"Entah Mbok, aku juga males mikir...", gumam Wiwik, dari balik bantal.Â
Tubuh wanita 30-an itu sudah separuh yang terlihat. Daster transparannya tidak lagi benar menutup sebagian tubuh.Â
Bekas-bekas kemolekan seorang Wiwik, bunga kampung, masih nampak jelas. Padahal, tidak ada perawatan khusus yang ia lakukan. Jangankan ke salon, merawat kuku pun sering ia tinggalkan. Kemolekannya, masih belum ada yang menandingi dalam kurun waktu satu dasa warsa ini. Setidaknya untuk sedesa.
"Wik, mbok kalau ada kaji Dullah yang biasa saja...".Â
Tiba-tiba suara itu terasa dekat di telinga Wiwik. Membuat Wiwik tersontak gak karuan. Ia buang bantal yang menutup kepala. Ia tatap si Mbok yang sudah sedepa dengannya.Â
Tapi, Wiwik tidak mampu berucap apapun. Degup dadanya, tidak diimbangi dengan lemahnya tubuh. Apalagi, mata terlihat tak sanggup untuk terbuka dengan sempurna.Â
Padahal, dari dengus nafas janda molek ini, seharusnya, ia terbelalak...Â
(bersambung...)Â
Kertonegoro,
karya    : 7 Januari 2018
diposting  : 5 Juli 2020
Salam,
Akhmad Fauzi
Catatan: