Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Three Ends", Pelangi Bagi Perempuan dan Anak

6 Januari 2017   09:22 Diperbarui: 6 Januari 2017   09:59 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narasumber diskusi 'Bersama Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak' (dokpri)

Untuk kesempatan pertama, Agustina Erni, memperkenalkan salah satu deputi yang ada di KPPPA yakni deputi yang menangani bidang partisipasi masyarakat. Deputi tersebut memiliki mitra kerja dalam masyarakat seperti lembaga organisasi keagamaan, organisasi masyarakat, dunia usaha, kalangan profesi, serta media.

Menurut Erni, bahwa mitra kerja dengan masyarakat tersebut perlu dibangun, sebab KPPPA tersebut terbatas dan tidak akan mampu berjalan sendiri, mengingat bahwa SDM KPPPA sangat terbatas bila bandingkan dengan luas wilayah Indonesia serta jumlah penduduk yang mencapai 252 juta jiwa.

Apalagi dari jumlah penduduk tersebut terdiri dari 49,75% perempuan. Kemudian 1/3 jumlah penduduk tersebut adalah usia anak dibawah 18 tahun yang menjadi fokus perhatian KPPPA tersebut. Itulah alasan pertama mengapa peran masyarakat sangat penting dan strategis dalam mendukung usaha untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Selain itu,isu kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut ada disekitar keluarga dan masyarakat. Sehingga masyarakat tentu akan lebih cepat dan mudah aksesnya masuk dalam penanganan masalah, bila terjadi.

Erni juga memaparkan perlu pemberdayaan setiap elemen seperti anak atau perempuan, keluarga dan masyarakat secara bersama. Artinya tidak hanya memberdayakan satu atau dua elemen saja, tapi keseluruhannya. Hal ini menjadi rujukan dari Teori Ecological Models of Human Development (Bronferbenner). Menariknya teori tersebut lebih tepat diterapkan di negara non kapitalis.

Kemudian membangun prinsip sinergi untuk setiap unsur dalam masyarakat tidak boleh diabaikan, terutama dalam hal berbagi informasi dan pengetahuan serta tidak saling menyalahkan dalam kekurangan maupun kegagalan.

Terakhir, Erni juga menambahkan bahwa penanganan dengan konsep mitigasi sosial perlu juga dikembangkan. Misalnya, dalam sebuah masyarakat ada 10% lokasi yang positif atau yang baik, maka 10% tersebut menjadi percontohan, tentu dengan mendapat dukungan dari pemerintah ataupun masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan mampu memengaruhi 90% lokasi yang negatif atau buruk tersebut.

Selanjutnya narasumber kedua Sri Astusi memaparkan pengalamannya sebagai pendamping perempuan & anak Rusun Marunda. Sri Astuti mengawali pemaparannya dengan kompleksnya permasalahan di wilayah binaannya. Padatnya penghuni di rusun tersebut, lingkungan yang kurang aman dan nyaman, dapat menimbulkan masalah-masalah sosial, seperti kekerasan seksual pada anak, perilaku hubungan yang kurang wajar, serta maraknya penelantaran.

Untuk penanganan masalah tersebut, khususnya untuk korban selama ini, prosesnya terlalu panjang serta kurangnya pendampingan bagi korban. Sehingga banyak korban permasalahannya tidak terselesaikan dengan baik. Untuk itu telah diusulkan dibentuk ruang layanan khusus untuk perlindungan anak di rusun tersebut. Disamping proses penanganan lebih mudah, tetap ada pendampingan terhadap korban.

Sri Astusi mengganggap tindakan preventif perlu ditingkatkan untuk meminimalkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, perlu langkah-langkah solutif. Diantaranya yang sedang diusulkan dan dirancang bangun adalah pemberdayaan warga yang potensial. Seperti yang telah disampaikan Erni tentang mitigasi sosial, yakni harus melibatkan 10% warga potensial untuk mempengaruhi yang lainnya.

Setidaknya langkah tersebut telah dimulai melalui outbond-outbond. Melalui outbond diharapkan ada suasana yang berbeda. Melalui outbond akan terbangun suasana kekeluargaan, kerjasama dan kepemimpinan. Dengan pendekatan ini diharapkan informasi, ide-ide dan solusi bisa lahir dari warga potensial tersebut. Dengan demikian mereka bisa menjadi champion atau agen-agen perubahan yang berdaya dan mampu melakukan pendampingan langsung terhadap masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun