Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mungkinkah PKH itu Pemutus Rantai Kemiskinan?

5 Februari 2019   06:23 Diperbarui: 6 Februari 2019   14:57 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cakupan PKH tahun 2017 s.d. 2018 (sumber : pkh.kemsos.go.id)

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apakah maksud dari program PKH tersebut? Mengapa program tersebut harus dibuat oleh pemerintah?

Mengacu pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan, bahwa Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disingkat PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang  miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH (Pasal 1 ayat 1).

Tentu Peraturan Menteri Sosial yang dimaksud merupakan bentuk dukungan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

PKH sendiri telah ada sejak 2007. Namun di masa Pemerintahan Jokowi, jumlah Keluarga Penerima Manfaat PKH terus bertambah dari 2,79 juta KPM tahun 2014, kemudian menjadi 3,5 juta tahun 2015 bertambah lagi menjadi 5,9 juta tahun 2016, kemudian menjadi 6,2 juta tahun 2017, dan sejak tahun 2018 jumlahnya sudah mencapai 10 juta KPM. 

Cakupan PKH tahun 2017 s.d. 2018 (sumber : pkh.kemsos.go.id)
Cakupan PKH tahun 2017 s.d. 2018 (sumber : pkh.kemsos.go.id)
Adapun alasan pemerintah membuat PKH tersebut bertujuan (a). untuk meningkatkan taraf hidup Keluarga Penerima Manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial; (b). mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan; (c). menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian Keluarga Penerima Manfaat dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan sosial;  (d). mengurangi kemiskinan dan kesenjangan; dan (e). mengenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada Keluarga Penerima Manfaat. (Pasal 2).

Berharap dengan keberadaan PKH dapat menjadi upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di negeri kita guna mewujudkan amanah cita-cita dan tujuan NKRI  yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Berdasarkan data BPS pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Hal itu sesungguhnya sudah berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang lalu yakni sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).

Walaupun demikian, bangsa kita masih tetap memiliki banyak "pekerjaan rumah" untuk mengangkat kehidupan dari 25,95 juta orang tersebut. Tanpa campur tangan berbagai pihak termasuk pemerintah, maka bukan tidak mungkin jumlah tersebut akan meningkat kembali.

Sekarang, bagaimana caranya agar jumlah itu terus menerus dapat ditekan. Sehingga bangsa kita semakin kuat secara ekonomi dan mampu berada sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Hingga saat ini, PKH sendiri adalah sarana yang dianggap tepat untuk membantu mendorong kehidupan masyarakat yang terbatas secara ekonomi.

Faktanya, bahwa Program Perlindungan Sosial yang demikian dikenal juga di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT). Terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi negara-negara yang menjalankannya, terutama dalam menanggulangi masalah kemiskinan kronis.

Program prioritas nasional seperti itu, oleh Bank Dunia dinilai sebagai program dengan biaya paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan antar kelompok miskin dan kaya, juga merupakan program yang memiliki tingkat efektivitas paling tinggi terhadap penurunan koefisien gini ratio.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun