Perang di Kurusetra sebagai bagian penting dari wiracarita Mahabharata, sering dinarasikan sebagai perebutan kekuasaan antara lima putra Pandu dengan seratus putra Dretarastra.Â
Kisah Mahabharata sejatinya juga bisa dimaknai secara simbolik sebagai ajaran sistem filsafat timur tentang pertempuran antara kebaikan dan keburukan.Â
Pandawa menjadi simbol kebaikan dalam sosok SATRIYA yang mencoba mengalahkan keburukan dalam perang maha besar. SATRIYA diharapkan menjadi Pahlawan, yang memiliki karakter Visioner, Bersahaja & Sederhana, Tulus Ikhlas, serta sebagai sosok Patriot Pejuang.
Pandemi Covid-19 adalah Padang Kurusetra dimana peperangan baik dan buruk berlangsung. Banyak hal menggelitik nalar dan hati kita tentang kualitas tata kelola penanganan pandemi covid-19 di tengah keprihatinan yang sedang melanda dunia.Â
Salah satu halnya adalah tentang penegakan prinsip aparatur sipil negara yang bersih dan berwibawa dalam menanggulangi wabah ini. Inti persoalan seputar aparatur negara sebagai tokoh SATRIYA Â yang bersih dan berwibawa ada pada tiga hal prinsip utama, yaitu: kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas.Â
Pemerintah sudah mencoba menghadirkan negara sedekat mungkin kepada rakyat yang salah satunya dilakukan melalui bantuan sosial. Strategi pemerintah tersebut realitanya menghadapi banyak tantangan terseoknya para SATRIYA di padang pertempuran covid-19.
Logika "Defense" Terbalik
Ada persoalan pada kejujuran hati nurani para pejabat, apakah mereka sudah transparan (memberikan akses informasi ke publik) atas laporan pertanggung jawaban program atau belum?Â
Persoalan lainnya juga berkaitan dengan akuntabilitas moral dan sosial penggunaan anggaran secara tepat sasaran, tegat guna dan tepat manfaat. Akuntabel mengandung makna secara finansial "auditable", secara sosial dan moral "responsible".
Para pejabat yang dilantik sudah menandatangani dan mengucapkan pakta integritas dalam menjalankan tugas mereka. Prinsip transparan dan akuntabel sudah seharusnya melekat dalam jabatannya tersebut.
Pejabat publik dalam menjawab persoalan masyarakat sering menggunakan Logika terbalik dan justru terkesan defensif. Pejabat publik dalam agenda reformasi birokrasi harus menjadi pelayan publik ("civil servant"). Pusat dari pelayanan publik adalah rakyat bukan pejabat.Â