Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perang Ukraina 2022: Reaksi Rusia atas NATO dan Superioritas AS

25 Februari 2022   18:22 Diperbarui: 26 Februari 2022   07:55 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kendaraan kargo militer melaju di tengah kota Kiev, Ukraina, Kamis (24/2/2022). Sirene serangan udara berdengung di Kiev setelah perang Rusia vs Ukraina terjadi.(AFP/DANIEL LEAL)

Perang di Ukraina ini sebagai reaksi dari akumulasi sentimen negatif Rusia atas supremasi Amerika Serikat yang telah mengendalikan NATO dan menjadi ancaman bagi Rusia selama puluhan tahun sejak runtuhnya Uni Soviet 26 Desember 1991.

Ukraina adalah salah satu negara demokratis terletak di Eropa Timur dan berpenduduk 44 juta orang yang menjadikannya sebagai negara peringkat delapan paling banyak penduduknya  di Benua Eropa. Negara ini memiliki luas 603,628 km dan merupakan negara terluas kedua di Eropa sesudah Rusia. 

Serangan Rusia Kamis pagi (24/02) atas Ukraina dengan tembakan rudal ke instalasi militer di ibu kota Kyiv dan beberapa kota lain seperti Kramatorsk di wilayah Donetsk telah memicu berbagai kecaman serta ancaman sanksi komunitas Internasional. 

Serangan tersebut oleh Rusia diklaim sebagai tindakan operasi militer pasca ultimatum Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya Kamis pagi yang menuntut militer Ukraina untuk segera meletakkan senjatanya di wilayah timur Ukraina.

Dalam serangan militer Rusia tersebut, sampai Kamis malam Presiden Ukraina Zelensky melaporkan setidaknya 137 warga sipil dan militer Ukraina tewas serta lebih dari 100.000 orang menyelamatkan diri pergi dari ibu kota, Kyiv, dan kota lain.

Rusia dalam waktu cepat juga telah menguasai kompleks PLTN Chernobyl yang terletak di kota Pripyat, Ukraina Utara, dekat perbatasan Belarus. 

Terdapat 15 reaktor nuklir aktif dan limbah nuklir di Chernobyl, Ukraina. Salah satu risiko besar dalam serangan militer tersebut adalah meledaknya reaktor nuklir di Chernobyl seperti insiden yang terjadi tahun 1986.

Membaca Krisis Ukraina
Krisis ini dipicu oleh sejarah konflik di wilayah Donbass yang terletak di Timur Ukraina. Pemberontakan terjadi di wilayah tersebut untuk memisahkan diri dari Ukraina dan telah menguasai sepertiga () wilayah Donbass. Mereka mendirikan dua negara kecil yaitu Republik Rakyat Luhansk & Republik Rakyat Donetsk. 

Kelompok separatis tersebut didukung Rusia sejak 2014. Saat ini Rusia bahkan telah memberikan kewarganegaraan kepada lebih dari 700.000 orang di Donbas.

Peran Rusia di wilayah tersebut menurut Vladimir Putin untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang dianggap sebagai tindakan genosida. 

Eskalasi konflik meningkat tajam sejak awal tahun 2022 pasca Rusia mengirimkan pasukannya yang mereka sebut pasukan penjaga perdamaian di wilayah yang dikuasai separatis tersebut. 

Estimasi para pengamat militer menyebutkan jumlah tentara Rusia di Ukraina Timur berkisar 190.000 orang. 

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyampaikan bahwa terdapat sekitar 200 ribu personel militer Rusia di perbatasan Rusia-Ukraina.

Source: www.bbc.com
Source: www.bbc.com

Pada era '80an, Uni Soviet memiliki tiga perwakilan di Perserikatan Bangsa-bangsa, yaitu perwakilan Soviet yang kemudian menjadi perwakilan Rusia, perwakilan Ukraina, dan perwakilan Belarus.

Tanggal 27 September 2018, dalam sebuah perbincangan di Universitas Yale yang mengundang Vladimir Pozner, seorang jurnalis dan penyiar Rusia-Amerika terkenal.  

Pozner berbicara tentang dampak kebijakan luar negeri AS terhadap Rusia setelah Uni Soviet dibubarkan. Salah satu pendapatnya yang menarik adalah bahwa saat masa pemerintahan Gorbachev ketika Uni Soviet masih ada, Rusia tidak memiliki sentimen Anti Amerika, meskipun mereka tidak suka White House dan Wall Street. 

Saat itu mereka hanya memiliki sentimen Anti White House dan Anti Wall street, bukan sentimen Anti Amerika.

Namun perkembangan satu dekade akibat kebijakan politik Amerika tidak menempatkan Rusia dalam bingkai kerjasama yang baik melainkan justru dengan supremasi peran AS di Eropa Timur melalui NATO, akhirnya justru membawa relasi kedua negara adi daya tersebut berada dalam tingkat relasi yang seburuk sekarang ini pasca berakhirnya perang dingin.

Pada pidato bersejarah Rabu, 17 Juni 1992, selama kurun waktu 1.000 tahun, Boris Yeltsin menyebut dia adalah Presiden Rusia pertama yang berpidato  di hadapan kongres Amerika. 

Dalam pidatonya Yeltsin menyampaikan bahwa Rusia siap untuk membangun dunia yang lebih baik, dunia tanpa peperangan. Bahkan saat ini juga sebagian besar rakyat Rusia jika bukan soal persahabatan paling tidak mereka sangat menghargai kemitraan (partnership).

Secara umum ada dua kelompok besar sikap politik Amerika terhadap Rusia. Sikap pertama adalah bahwa kebijakan Amerika  untuk memperlakukan Rusia sebagai layaknya negara yang mengalami kalah perang dalam konteks perang dingin.

Sikap politik pertama ini fokus pada bagaimana memperlakukan Rusia dengan banyak kerjasama Internasional tetapi dengan syarat fasisme dan komunisme tidak terjadi lagi di negara yang mengalami kalah perang tersebut.

Sikap politik yang mirip seperti ini kita kenal sebagai kebijakan politik yang disebut Marshall plan. 

Saat itu, George Marshall, sekretaris negara memiliki inisiatif untuk membuat rencana program pembangunan ekonomi skala besar (1947 - 1951) oleh Amerika Serikat yang bertujuan membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di Eropa setelah Perang Dunia II usai. Kebijakan program tersebut kemudian dikenal sebagai Marshall Plan.

Program semacam itu (Marshall Plan) akan dilakukan kepada Rusia. Amerika memberikan berbagai program kerjasama dengan mendatangkan banyak uang namun dengan syarat negara Rusia juga harus menjalankan "agenda demokratisasi ala Amerika".

Gambaran sikap kebijakan politik Amerika kedua adalah sikap yang cenderung akan memberikan hukuman terhadap Rusia sebagai negara yang telah mengalami kekalahan dalam perang dingin.

Ironisnya sikap terbuka Rusia yang sudah ditunjukkan oleh Boris Yeltsin dalam kunjungan ke Amerika tersebut di tahun 1992 tidak ditanggapi secara serius oleh Amerika dan tentunya para sekutunya di NATO.

Beberapa dekade pasca 1992, Rusia memiliki kecenderungan sikap sentimen Anti Amerika yang menyeluruh sampai pada masyarakat akar rumput. 

Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Paul Wolfowitz dan wakilnya Scooter Libby (tanggal 18 Februari 1992) mengeluarkan sebuah dokumen rahasia yaitu versi awal Pedoman Perencanaan Pertahanan untuk tahun fiskal 1994--1999 yang kemudian dikenal dengan Doktrin Wolfowitz. Dokumen ini bocor ke New York Times pada 7 Maret 1992, dan memicu kontroversi publik tentang kebijakan luar negeri dan pertahanan AS.  

Dokumen tersebut secara luas dikritik sebagai imperialis, karena dokumen tersebut menguraikan kebijakan unilateralisme dan tindakan militer pre-emptive untuk menekan potensi ancaman dari negara lain dan mencegah kediktatoran naik ke status negara adidaya. 

Amerika adalah negara adidaya yang tidak boleh ada kekuatan lain mengancam superioritasnya. Ada sedikit perubahan kebijakan politik luar negeri AS dari dasar kebijakan dokumen Wolfowitz ini yaitu kebijakan bahwa Amerika harus tetap mewaspadai Rusia sebagai ancaman kekuatan asing.

Perluasan NATO
Pada tahun 1999, Polandia, Hongaria, dan Republik Ceko bergabung dengan NATO, di tengah banyak perdebatan di dalam organisasi dan oposisi Rusia.  

Ekspansi lain datang dengan masuknya tujuh negara Eropa Tengah dan Timur: Bulgaria, Estonia, Latvia, Lituania, Rumania, Slovakia, dan Slovenia.  

Negara-negara tersebut pertama kali diundang untuk memulai pembicaraan keanggotaan selama KTT Praha 2002, dan bergabung dengan NATO tak lama sebelum KTT Istanbul 2004.  

Pada 1 April 2009, sebelum KTT Strasbourg--Kehl 2009, Albania dan Kroasia bergabung juga ke NATO. Dua negara anggota terbaru yang ditambahkan ke NATO adalah Montenegro pada 5 Juni 2017 dan Makedonia Utara pada 27 Maret 2020.

NATO yang awalnya dibentuk untuk menghadapi ancaman Uni Soviet, namun perkembangannya justru dibentuk sebagai sebuah pakta pertahanan militer untuk berbagai tujuan dengan Amerika sebagai kekuatan superioritasnya, di mana Rusia ditempatkan sebagai salah satu ancaman.

Pemicu Perang
Harapan berakhirnya perang dingin dengan angin perubahan pasca Uni Soviet rupanya tidak diikuti dengan perubahan sikap Superioritas Amerika Serikat.

Situasi konflik internal di Ukraina sebetulnya hanya pemicu kecil yang tidak akan berkembang kepada kompleksitas persoalan operasi militer Rusia. Peran NATO yang sering nampak agresif di Eropa justru merupakan faktor penyebab krisis di Ukraina.

Meningkatnya jumlah korban tewas, akan menjadi legitimasi NATO untuk menuduh Rusia sebagai musuh bersama dunia yang menghancurkan perdamaian di Eropa.

Perang tersebut juga diklaim sebagai ancaman serius yang membahayakan seluruh struktur keamanan benua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun