Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Nenek yang Menghilang

26 Agustus 2020   11:54 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Reyner dungu! Sudah berapa kali aku bilang! Jaga kebersihan di rumah ini! Hal ini yang membuat ibu tidak betah bersamamu."

Namun nadanya berubah menjadi sopan ketika menyaksikan ada orang lain di belakang adiknya. "Dengan siapa, pak? Ada yang bisa kami bantu?"

Tanpa basa -- basi kami memperkenalkan diri kami. Tanpa basa -- basi pula kami langsung memberikan brief singkat mengenai apa yang terjadi. Agustina terlihat terkejut. Reaksinya sama seperti Reyner, ia sangat syok dan terpukul. Agustina jatuh ke lantai. Namun, seperti mengalami dj vu, ia dengan cepat berdiri. Yang terjadi berikutnya adalah sebuah penyangkalan.

"Ti, tidak, tidak mungkin, pak polisi. Tidak mungkin. Aku baru saja menelepon ke rumah ini jam sembilan pagi tadi, dan ibu menjawabnya. Aku tahu bahwa bedeng Utomo Jaya berada dua jam perjalanan dari tempat ini, jadi tidak mungkin jika ia menjawab pada pukul sembilan pagi dan berada di sana pagi ini. Tidak mungkin. Adakah waktu kematian korban?"

Lagi -- lagi. Kami tidak bisa menjawabnya. Hari ini sungguh konyol sekali. Saat kami sangat membutuhkan Mahmud, ia malah cuti. Kasus seperti ini akan membuktikan ketidakkompetenan kepolisian. Tapi Reyner membantu kami dengan memberikan penjelasan bahwa ada kemungkinan yang terbunuh adalah adalah Angelia, bibi mereka. Reaksi Agustina sama.

"Ah, sungguh berita yang menyenangkan! Sudah lama aku menginginkan orang itu mati. Aku minta maaf sebelumnya, pak polisi. Tapi ini berita baik. Orang itu terlalu menjadi parasit di keluarga besar. Lalu, di manakah ibu berada, kalau begitu?"

Reyner menganggukkan bahu tanda ia pun tak tahu menahu. Ia mengatakan bahwa Winda hilang begitu saja. Agustina yang tidak terima memintanya untuk melanjutkan pencarian ibunda yang tercinta. Reyner menyanggupi.

"Kau sudah mengecek kamar atas? Yakin bahwa ia tidak ada di sana? Terpaksa kita mencarinya di sekitar hutan, kalau begitu."

Keduanya lalu bergerak keluar pekarangan setelah meminta ijin dari kami. Aku menatap Charles. Kami berdua geleng -- geleng, seakan saling memahami. Hari ini kami berdua menemui jalan buntu. Kasus ini mengingatkan kami terhadap kasus petir legenda. Tidak ada pemecahannya. Sampai sekarang pun, kasus itu belum terselesaikan.

Hari ini kesialan demi kesialan terus menimpa kami. Yang pertama, Mahmud cuti. Yang kedua, kami salah mengejar tempat kejadian perkara. Bukan di villa ini, melainkan di suatu tempat di aliran atas sungai. Yang ketiga, kami salah menetapkan korban. Bukan Winda, melainkan Angelia.

Karena kesal, aku mencoba melimpahkan perhatian pada tumpukan surat. Aku mengacak -- acak surat -- surat itu. Sebagian besar adalah tumpukan tagihan: listrik, air, telepon, internet, dan lain -- lain. Namun mataku yang jeli memerhatikan sesuatu. Tagihan -- tagihan itu sudah berlangsung beberapa bulan, dan belum dibayar. Lalu di tumpukan paling bawah, terdapat sesuatu yang amat fatal. Ya, surat tagihan dari debt collector. Aku dan Charles saling berpandangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun