Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Membaca Pertanda Alam Dipandang Berhala

16 Desember 2018   20:21 Diperbarui: 16 Desember 2018   21:11 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, menjamu anak wina dalam adat kelas budaya Manggarai [dokpri]

Sekali lagi keduanya menjawab mereka hanya mengacu kepada apa yang terdapat dalam kitab suci.

"Apakah ada teks dalam kitab suci yang menjelaskan pertanda alam untuk mulai menanam dengan tepat?" Saya masih belum mau kalah.

"Ketika mendekati musim hujan, antara November dan Desember kami menyelenggarakan ibadat padang untuk membuka musim tanam. Saat itu kami berdoa mengharapkan berkat agar kelak panen berlimpah." Ayah si kades bertahan kepada keyakinannya bahwa apapun bisa terjadi asalkan manusia sungguh berharap campur tangan Tuhan.

Dalam hati saya mengomel, betapa kesalnya Tuhan ketika Ia telah membisiki pengatahuan kepada nenek-moyang orang-orang ini tentang bagaimana membaca pertanda alam namun mereka mencampakkannya lalu tak henti-hentinya berseru mohon keberhasilan dalam segala usaha.

Dua hari kemudian di desa seberang, kami menyelenggarakan kelompok diskusi terfokus. Berdasarkan pemetaan klan di desa tersebut menjadi tahulah saya salah satu klan terbesar adalah sebuah marga yang menurut prasangka saya--berdasarkan pengetahuan dari komunitas Helong daratan di Kota Kupang--adalah marga yang memiliki pengetahuan dan keahlian meramu obat-obatan dari kekayaan hayati di hutan.

Bagi saya, pengakuan dan pelestarian pengetahuan dan keterampilan meramu tetumbuhan dan tanaman khasiat obat sungguh penting. Saya teringat sebuah program yang dilaksanakan seorang kawan bersama suatu komunitas di Palu, Sulawesi Tengah. Untuk mengatasi kelangkaan layanan kesehatan, dihidupkan kembali praktik meramu tanaman berkhasiat obat, diorganisasikan secara lebih moderen.


Ketika diminta menyebutkan unit-unit sumber daya yang dimanfaatkan dari hutan, obat-obatan trandisional tak muncul dalam jawaban kelompok diskusi terfokus.

Saya lantas teringat kisah masa lampau tentang perburuan dan pembunuhan para perempuan cerdik pandai dari masa kekelaman gereja, ketika para perempuan pandai di anggap tukang sihir. Dugaan saya, demikian pula orang-orang ini menyembunyikan dan memusnahkan sendiri pengetahuan turun-temurun mereka karena takut dianggap berhala.

Maka berceritalah saya tentang marga tertentu di Helong daratan--sebutan orang Helong Pulau Semau terhadap saudara mereka di Kota Kupang--yang memiliki pengetahuan istimewa mengenali khasiat tetumbuhan bagi pengobatan beragam penyakit.

Akhirnya seorang peserta bermarga serupa angkat tangan dan bercerita bahwa  memang di desa tersebut jika seorang yang mengalami patah tulang diurut oleh orang dari marganya, si penderita akan lebih cepat sembuh.

Yah, demikianlah. Salah kaprah yang memandang pengetahuan lokal warisan turun-temurun sebagai bertentangan dengan ajaran agama telah berkontribusi terhadap hilangnya begitu banyak pengetahuan dan praktik bijak memanfaatkan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun