Kelopak mata lelahku nyaris beradu. Menghanyutkan semua peristiwa yang melintas sebelumnya begitu saja berlalu. Tidak ada kesan, seperti biasanya. Namun, deburan ombak bersahut - sahutan menghantam bibir batu karang, mengajak mataku kembali tegak. Menatap romansa biru muda - tua yang seakan tak bertepi itu.
Balutan pasir putih, menenggelamkan jejak - jejak kakiku yang mulai enggan bergerak. Angin laut mengibas rambutku yang tergerai manja di bahu. Kupicingkan mataku ke salah sudut dermaga. Kian lama kian ku rasakan debaran hangat menjalar di rongga dadaku, merambat ke seluruh bagian tubuhku.
Tiba - tiba saja, bayangan tiang dermaga beradu. Membentuk bayang - bayangmu dengan begitu sempurna. Dan angin menerbangkan roh ku mendekati bayanganmu. Sementara ragaku bergeming.
"Aku lelah" Ujarku sambil menyandarkan kepala di pundakmu.
Kamu begitu dingin. Beku agaknya !
"Mengapa aku harus menunggu ?" Pekikku.
Tatapanmu kosong. Tidak seperti biasanya. Lembah - lembah pelangi yang riang, sepertinya mendung, berawan, dan basah. Itu lah istilah yang kau gambarkan tentang semua hal yang biasa kau lihat dalam setiap perjalananmu, namun bagiku itu bukan sama sekali. Sebab aku benci perjalanan. Aku benci segala sesuatu tentang berharap dan menunggu. Sungguh.
"Aku harus pergi." Suaramu terdengar begitu lirih dan semakin menjauh. Serupa desau angin yang tertiup kembali ke laut.
Lalu bayanganmu semakin lama semakin memucat ... pudar dan hilang bentuk.
Yang tersisa hanya bayanganku memeluk tiang di sudut dermaga.
Sementara pengeras suara berucap, KM. Nusantara telah karam sekitar satu jam yang lalu.