Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Nenek yang Menghilang

26 Agustus 2020   11:54 Diperbarui: 26 Agustus 2020   12:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reyner tersedak ketika aku menunjukkan gambar, lalu jatuh ke tanah dan menangis. Aku dan Charles memberinya waktu untuk bersedih. Namun ia kembali berdiri. Ia mengusap air matanya.

"Tidak mungkin, tidak mungkin. Lalu siapa yang kusaksikan di kamar ibu saat aku turun tangga tadi? Tidak mungkin, pak polisi. Aku benar -- benar melihat ibu di dalam kamar jam sembilan pagi tadi."

"Ya, aku tahu, Reyner, kadang -- kadang kita memang suka melihat sesuatu."

Reyner menggeleng. "Bagaimana kalian bisa menemukan rumah ini?"

"KTP Bu Winda berada di dalam tas kecil yang dibawanya."

"Tidak mungkin."

Reyner sudah berjalan kembali ke arah kamar Winda, sementara kami merongrong dari belakang. Charles berkata, "Kedatangan kami ke tempat ini untuk meluruskan sesuatu, tuan Reyner. Apakah Winda memiliki masalah dengan orang lain, yang berpotensi mencelakai dirinya, sehingga kami bisa mengejar orang tersebut."

Namun Reyner sekali lagi tidak menggubris ucapan kami. Kami tiba lagi di dalam kamar Winda. Ruangan itu sebenarnya minimalis. Hanya ada satu rak buku, satu meja rias, dan satu tempat tidur. Di atas meja rias, aku melihat ada satu album foto yang terbuka. Dan ada secarik foto yang tergeletak di atas lantai kayu. Reyner sedang memungut foto itu ketika kami tiba kembali di kamar Winda.

Foto itu sedikit membuat Reyner sentimental. Foto itu merupakan foto portrait, menggambarkan seorang ibu muda yang dikelilingi oleh empat orang anak remaja, tiga perempuan dan satu laki -- laki. Aku cepat memahami. Foto itu adalah foto jaman dulu, Winda dikelilingi oleh keempat anaknya. Reyner tampak masih muda sekali, berusia belasan.

"Ibuku...ibuku...sedang memerhatikan ini ketika aku turun tadi. Ia sedang merindukan anak -- anaknya." ujar Reyner sambil menitikkan air mata.

Jadi, menurut orang ini, Winda ada di sini jam sembilan? Tidak mungkin. Jarak dari villa ini menuju bantaran sungai Utomo Jaya saja sekitar dua jam. Tidak mungkin Winda bisa berkendara secepat itu. Belum lagi rentang aksi pembunuhannya. Sayangnya kami tidak memiliki Mahmud yang bisa cepat menentukan waktu kematian. Sedari tadi aku menunggu laporan tim forensik. Sialan sekali, ini akan menjadi kasus yang sulit. Untungnya, Reyner kini mau terbuka terhadap kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun