Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Adulterer (Cerpen Rohani)

24 September 2021   07:24 Diperbarui: 24 September 2021   07:40 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak tahu. Aku tidak mau tahu. Yang kuinginkan sekarang adalah bahwa aku tidak ingin waktu ini berakhir. Jika aku memang berdosa di hadapan Allah, Ia akan menyatakannya padaku. Pelan -- pelan aku berdoa dalam hati, jika memang Tuhan ada, ia akan menolongku.

Brakk!

Aku terkejut. Begitu juga dengan lelaki di sebelahku. Kami bersegera menutup tubuh kami dengan kelambu tilam. Di belakang pintu yang terbuka tiba -- tiba, sudah berdiri beberapa lelaki berpakaian panjang. Aku mengenal orang -- orang ini. Mereka adalah sahabat -- sahabat lelakiku dari mazhab Farisi. Sekilas aku melihat wajah mereka sebelum menunduk malu, semuanya menampilkan kegarangan dan murka. Wajar, karena aku sedang melakukan perzinahan.

Sebelum aku bisa membela diri, semuanya sudah berada di sampingku, dan memisahkanku dari tilam. Mereka memaksaku untuk bangkit dan berjalan ke luar. Aku tahu ini. Menurut hukum Musa, mereka yang tertangkap berbuat zinah akan dilenyapkan dari muka bumi, dan menurut istiadat yang dianut sekarang, adalah sebuah penghukuman massa. Tidak kusangka akan terjadi secepat ini. Aku akan diseret ke tengah -- tengah kota, dan orang -- orang akan melempariku dengan batu.

Aku sekilas melempar pandang kepada sang pemuda. Orang -- orang Farisi tidak menyentuhnya, karena memang ia belum beristri. Tapi, aku sudah, oleh sebab itu mereka murka padaku. Aku mencari lelakiku, dan ia tidak ada. Entah di mana ia berada. Mungkin ia malu padaku.

Aku berjalan langkah demi langkah, di sekeliling orang -- orang Farisi yang membentuk barisan angkuh. Pemandangan seperti ini langka terjadi di masyarakat, dan sekalinya terjadi, pandangan mata orang -- orang adalah sebuah penghakiman. Kau tidak layak hidup! Kau pantas mati! Kau pantas membusuk di neraka! adalah sebuah teriakan -- teriakan sunyi yang kudapatkan dari orang yang melintas di samping barisan. Ya, memang, aku sudah putus asa. Mungkin sebentar lagi aku akan mati dan menuju ajal.

Perjalananku berakhir di sebuah bukit bernama Zaitun, di depan sebuah Bait Allah. Di tempat itu orang sudah ramai berkumpul, bahkan hingga keluar tempat ibadah. Padahal sekarang bukan hari Sabat. Aku tidak mengerti. Namun aku akhirnya menemukan lelakiku. Ia memakai jubah panjang, sedang berdiri di samping seseorang yang berpakaian putih. Orang itu sedang duduk, dan orang -- orang ramai mengerubunginya. Lelakiku tidak ingin bertemu pandang denganku, bahkan seakan -- akan menghindari diriku.

Aku dibawa ke hadapan keduanya, dan orang -- orang Farisi memaksaku untuk bertelut. Awalnya orang ramai hanya bergumam -- gumam bising, namun begitu mengetahui dosa yang kulakukan, semuanya berbalik menghakimi. Gumam -- gumam itu perlahan berubah menjadi perkataan -- perkataan yang mengecam. Dan lelakiku harus mengangkat tangan agar suaranya terdengar jelas. Aku paham ini. Aku akan mendapat hukuman publik. Namun siapakah lelaki berbaju putih ini?

"Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan -- perempuan yang demikian. Apakah pendapat -- Mu tentang hal itu?"

Aku mulai menyadari sesuatu. Orang berbaju putih itu adalah nabi yang menyulitkan itu. Ia mengubah tatanan hukum Yahudi, dan orang -- orang Farisi dan ahli Taurat berupaya untuk mencobai -- Nya, dengan menggunakanku sebagai contoh dosa. Seharusnya aku sudah layak untuk dihukum mati. Orang itu tidak menjawab, melainkan hanya membungkuk dan menulis dengan jari -- Nya di tanah. Beberapa orang Farisi terus bertanya hal yang sama seperti lelakiku kepada sang nabi. Beberapa menyebut nama -- Nya.

Yesus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun