Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Tinggal Menunggu Kematian Ilalang

18 Februari 2015   04:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424184818423605143

Drama berseri menghias negeri
Lelucon paron dilema ambisi
Tangis kebengisan
Regang gelap malam
Lidah membiru menelan fakta

Angin kamuflase
Embun dendam
Menetes, air mata darah

Kalbu bersembunyi melupa
Lupa akan kekuatan sejarah
Sejarah yang berbingkai nestapa
Nestapa kala menegakkan bumi merdeka

Kebenaran bak teka-teki
Antara hidup dan mati
Patah belulang nyali
Kepastian merintih

Alang kepalang rerumputan menuai badai
Tiupan amarah dari kilat tahta
Larung sesaji
Saka prasasti, tak lagi bertaji


Ilalang gemetar
Liukan tari pengantar kematian
Ilusi fenomena
Yang tak tahu lagi sumbu muara

Rumput liar berpesta
Di bawah rembulan purnama kadaluarsa
Menenggak bersloki-sloki pengibaratan
Menatap kelahiran dunia baru kegelapan

Mati ilalang di padang
Padang ilalang mati gersang
Gersang jiwa melumpuh bayang
Bayang kematian ilalang di padang gersang

Ilalang rata menyentuh tanah
Tanah kerinduan tuah nenek moyang
Moyang abadi catatan peradaban jaman
Jaman retak, tumbuh bintik-bintik kekejaman

Lonceng kematian tlah bertalu
Dari huma sederhana pinggir petaka
Pekak telinga hati tertawa
Mengiris sebagian batin untuk menambal luka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun