Mohon tunggu...
tika habeahan
tika habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

MENJADI BERKAT BAGI SESAMA

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Refleksi dari Kursi Merah dan Ruangan Kelas

5 Desember 2021   22:38 Diperbarui: 22 Desember 2021   15:00 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Lagi-lagi letak kursi merah yang strategis itu,membuat mata tak henti-henti memandangi lingkungan kampus yang bersih dan asri Pepohonan yang hijau dengan dedaunan rindang seakan menambah pesona indah disiang hari. Dibawah salah sau pohon terdapat dua bak sampah yang setia menunggu sampah-sampah mahasiswa dan cleaning service. 

Pada saat itu ,saya melihat seorang teman membuang sampahnya dibak tersebut. Melihat sikapnya yang cinta dengan lingkungan saya teringat dengan Ajakan Paus Fransiskus dalam ensikliknya yang berjudul " Laudati Si" Beliau berkata bahwa bumi adalah rumah kita.

Momen kecil ini mengingatkan saya bahwa bumi empat dimana saya berpijak  mestinya mendapat porsi yang lebih alam hal menjaga dan merawatnya. Salah satu hal praktis yang dapat saya lakukan  adalah dengan cara tidak membuang sampah secara sembarangan dan merawat lingkungan sekitar saya.

Belajar dari ruang kelas

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Kursi merah itu akan kami tinggalkan ketika kami harus mengikuti jam perkuliahan. Seperti biasanya ritme perkuliahan dikampus saya itu adalah sebelum memulai kegiatan perkuliahan kami selalu melantunkan doa sebagai bentuk rasa syukur atas rahmat Allah yang kami terima. kegiatan ini sifatnya wajib dan masing-masing dari kami akan mendapat giliran untuk membawakannya.

Sebagai mahasiswa yang tertua ,saya lebih banyak memaklumi sifat dan karakter kawan-kawan yang kadang terlihat kekanak-kanakan,bermalas-malasan bahkan tidak memperhatikan apa yang dikatakan dosen karena sibuk bermain gadget.

Menerima dan memahami kenyataan seperti ini membutuhkan waktu yang cukup lama bagi saya. Lambat laun saya dituntut untuk belajar menerima dan memaklumi karakter mereka.

Saya menyadari bahwa ketika saya berada  diusia seperti mereka saya pernah melakukan hal demikian,bahkan lebih parah dari apa yang mereka lakukan.

Tingkah mereka yang aneh membuat saya banyak tersenyum. Hampir setiap pertemuan diantara kami selalu ada hal yang menyenangkan sekaligus menjengkelkan.

Menjengkelkan bisa terjadi akibat diskusi yang mandeg,tugas yang belum selesai dan lebih sering karena tidak siap untuk persentasi. Namun meski demikian,raut wajah yang marah tidak saya tamppakkan. Alasannya agar mereka tetap nyaman belajar bersama saya. Itulah pertimbangan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun