Mohon tunggu...
Tiara AiniZulfa
Tiara AiniZulfa Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Hallo, saya Tiara Aini Zulfa seorang mahasiswa di salah satu universitas di jakarta selatan Program studi ilmu komunikasi jurusan Broadcasting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perempuan dan Pendidikan dalam Perspektif Feminisme; Haruskah Berpendidikan Tinggi?

12 Juli 2022   20:22 Diperbarui: 12 Juli 2022   20:34 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut nur syam dalam blog-nya, ada beberapa variabel yang menyebabkan kenapa banyak perempuan yang tidak memiliki kecenderungan untuk melanjutkan pendidikannya. Pertama, pandangan teologis bahwa perempuan adalah bagian dari lelaki. 

Dia adalah tulang rusuk lelaki, sehingga posisinya dalam relasi antara lelaki dan perempuan adalah relasi yang tidak seimbang. Lelaki lebih superior sementara perempuan lebih inferior. Pandangan ini ada yang diangkat dari teks ajaran agama, bahwa yang bisa menjadi pemimpin adalah kaum lelaki sementara perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.

Kedua, pandangan sosiologis bahwa perempuan dalam banyak hal diposisikan berada di dalam rumah. Lebih banyak berada di dalam urusan domestik ketimbang urusan publik. Masih banyak pandangan sosiologis, yang menyatakan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Relasi antara lelaki dan perempuan berada di ruang rumah tangga, sehingga perempuan lebih banyak berada di ruang domestik tersebut.

Ketiga, pandangan psikologis bahwa perempuan dianggap tidak penting untuk berpendidikan karena posisinya lebih banyak menjadi istri. Di dalam tradisi Jawa, masih banyak anggapan bahwa perempuan harus cepat dikawinkan alasan nya untuk membantu ekonomi keluarga.

Keempat, pandangan budaya adanya anggapan bahwa perempuan merupakan sosok manusia yang secara kebudayaan memang tidak memerlukan pendidikan tinggi. Di dalam hal ini, maka perempuan hanya menjadi pelengkap saja.

Kelima, pandangan ekonomi, bahwa banyak perempuan yang tidak melanjutkan pendidikannya, karena ketidakmampuan ekonomi.


Realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat inilah yang cukup memprihatinkan untuk kaum perempuan karena selalu mendapatkan stereotype dan ketidaksetaraan hak dalam hidupnya. Bagaimana bisa yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya nanti justru malah mendapatkan pendidikan yang terbatas dan terbelakang.

Dilihat dari persepktif feminisme perempuan seharusnya layak mendapatkan kesetaraan serta kedudukan, berkarir dan berpendidikan yang tinggi. Karena jikalau nantinya mereka hanya menjadi ibu rumah tangga. itu adalah keputusan mereka dan ilmu yang mereka dapatkan dalam dunia pendidikan tidak akan sia-sia. 

Karena menurut saya seorang perempuan yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan menjadi sosok panutan bagi keluarganya kelak dan orang-orang sekitarnya. dan apabila ia sudah menjadi seorang ibu akan menghasilkan anak-anak yang cerdas.

Oleh karena itu seorang perempuan berhak dan harus mendapatkan pendidikan yang tinggi dan setara dengan kaum laki-laki. Apabila langkah perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi terhalang oleh stigma yang buruk dan faktor yang lainnya, lalu bagaimana bisa terbentuk penerus bangsa yang cerdas dan unggul?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun