Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguji Insinuasi Matinya Demokrasi di Era Jokowi

29 November 2020   20:49 Diperbarui: 30 November 2020   03:47 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (foto: IG Anies)

Tulisan Prof. Dr. Pierre Suteki memiliki struktur kerangka logika yang diambil dari buku Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Struktur tulisan yang tepat seperti sumber referensinya itu sayang diisi dengan justifikasi narasi sesat sesuai dengan kepentingan penulis.

Penulis dalam hal ini Prof. Suteki dicopot dari jabatan Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum, Ketua Senat Fakultas Hukum dan Anggota Senat Akademik, berdasarkan surat resmi yang ditandatangani oleh Rektor Undip Prof.Dr. Yos Johan Utama, SH, MHum pada Januari 2019.

Sanksi pencopotannya merupakan imbas dari keberadaan Suteki menjadi saksi ahli sidang gugatan Hitzbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai bentuk pelanggaran atas Peraturan Pemerintan Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 

Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan. 

Hitzbut Tahrir Indonesia (HTI) pada tanggal 19 Juli 2017 telah resmi dibubarkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM yang secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. 

Pencabutan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Menko Polhukam Wiranto saat itu mengungkapkan tiga alasan utama pembubaran HTI antara lain : HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. 

Kegiatan yang dilaksanakan HTI juga terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, ideologi Pancasila herta UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Kegiatan  HTI juga dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pegiat HTI juga menunjukkan sikap  menentang dasar negara Pancasila dan UUD 45. Pancasila dan UUD'45 disebut sebagai sistim thaghut yang harus ditinggalkan.  

Apakah ketegasan pemerintah membubarkan HTI serta membatasi berkembangnya faham yang bertentangan dengan Pancasila dianggap memenuhi indikator otoritarianisme ?  

Sistem Demokrasi membutuhkan aturan main agar tidak menjadi barbarian. Aturan main dalam sistem demokrasi Pancasila ada pada Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun