Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Poor (Cerpen Rohani)

14 Juni 2021   09:50 Diperbarui: 14 Juni 2021   10:02 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku pun bergegas pergi ke rumah, mempersiapkan baju terbaik, dan menyiapkan diri untuk pergi ke Bait Allah. Jaraknya sebenarnya tidak jauh, namun melewati jalan yang cukup ramai karena terletak di pusat kota. Dugaanku benar. Di sepanjang jalan orang -- orang lalu lalang lebih ramai daripada biasanya. Entah ada apa hari ini.

Aku pun tiba di pintu gerbang Bait Allah. Entah mengapa pula, kali ini aku melihat ahli -- ahli taurat dan Farisi berkerumun di pintu gerbang. Mereka seperti sedang merencanakan sesuatu. Seseorang menyapaku di pintu gerbang. Ezio, si penjaga Bait Allah.

"Bait Allah terlihat lebih ramai dari yang biasanya, Ezio?"

Ezio tersenyum, "Tentu saja, Tamim. Ada orang spesial sedang berada di dalam. Kau lihat ahli taurat dan Farisi itu? Mereka sedang kebakaran jenggot akibat ucapan orang itu. Menyaksikannya sendiri membuatku puas."

"Siapa?" ujarku kebingungan.

"Lebih baik kau lihat sendiri di dalam. Tidak mungkin kau tidak mengenalnya. Ia cukup terkenal akhir -- akhir ini."

Aku memutus rasa penasaranku dengan melangkah memasuki Bait Allah. Sejujurnya, aku tidak suka berlama -- lama berada di tempat ini. Aku sudah mengenakan pakaian terbaikku, tapi pakaian orang -- orang lebih rapi dan semarak. Kadang -- kadang di halaman saja kerumunan wanita muda melirikku dan tersenyum mencemooh.

Aku melangkah memasuki ruang ibadah, dan seperti biasanya tempat persembahan berada di paling depan. Karena bukan waktunya ibadah, orang -- orang hanya saling berkumpul dan berbincang. Aku menyusuri tembok samping, kadang -- kadang berusaha menghilang di balik pilar tinggi, membuat diriku tidak menjadi pusat perhatian. Namun benar saja, semakin depan, orang -- orang semakin ramai berkumpul. Dan dilihat dari pakaian mereka, kukatakan mereka orang kaya atau memiliki jabatan penting. Ah, aku menjadi minder.

Tidak mungkin aku bisa memasukkan persembahan tanpa mencolok perhatian. Lihatlah itu, orang -- orang berpakaian bagus memasukkan persembahan dengan rambut yang mengilap oleh minyak, dan hidung yang terangkat. Isi perkamen itu pun pasti bukan main -- main, pasti ratusan peser. Ah, apalah artinya persembahanku ini.

Di balik pilar terakhir aku berhenti dan merenungkan diri. Apakah persembahanku diterima oleh Allah? Apakah persembahanku ada artinya dibanding perkamen -- perkamen tebal itu?

Aku tidak tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun