Mohon tunggu...
Theresia Sumiyati
Theresia Sumiyati Mohon Tunggu... Guru - https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak laki-laki. Senang membaca, menulis, dan bermain musik. Hidup terasa lebih indah dengan adanya bacaan, tulisan, dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjuangan Seorang Wanita Desa

7 Maret 2024   04:31 Diperbarui: 7 Maret 2024   04:40 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ibu, siapa pun tak akan melupakannya. Meskipun tahun-tahun panjang telah dilewati hingga foto buram ibu tak kelihatan lagi, kenangan akan dirinya tak akan pernah hilang. Bahkan kenangan itu dibawa ke liang kubur.

Ibuku seorang wnita desa. Sederhana, sangat sederhana. Kehidupan ibuku bersama kami anak-anaknya jauh dari kemewahan dan hingar bingar pesta pora dan foya-foya.  Kami sangat bersyukur ketika bisa melewati hari dengan makan nasi tiga kali, badan sehat tidak sakit-sakitan.

Ibu seorang wanita pendiam, tidak banyak bicara. Seperlunya saja kata-kata yang dikeluarkan. Tak pernah ada cerita dari mulut ibuku. Tangannya lebih banyak berkata daripada mulutnya. Ibuku menganut sedikit bicara banyak kerja.

Kesehariaannya adalah bekerja. Semua itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Apalagi sejak ditinggal bapak, ibulah yang mengusahakan kehidupan kami supaya tetap berjalan. Kami berlima saat itu belum ada satupun yang bekerja, masih sekolah semua. Entah dari mana biaya yang diperolehnya untuk  kami. Yang kutahu ibu bekerja siang malam, tanpa istirahat yang cukup. Tubuh yang kecil dan kurus menjadi ciri khas ibuku.

Ibuku seorang yang nrimo dalam istilah Jawa, menerima apa yang memang harus terjadi pada dirinya. Termasuk ketika harta yang ia punya dibohongi oleh adik tirinya. Ibu tidak melakukan protes. Beliau tetap saja melakukan kegiatan sehari-hari tanpa menghiraukan hal itu. Hinaan dari adik sendiri diterima hampir setiap hari, karena kemiskinannya. Namun ibu tak pernah menunjukkan kebencian. Tetap saja bersikap biasa seolah tak ada apa-apa dalam hubungan mereka.

Ibu memiliki lima anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Aku adalah perempuan bungsu dalam keluargaku. Kata orang kasih sayang ibu kepada anak bungsunya melebihi kasih kepada yang lain, tetapi aku tak merasakan hal itu. Sepertinya ibuku tak membagi kasih lebih banyak untukku. Kami berlima tetap disayang dengan cara yang tidak sama, karena kepribadian kami yang berbeda.

Kemiskinan yang ibu miliki tidak membuatnya putus asa. Ibuku tetap berusaha mengutamakan pendidikan anak-anak. Semua anaknya disekolahkan walaupun ibuku tak pernah sekolah. Menurutku ibu orang yang cerdas. Jika waktu itu ibu mengenyam pendidikan di sekolah aku yakin beliau akan menjadi wanita karir yang sukses, yang tidak menjadi sasaran ejekan dari saudaranya. Akan tetapi, takdir berkata lain. Dan semua telah terjadi. Ibuku tidak sekolah sampai masa tuanya. 

Karena miskin ibu tidak bisa mewariskan harta kepada kami. Jangankan harta untuk diwariskan, untuk kebutuhan sehari-hari saja kadang kekurangan. Aku ingat, pernah merasa kelaparan karena di rumah saat itu tidak ada makanan sama sekali. Aku menangis dengan suara yang kuat tetapi tetap saja makanan itu tidak ada. Akhirnya aku tidur saja untuk mengurangi rasa lapar. Pasti saat itu ibuku merasa sedih, tidak bisa memberi makan anaknya. Pasti pikiran ibu saat itu kalut, bagaimana mungkin anaknya tidak diberi makan.

Tetapi ibu memang orang yang kuat. Selanjutnya kami bisa makan setiap hari. Entah bagaimana caranya ibuku mendapatkan semua itu. Yang kutahu ibu bekerja tak kenal istirahat. Waktu tidur sangat sedikit, aku tak pernah melihat tidur tenang di malam hari, apalagi di  siang siang hari . Duduk santai saja jarang dilakukan. Baginya tiap menit adalah kerja. Tiap menit adalah usaha untuk anak-anaknya supaya bisa makan dan bisa sekolah. Sungguh luar biasa pengornanan ibuku.

Walaupun tanpa warisan harta kami anak-anaknya bangga dengan perjuangan ibuku. Di sela-sela dirinya yang jarang bicara ada pesan yang kutangakap dari teladan hidupnya.  Rukun dengan saudara menjadi pesan yang utama. Tidak perlu iri dengan kehidupan orang lain, karena setiap orang sudah mempunyai jatah masing-masing.

Ibu yang tidak banyak bicara tetap memberi teladan dengan sikap yang baik. Misalnya untuk bangun pagi, ibuku membangunkan kami tidak dengan omelan, cukup kaki digoyang-goyang sampai kami terbangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun