Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan hidup. Indonesia sendiri memiliki lahan gambut yang sangat luas, tersebar di Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Ekosistem ini tidak hanya menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati serta siklus hidrologi. Namun, di balik fungsi vital tersebut, lahan gambut juga rentan mengalami degradasi dan kebakaran, terutama ketika kondisi permukaan air tanah (groundwater level) menurun drastis. Oleh karena itu, pemantauan tinggi muka air tanah di lahan gambut menjadi salah satu langkah krusial untuk mencegah terjadinya kebakaran besar yang kerap melanda wilayah Indonesia.
Karakteristik Lahan Gambut yang Rentan Terbakar
Lahan gambut terbentuk dari akumulasi material organik yang terendam air dalam jangka waktu sangat lama. Karena kondisi ini, gambut memiliki sifat menyimpan air dalam jumlah besar. Namun, ketika air surut dan lahan mengering, gambut menjadi mudah terbakar. Tidak seperti tanah mineral biasa, kebakaran di lahan gambut bisa berlangsung hingga ke lapisan bawah permukaan, menjadikannya sulit dipadamkan dan bisa menyala kembali meski sudah berhari-hari atau berminggu-minggu.
Saat musim kemarau panjang, permukaan air tanah di lahan gambut bisa turun hingga lebih dari 1 meter di bawah permukaan. Kondisi ini sangat berbahaya karena gambut kering menjadi bahan bakar alami yang sangat mudah tersulut. Inilah mengapa kebakaran di lahan gambut cenderung meluas dan menimbulkan bencana besar, baik dari sisi lingkungan, kesehatan masyarakat, maupun ekonomi.
Hubungan Tinggi Muka Air Tanah dan Kebakaran Gambut
Tinggi muka air tanah (water table) merupakan indikator utama kelembapan lahan gambut. Jika air tanah berada di posisi dangkal (misalnya kurang dari 40 cm dari permukaan), lapisan gambut tetap lembap dan risiko kebakaran relatif rendah. Sebaliknya, jika air tanah turun terlalu dalam, oksigen akan masuk ke lapisan gambut dan mempercepat proses pengeringan serta dekomposisi. Gambut yang kering inilah yang sangat rawan terbakar.
Dengan memantau tinggi muka air tanah secara rutin, pihak pengelola lahan, pemerintah, maupun masyarakat dapat mengetahui kondisi aktual kelembapan gambut. Data ini menjadi dasar pengambilan keputusan, seperti kapan harus melakukan pembasahan (rewetting), menutup kanal untuk menjaga kelembapan, atau meningkatkan kewaspadaan pada periode tertentu.
Dampak Kebakaran Gambut yang Mengkhawatirkan
Kebakaran di lahan gambut bukan sekadar fenomena lokal, tetapi membawa dampak luas dan lintas batas. Asap tebal hasil pembakaran gambut mengandung partikel berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan pernapasan jutaan orang. Peristiwa kebakaran hebat pada 2015, misalnya, menyebabkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah dan menjadi sorotan dunia internasional.
Selain itu, kebakaran gambut juga berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Ketika gambut terbakar, karbon yang tersimpan selama ribuan tahun dilepaskan ke atmosfer hanya dalam hitungan hari atau minggu. Hal ini memperparah krisis iklim global. Oleh sebab itu, mencegah kebakaran gambut melalui pengelolaan muka air tanah bukan hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.
Teknologi Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah
Seiring perkembangan teknologi, pemantauan tinggi muka air tanah kini dapat dilakukan dengan lebih mudah dan akurat. Salah satu perangkat yang umum digunakan adalah Automatic Water Level Recorder (AWLR). Alat ini bekerja secara otomatis merekam ketinggian muka air tanah dan mengirimkan data secara real-time ke sistem pusat. Dengan cara ini, perubahan kondisi lahan dapat terdeteksi lebih cepat sehingga langkah mitigasi bisa segera dilakukan.
Selain AWLR, terdapat juga sistem pemantauan berbasis sensor IoT (Internet of Things) yang dapat diintegrasikan dengan platform pemantauan online. Teknologi ini memungkinkan pihak berwenang atau pengelola lahan memantau kondisi gambut dari jarak jauh tanpa harus selalu turun ke lapangan. Data yang dihasilkan tidak hanya berguna untuk mitigasi kebakaran, tetapi juga untuk penelitian, perencanaan tata kelola lahan, serta evaluasi efektivitas program restorasi gambut.
Strategi Pencegahan Melalui Pengelolaan Air
Pemantauan tinggi muka air tanah hanyalah salah satu bagian dari strategi pencegahan kebakaran. Data yang diperoleh harus ditindaklanjuti dengan kebijakan pengelolaan air yang tepat. Misalnya, dengan menutup kanal-kanal drainase yang menyebabkan lahan cepat kering, melakukan rewetting dengan membangun sekat kanal, atau membuat sumur bor untuk pembasahan darurat saat kebakaran mulai terdeteksi.
Keterlibatan masyarakat juga sangat penting. Warga lokal yang tinggal di sekitar lahan gambut harus dilibatkan dalam upaya pemantauan dan pengelolaan air. Dengan pemahaman yang baik, mereka dapat berperan sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dini penurunan muka air tanah maupun tanda-tanda kebakaran.
Menjaga Air, Mencegah Api
Pemantauan tinggi muka air tanah di lahan gambut adalah langkah fundamental dalam upaya mencegah kebakaran besar. Dengan mengetahui kondisi kelembapan lahan secara akurat, pihak terkait dapat melakukan tindakan cepat dan tepat sebelum api meluas. Teknologi modern seperti AWLR dan sensor berbasis IoT semakin memudahkan proses pemantauan ini, sekaligus memberikan data yang berharga untuk perencanaan jangka panjang.
Kebakaran gambut telah terbukti membawa dampak bencana yang besar, baik bagi kesehatan manusia, lingkungan, maupun perekonomian. Oleh karena itu, menjaga agar tinggi muka air tanah tetap stabil adalah kunci utama untuk melindungi ekosistem gambut dan mengurangi risiko kebakaran. Pencegahan yang berbasis data jauh lebih murah dan efektif dibandingkan dengan pemadaman kebakaran yang sudah terlanjur meluas. Dengan komitmen bersama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, lahan gambut Indonesia dapat terus terjaga dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan di masa depan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI