Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jakarta Dulu-Sekarang di Mataku

25 Januari 2017   12:55 Diperbarui: 11 Desember 2017   10:58 17981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang dan malam yeng mama
 Jalan kesana kemari
 Sanak saudara mama
 semua tidak peduli

Sapa suru datang Jakarta
 Sapa suru datang Jakarta
 Sandiri suka, sandiri rasa
 Eh doe sayang

Sapa suru datang Jakarta
 Sapa suru datang Jakarta
 Sandiri suka, sandiri rasa
 Eh doe sayang

Sungguh tiada kuduga aah…
 Hidup akan merana
 Tinggalkan kampung desa
 dapatkan gubuk di kota

Waktu itu saya menyadari ungkapan yang dilayangkan tentang Jakarta, “Kejamnya Ibu tiri, lebih kejam ibukota”. Saya pun akhirnya sempat mundur dan memutuskan meninggalkan Jakarta pertengahan 2002. Saya berkesimpulan bahwa Jakarta tidak cocok untukku dan tidak siap menghadapinya lagi. Saya berangkat ke Pekanbaru (Riau), sambil mengajar bimbingan belajar (bimbel), sembari mencari pekerjaan yang saya impikan. Tapi hasilnya sama saja, susahnya mencari pekerjaan yang diidam-idamkan. Karena itu, saya hanya bertahan tiga bulan disana.

Akhirnya kakiku melangkah kembali ke Jakarta menjelang akhir 2002. Apapun yang terjadi, bagaimanapun kenyataannya, tekadku bulat. Harus bisa bertahan di Jakarta, dengan dua permasalahan yang selalu ingin kuhindari, macet dan banjir. Saya yakin berdoa dan berusaha adalah bahwa saya akan berhasil di Jakarta.

Saya mulai bekerja di Jakarta, berkeluarga. Ujian pun kembali menghadang. Tahun 2006 rumah kontrakan kami pun banjir sampai sekitar 70 Cm. Padahal selama ini daerah itu dinyatakan tidak pernah banjir. Saya, istri dan anak yang masih berumur setahun harus mengungsi, perabotan dan barang-barang banyak yang rusak, pasrah saja waktu itu.

Kemudian, yang membuatku lelah, saban hari saya harus kenyang menikmati asap kendaraan yang sudah tua di Jakarta. Tetapi keyakinan saya bahwa Jakarta suatu kelak akan menjadi kota yang indah dan ramah bagi warganya. Setidaknya harapan itulah yang membuatku tetap bisa menikmati berbagai aktifitas di Jakarta.

Jakarta Kini di Mataku

Saat ini saya tinggal dan bekerja di pinggir Jakarta Timur, tepatnya Bekasi. Tetapi walaupun demikian, saya masih memiliki aktifitas yang tergolong tinggi di Jakarta. Saya melihat kemajuan Jakarta yang semakin baik dan humanis.

Dari sisi transportasi, saya melihat banyak kemajuan. Saya bandingkan ketika saya tiba sekitar enambelas tahun yang lalu. Asap bis umum mengepul, belum lagi harus berlari mengejarnya. Bahkan turun dari bis harus ekstra hati-hati, umumnya supir tancap gas sebelum penumpang turun dengan baik dari bis. Penuh berdesakan dan tak tahunya kalau disamping sudah ada copet.

Sekarang, saya sudah jarang melihat lagi transportasi yang demikian. Kehadiran Trans Jakarta telah memberikan keamanan dan kenyamanan. Halte busway lebih tertata dengan baik untuk para penunggu Trans Jakarta. Belum lagi sistem pembayaran lebih praktis dan murah. Bahkan asap yang dulu paling kuhindari, sekarang sudah sangat jarang kutemui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun