Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[LOMBAPK] Terima Kasih Mark Zuckerberg

2 Juni 2016   08:31 Diperbarui: 2 Juni 2016   08:35 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : http://depositphotos.com/2566491/stock-illustration-postman.html

“Pos….” teriak tukang pos.

Karena belum ada sahutan dari dalam rumah, dia mengulangi lagi.

“Pos…..”

Saya dan adik-adik berlari dari rumah menuju halaman rumah untuk nyamperin tukang pos.

“Ini ada surat dek,” kata tukang pos. Lalu tukang pos bilang lagi, “tolong titip sama papanya ya!”

“Baik pak!” Sahutku sambil menerima sepucuk surat.


“Terimakasih Pak Pos!” lanjutku.

Kami masuk rumah mendekati ayah yang sedang sibuk mengetik sedari tadi. Lalu menyerahkan surat itu ke ayah. Tanpa berlama-lama ayah kami mulai membuka surat tersebut.

Bagi sebagian orang, mungkin setelah terima surat dari tukang pos pasti ada yang langsung nyanyi…. “Hari ini kugembira, melangkah di udara, Pak Pos membawa berita dari yang kudamba, sepucuk surat yang wangi, warnanya pun merah hati…………” pembaca lanjutin aja ya! Hahahaha….

Kalau ini beda dong. Ayah kami pelan-pelan mulai membaca suratnya. Wajahnya malah terlihat bahagia campur sedih. Kami penasaran. Sebelum kami bertanya ayah langsung angkat bicara.

“Bulan depan kita akan pindah ke Sibolga” Ayah dapat tugas (tempat pelayanan baru).

“Horee………….kita akan pindah!” Reaksi ini sontak keluar dari mulut kami. Tapi setelah diskusi ini dan itu, tiba-tiba kami bersedih. Kami akan meninggalkan 1001 kesan yang sudah kami rasakan di tempat ini (Rahutbosi-Pangaribuan). Inilah ternyata yang membuat ayah kami ketika baru membaca suratnya terlihat bahagia campur sedih.

Tidak lama kemudian, perlahan-lahan, kami juga memberitahukan ke tetangga. Berita inipun mulai menyebar sampai ke ujung desa kami. Bahkan di sekolahku juga.

Reaksi yang timbul dari teman-teman gak jauh beda dengan yang kami rasakan. Ada rasa sedih. Waktu itu saya baru masuk di kelas 6 SD. Artinya sudah lima tahun persahabatan yang sudah kami bangun.

Pagi itu, bel berbunyi, guru kami masuk kelas. Karena hari ini adalah hari terakhirku di sekolah tersebut,  maka guruku memberikan pesan dan wejangan. Disusul perwakilan dari teman. Sementara saya juga diminta untuk menyanyi sebagai kenangan terakhir bagi mereka. Susah rasanya mau bernyanyi, rasa sesak di dada mulai terasa. Mataku mulai berkaca-kaca. Beginilah ternyata rasanya berpisah.

Saya bernyanyi. Ntah kenapa, yang saya nyanyikan lagu “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Kita, Tanah Air, Pasti Jaya Untuk Selama-lamanya, Indonesia Pusaka, Indonesia Tercinta, Nusa Bangsa dan Bahasa, Kita Bela Bersama.” Teman-temanku langsung tepuk tangan.

Guru kami (O.Gultom), sangat mengapresiasi saya. Dia bilang, bahwa “Thur sangat tepat memilih lagunya ya. Walau nanti kita berjauhan tetap kita akan menjadi bagian Indonesia. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa”. Bel berbunyi, pelajaran IPS selesai.

Esok harinya, barang-barang kami sudah dikemas dan dimasukin ke truk. Sementara saya masuk menuju bis yang akan mengantar keluarga kami, tak terasa air mata menetes, tanda perpisahan. Kami mulai berjalan, menuju sebuah harapan. Harapan ketemu dengan teman baru yang baik, lingkungan yang ramah dan sesegera mungkin bisa mulai bersekolah.

Untuk masa yang lama akhirnya kami berpisah dengan teman-teman. Tapi tiga puluh tahun bertemu kembali satu persatu, walau  hanya lewat dunia maya. Terimakasih Mark Zuckerberg, karena facebookmu kami bertemu kembali.

Sekian

Sumber Gambar : Planet Kenthir
Sumber Gambar : Planet Kenthir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun