Mohon tunggu...
Erwin Basrin
Erwin Basrin Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas dan Bekerja di Akar Foundation

Aku ini adalah seseorang yang berharap menjadi jutaan rintik hujan yang turun di sore hari….Sebuah rintik hujan yang sederhana!!!, kesederhanaannya dalam menyapa, kesederhanaannya dalam memberikan kesejukkan dan kesederhanaannya dalan memainkan denting gerimisnya..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merawikan Kisah Pertambangan di Renah Sekalawi

28 Februari 2018   14:51 Diperbarui: 28 Februari 2018   15:04 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Masyarakat Suku Rejang yang mendiami Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu memiliki sejarah yang panjang dalam pengelolaan industri ekstraktif, industry Pertambangan. Sejarah tambang melekat dalam mitologi, sejarah tenurial, identitas bahkan dalam budaya masyarakat Rejang yang ada di Lebong. Pinang Belapis, Renah Sekalawi dan Kutai Belek Tebo adalah urutan nama yang diberikan kepada kesatuan wilayah atau Puak Lebong. Sejarah emas, salah satu deposit hasil pertambangan, menempel erat dalam identitas kesatuan tenurial tersebut.

Diceritakan, Ajai (sebutan pimpinan clan patrilineal) dipilih berdasarkan jumlah kepemilikan harta, salah satunya akumulasi jumlah emas yang dimilikinya. Sehingga, orang yang berharta berada berada di urutan pertama dari tiga prasyarat kemudian di ikuti oleh orang berakal, lalu orang yang berilmu. Jumlah harta yang dimiliki oleh Pimpinan komunal akan disumbangkan dan dihibahkan untuk kepentingan warga yang dipimpinnya. Semakin banyak harta yang dimiliki semakin banyak orang yang bisa ditolong. Begitulah logika kontruksi demokrasi komunalisme yang dibangun. Emas dalam bentuk real (alat tukar) adalah ukuran kesejahteraan warganya bukan pimpinan komunal.

"emas memiliki pengaruh yang kuat dalam sejarah kami" Kata Pak Alinudin, salah satu tokoh Masyarakat Hukum Adat Suku IX yang hadir dalam diskusi yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2018 di Ruang Bina Graha Pemerintahan Kabupaten Lebong yang bermoto EMAS. Istilah Mas (emas) Kutai, misalnya sampai saat ini dipakai sebagai sebutan alat transaksi dalam membayar kewajiban masyarakatnya dalam proses pernikahan selain Mas Kawin. Tambah Pak Alinudin ke pada Penulis di sela-sela diskusi.

"86 persen penduduk kampung saya bermata pencarian sebagai penambang" kata Kepala Desa Lebong Tambang yang duduk berdekatan dengan investor tambang PT Tansri Madjid Energy. Indentitas pertambangan lagi-lagi menempel di nama desanya yang bertetangga dengan Desa Tambang Sawah, Lebong Donok dan sudah bisa dipastikan persentasi warganya yang mengantungkan hidupnya dengan tambang lebih besar dibandingkan dengan sector lainnya, misalnya sebagai petani sawah dan kebun. Tetapi, sterotif sebagai Penambang Liar menempel juga ketika dilihat dari kaca mata legal Negara. Padahal, mereka menambang jauh sebelum Negara ini terbentuk dan teknologi pertambangan modern yang ekploitatif di temukan.

Kepemilikan deposit emas dan mineral yang melipah di Kabupaten Lebong dimanfaatkan sebagai menompang utama keberlangsungan hidup dan system budaya komunalisme masyarakat Rejang di Lebong. Ketika Emas menjadi alat transaksi ekonomi yang massif, aktivitas menambang pun dirasuki aura kerakusan yang berujung mengalahkan akal sehat. 

Cadangan Emas menjadi buruan. Itulah yang terjadi dalam perjalanan di Lebong, sehingga hamparan sumber daya emas tidak pernah menjadi berkah, tetapi kutukan. Secara ekonomi, menjerumuskan masyarakat dalam jurang kemiskinan (resource curse hypothesis). Belanda misalnya, merupakan contoh kasus yang sering disebut, di mana kekayaan yang dimilikinya justru memerangkap negara Belanda dalam situasi stagnasi, fenomena ini dikenal dengan istilah Dutch disease (penyakit Belanda). Perubahan ekonomi berbasis komunalisme menuju kapitalisme membuat lebong terinfeksi gejala Dutch disease.

Perburuan emas di Lebong, dilakukan jauh sebelum kedatangan colonial Belanda. Perburuan emas telah dilakukan oleh Raja Paga Ruyung Sultan Daulat Mahkota Alamsyah untuk mencari daerah baru yang tanahnya mengandung emas bisa jadi menjadi factor utama yang menjadikan Raja Mawang yang berdarah Minang memerintah Lebong meskipun di ceritakan hanya dalam waktu yang singkat sebelum digantikan oleh Ki Karang Nio. 

Demikian juga dengan kedatangan para Bikau yang melakukan penaklukan melului system perkawinan, bisa jadi merupakan agenda perburuan emas. Kata-kata Lebong yang berarti berkumpul merupakan buah karya dari para Bikau yang lahir melalui prosesi penebangan kayu Benuang Sakti. Pasca prosesi tersebut nama Renah Sekalawi semakin meredup dan Lebong semakin bersinar bak pancaran pantulan sinar gigi palsu dari emas. Jadilah Lebong di konotasi sebagai wilayah pertambangan.

Secara massif perburuan emas mulai dilakukan oleh colonial Belanda. Penaklukan dimulai secara politik melalui kesepakatan antara Suku Rejang dengan Kolonial Belanda di Topos pada tahun 1866, salah satu poin kesepakatannya adalah Pemerintahan Kolonial Belanda tidak boleh ikut campur dalam pelaksanaan adat istiadat meskipun dikemudian hari campur tangannya sangat kuat dengan memberi Gelar Pangerah kepada Pesirah yang kooperatif. 

Kelemahan bangsa Suku Rejang pada kesepakatan 1866 adalah abai dengan kekayaan alam yang terkandung di wilayah pertuanan suku mereka. Kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintahan Kolonial, berlahan Kolonial Belanda memakai Mijn Reglement 1850 sebagai landasan hukum untuk mengambil alih, mengatur serta memanfaatkan bahan mineral untuk kepentingan Pemerintahan Belanda. Menurut catatan Helfrich, di tahun 1870 merupakan tahun tersulit dan puncak kemunduran bagi kekuasan elit pribumi terutama di wilayah Rejang yang mempunyai deposit mineral, karena pada tahun tersebut jabatan regent (bupati) dihapus.

29 tahun kemudian, Pemerintahan colonial Belanda memperbaharui aturan Mijn Reglement 1850 dengan mengeluarkan Mijnwet 1899, hukum pertambangan ini dibuat Staten Generaal dengan pemerintahan pusat di negeri Belanda. Dalam aturan baru ini, posisi pemerintahan jajahan Hindia Belanda amat sentral dalam hal mengurus pertambangan di wilayah jajahannya. Siapa saja yang hendak menambang, harus mengantongi izin dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun