Mohon tunggu...
Theresia Mega
Theresia Mega Mohon Tunggu... Guru - Teacher - Singer - Dancer

Saya suka tari, drama, musik, kuliner :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Jemparingan: Segala Sesuatu yang Dilatih Kontinyu akan Membentuk Karakter

11 Maret 2023   23:45 Diperbarui: 11 Maret 2023   23:48 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Bermain Jemparingan bareng KJOG dan Langenastro (Do. Riana Dewie)

Weekend ini saya isi dengan kegiatan yang menyenangkan. Kata orang sih sekalian 'nguri - uri kabudayan Jawi, warisaning poro leluhur'  atau dengan kata lain melestarikan kebudayaan Jawa, warisan para leluhur.

Saya pernah mencoba olahraga tradisional ini sewaktu jalan-jalan di Candi Borobudur beberapa tahun lalu. Dan baru saja, saya mencobanya kembali bersama Komunitas Paseduluran Langenastro.

Saat ditawari oleh admin Kompasianer Jogja (KJOG) untuk mengikuti acara ini, langsung deh saya tak bisa menolaknya. Ada yang mau bermain Jemparingan bareng saya?  

Melestarikan Kebudayaan dengan Konsep "Paseduluran"

Singkatnya, jemparingan adalah olahraga yang mirip dengan panahan modern namun posisi membidiknya dilakukan dengan duduk bersila. Terdengar unik ya? Betul. Apalagi si pemanah biasanya dilengkapi dengan pakaian surjan, kebaya dan udeng/blangkon sebagai pemanisnya.

Alasan saya antusias mengikuti olahraga yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang Jemparingan.

Sebagai seorang guru, saya merasa bertanggung jawab untuk memberikan ilmu pengetahuan sejarah yang saat ini mungkin semakin langka untuk ditemukan.

Saat mendengarkan arahan tim Langenastro (Doc. Riana Dewie)
Saat mendengarkan arahan tim Langenastro (Doc. Riana Dewie)

Hal baiknya, beberapa paguyuban panahan tradisional menghidupkan lagi kebudayaan ini sehingga para gen millenial, seperti saya... (ahaaaa merasa masih muda) bisa mengenal dan praktek jemparingan seperti saat jaman Kerajaan Mataram Jogja di masa lalu.

Sebelum praktek Jemparingan, saya dan teman-teman KJOG mendapat sambutan hangat dari tim Langenastro dan mereka bersemangat memberikan kisi-kisi tentang olahraga panahan ini. Dimulai dari sejarah jemparingan, manfaat olahraga ini, asal-usul Langenastro, istilah yang sering digunakan dalam jemparingan, filosofi yang terkandung serta goals dari permainan ini.

Setiap insight yang saya dengar benar-benar membuat saya takjub. Bukan hanya karena teknis bermainnya, namun karena maknanya yang erat dengan alur kehidupan manusia.

Mengusung tema "paseduluran" atau persaudaraan, Komunitas Paseduluran Langenastro ini memiliki harapan baik untuk bisa meningkatkan persaudaraan dalam melestarikan setiap kegiatan budaya.

Langenastro, Pelestari Jemparingan di Era Millenial 

Tim Langenastro saat memberi penjelasan (Doc. Vika)
Tim Langenastro saat memberi penjelasan (Doc. Vika)

Nah, tak kenal maka tak sayang. Sebelum bermain jemparingan, alangkah baiknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan paguyuban atau komunitas yang memfasilitasi KJOG untuk bermain panahan tradisional ini.

Jemparingan Langenastro adalah komunitas jemparingan tertua di Yogyakarta yang berdiri pada  18 maret 2012. Atas dasar harapan untuk menghidupkan kembali tradisi sembari berolahraga dan berolahrasa, Langenastro hadir dengan dukungan masyarakat kampung Langenastran Yogyakarta.

Siapa saja sih yang bisa menjadi anggotanya? Tentu saja tidak ada batasan usia sehingga olahraga ini bisa dilakukan oleh semua usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Anak-anak dan remaja dapat menambil value dari jemparingan ini untuk meningkatkan prestasi sedangkan orang tua bisa menjadikan kegiatan ini sebagai olahraga rekreatif sekaligus penyaluran hobi. 

Bermain Jemparingan ternyata Seasyik ini, ya!

Sebelum memainkan jemparingan, peserta mendapat edukasi tentang beberapa istilah yang diambil dari nama Jawa. Beberapa istilah yang masih saya ingat diantaranya adalah Gandewa (busur panah), Jemparing (anak panah) serta Wong-wongan (target yang dipanah).

Memanah itu sendiri juga berasal dari kata "manah", dimana dalam bahasa Jawa ini berarti rasa. Oleh karenanya, saya pribadi mencoba untuk menggunakan rasa atau feel untuk membidik target dan melepas busur panahnya.

Itulah sebabnya mengapa Langenastro menyebut Jemparingan ini sebagai media untuk olahraga sekaligus olahrasa. Ya, karena segala sesuatunya memainkan feel dalam mengambil keputusan.

Coba bayangkan andaikata kita akan berperang, dan menggunakan panah ini sebagai senjatanya. Ya, dibutuhkan rasa untuk menghadapinya. Kok bisa rasa? Ini karena dalam berperang, kita harus memiliki keseimbangan dalam mengatur irama, fokus serta penataan diri sebelum bergerak.

Foto bersama KJOG & Jemparingan Langenastro (doc. Riana Dewie )
Foto bersama KJOG & Jemparingan Langenastro (doc. Riana Dewie )

Tujuannya? Tentu saja mudah tertebak, yaitu agar busur panah tepat sasaran mengenai musuh. Dengan begitu, kita bisa menjadi pemenangnya. Tentu saja, filosofi ini bisa kita aplikasikan untuk banyak hal, misal saat belajar, bekerja, berbisnis serta hal-hal lain yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

***

Saya percaya dengan apa yang dikatakan Langenastro bahwa segala sesuatu yang terus diasah atau dilakukan secara kontinyu akan membentuk sebuah karakter. Inilah yang mendasari permainan atau olahraga jemparingan.

Memang benar, dibutuhkan latihan terus-menerus serta pantang menyerah saat mengalami kegagalan untuk menjadi pemain jemparingan yang hebat. Keunggulan lainnya, olahraga jemparingan bersama Langenastro ini mengajarkan bahwa semua adalah saudara. 

Terimakasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun