Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Nenek yang Menghilang

26 Agustus 2020   11:54 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia segera keluar ruangan, namun di ambang pintu ia berbalik. "Itu artinya polisi belum memastikan bahwa yang meninggal di Utomo Jaya adalah ibu? Ada kemungkinan bahwa ibu masih hidup?"

Aku benci mengakui kelemahan tim polisi. "Benar, Reyner. Tim forensik mendapat kendala hari ini sehingga pengidentifikasian terlambat. Bahkan sekarang aku pun sedang menunggu konfirmasi dari pusat."

Reyner hanya mengangguk, keluar dan kembali dengan sepucuk surat. Di surat itu tertanda pengirim bernama Angelia. Isinya kurang lebih menyatakan bahwa dirinya butuh uang, dan keluarganya kini dikejar -- kejar oleh debt collector. Debt collector adalah sebuah masalah tersendiri dalam dunia kriminal. Aku sering berhadapan dengan mereka dalam kasus pembunuhan. Percayalah, bukan kasus yang menyenangkan jika sudah harus berhadapan dengan orang -- orang itu, karena mereka kadang tidak peduli dengan hukum.

Aku menyadarkan diri. Apa itu artinya kami berada di tempat yang salah? Kriminal tidak terjadi di hutan konyol ini. Artinya Winda masih hidup. Lalu di mana dirinya sekarang? Ah, bukan urusan kami. Aku dan Charles saling bertatapan. Kami paham bahwa mungkin kami berada di tempat yang salah. Charles melempar pertanyaan asal -- asalan kepada Reyner.

"Kau terlihat begitu senang, berbeda dari sebelumnya. Apakah kau tidak menyukai Angelia, bibimu?"

Di luar dugaan, Reyner menjawab cepat. "Tidak, aku sama sekali tidak senang dengan bibiku itu. Dalam kenyataannya, di keluarga besar kami tidak ada yang menyukainya. Suka meminta duit, lalu habis dibelanja dan difoya -- foyakan. Ia pernah tinggal setahun di rumah ini bersama suaminya. Tingkahnya seperti parasit. Sampai -- sampai almarhum ayah yang harus berbicara baik -- baik kepadanya agar angkat kaki."

Baiklah, sepertinya kami berada di tempat yang salah. Bukan Winda yang tewas, melainkan saudaranya akibat ular debt collector. Hanya tinggal menunggu konfirmasi saja dari tim forensik. Mengapa mereka lama sekali?  Aku bertanya pada Charles dan sepertinya ia pun setuju denganku. Akhirnya Charles berbincang -- bincang dengan Reyner mengenai kemungkinan bahwa yang menjadi korban di bantaran Utomo Jaya. Ia mengakui bahwa ada kemungkinan polisi melakukan kesalahan. Sementara itu aku keluar ruangan dan menyusuri lorong. Menangani kasus demi kasus membuat kepalaku sakit.

Aku berjalan ke bagian depan, di ruang tamu, di mana ada meja kecil di tengah -- tengah. Beberapa surat tergeletak di atasnya, satu dengan amplop terbuka. Nampaknya itulah isi surat yang dibawa oleh Reyner kepada kami. Aku mengecek pengirimnya, dan benar, berasal dari Angelia. Namun di bawahnya ada beberapa tumpuk surat. Aku mengecek salah satu surat itu. Pengirimnya adalah Agustina, amplopnya berwarna cokelat terang. Nama itu terdengar familiar. Walau membaca surat adalah perbuatan tidak sopan, namun jiwa detektifku tidak bisa dilawan. Isi surat itu mengatakan bahwa ia akan datang untuk menjemput ibunya lusa tanggal 29 Januari, menuju ke kota. Aku langsung paham.

Pada saat itu kebetulan Reyner dan Charles keluar dari kamar Winda dan menyaksikanku membaca surat cokelat. Aku memerhatikan wajah Reyner. Ia tiba -- tiba terlihat merasa bersalah. Tidak ingin berlama -- lama, aku langsung memberinya tekanan. "Surat ini adalah bukti, Reyner. 29 Januari adalah hari ini, tepat ketika ibumu menghilang. Kakakmu akan datang ke rumah ini. Mengapa?"

"Ya, kakak memang seharusnya datang hari ini. Ibu memintanya untuk mengantarnya ke kota. Kami seharusnya akan bertengkar hebat sekarang. Dan, lihatlah, pak polisi, itu orangnya datang."

Sebuah mobil jeep berwarna ungu terparkir di luar pekarangan. Seorang wanita berusia empat puluh tahunan keluar dari mobil. Sama sekali berbeda dengan  Reyner yang bergaya pedesaan, busananya parlente. Dengan mengenakan kaca mata hitam, hal pertama yang diucapkannya di ambang pintu adalah sebuah keluhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun