam unggahannya Anies bertutur soal Kampung Cipinang Melayu yang rutin mengalami kebanjiran, namun di masa kepemimpinannya, tepatnya di musim penghujan 2021, masalah itu tak lagi terjadi. Sayang seribu sayang, unggahan itu bak sebuah arogansi yang tak selang lama dibalas oleh alam.

Dimana Kampung Cipinang Melayu yang sempat dibanggakan kini kembali diterjang banjir hingga 3 meter. Bukan hanya disitu, tak kurang dari 27 titik banjir tersebar di Jakarta. Beberapa titik yang terbilang mengalami banjir cukup parah selain Kampung Cipinang Melayu adalah Bukit Duri, Tanjung Duren, dan Pasar Rebo. Kemudian genangan air yang parah juga terjadi di kawasan utama, yakni Jalan M.H. Thamrin serta Jalan Jenderal Sudirman yang mencapai 1 meter.

Padahal Anies sempat berujar bahwa kawasan utama tidak banjir. Alih-alih membenahi ibu kota, Anies pun malah menyebut bahwa banjir di Jakarta terjadi karena besaran volume air dari hulu sungai. Padahal kenyataannya menurut salah satu pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, Anies tidak banyak melakukan upaya pencegahan banjir selama 3,5 tahun menjabat. Salah satunya karena program pembenahan 13 sungai yang sudah dilakukan sejak era Gubernur Fauzi Bowo hingga Basuki Tjahaja Purnama dihentikan lantaran pilihan politik.

Sementara program yang digadang-gadangkan Anies tak kunjung dikerjakan. Mulai dari program naturalisasi sungai dengan penanaman pohon di bantaran sungai, gerebek lumpur alias pengerukan tumpukan lumpur di dasar sungai dan waduk, pemasangan pompa air hingga rencana pembangunan sumur resapan yang ditargetkan mencapai satu juta titik hingga 2022. Hal serupa juga dilontarkan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono. Selain persoalan program kerja yang tak terealisasi, kondisi ini dikhawatirkan malah menjadi klaster penyebaran baru Covid-19.

Anies juga sempat membuat klaim konyol. Disamping mengaku sudah mengantisipasi potensi curah hujan ekstrem di ibu kota, ia pun menyebut genangan bisa kering dalam satu hari. Sayang, nyatanya itu tidak terjadi. Kemudian ia sempat mengklaim, meski Jakarta banjir dan terus ditempa curah hujan tinggi, namun situasinya tetap terkendali.

Apanya yang terkendali? Pasalnya genangan air yang tinggi di banyak titik sudah pasti membuat banyak hal tak terkendali. Mulai dari memicu kemacetan, menyulitkan para pedagang, hingga berdampak terhadap pemberhentian operasional sejumlah tempat publik dan transportasi umum. Contohnya SPBU di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan dan Transjakarta rute Tanjung Priok-PGC dan JAK 75 (Kampung Pulo-Halim via Cililitan).

Malah mengerjakan serta menghabiskan anggaran untuk hal-hal yg sangat konyol, Anak lulusan SD pun mengerti, bahwa itu tidak masuk akal karena azas manfaatnya untuk masyarakat memang sama sekali tidak ada dan jelas merugikan APBD DKI Dan hanya menguntungkan segelitir orang.

Misalnya membuat monument batu di tumpuk-tumpuk di dekat Bundaran Hotel Indonesia yang akhirnya dibongkar. Kemudian membayar DP untuk balapan Formula E di kawasan Monas. Disaat pandemik yang akhirnya batal Karena memang tidak masuk akal.

Kawasan Tanah Abang yg sudah mulai tertata rapi, di buat macet parah kembali dengan memperbolehkan pedagang asongan untuk berjualan kembali, di bahu dan trotoar jalan. Kalau saja anggaran mubazir ini dipakai untuk penanganan banjir misalnya pengerukan sungai, kali dan mempertinggi penahan bantaran Kali. Masyarakat DKI tidak akan sengsara terdampak banjir, yang salah satu faktornya di akibatkan kekonyolan Gubenur Anies.

Persoalan lainnya adalah dampak ekonomi. Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, potensi kerugian ekonominya bisa mencapai Rp 1 triliun. Dan yang paling terdampak adalah bisnis retail, penurunan bisa terjadi hingga 40 persen saat banjir tiba. Padahal saat ini, ekonomi di Indonesia sendiri sudah terpuruk akibat adanya pandemi Covid-19.

Harus diakui bahwa memang banjir kali ini ada kaitannya dengan kondisi cuaca ekstrem. Namun kalau saja Anies serius bekerja dan memprioritaskan persoalan banjir pasti dampak negatifnya dapat berkurang. Apalagi ia telah memegang jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta cukup lama, yakni selama 3,5 tahun. Ketimbang terus-menerus membuat pencitraan dan melontarkan pernyataan konyol terus-menerus.

Kesampingkan pula sikap egois dengan menolak program gubernur terdahulu. Padahal jelas-jelas program tersebut memiliki dampak besar terhadap penurunan risiko banjir di Jakarta. Jangan pula hanya berkutat pada masalah kecil seperti, pembangunan trotoar, pembelian lem aica aibon, revitalisasi monas, hingga pembongkaran Tanah Abang. Namun abai terhadap masalah banjir yang sudah menjadi sahabat karib Jakarta.

Oleh: Sony Kusumo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun