Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Petir Legenda [Detektif Kilesa]

11 Agustus 2020   08:46 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:49 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau memakai mobil? Di mana?"

Mahmud menunjuk mobilnya di pojokan jalan. Lalu ia mengangguk, "Ah, aku lupa. Sekuriti depan memang orang jahil. Sebenarnya boleh bawa mobil masuk. Kebetulan aku kenal dengan orang itu, jadi aku kenal dengan keisengannya. Aku lupa memberitahu bahwa ada temanku yang akan datang. Maaf, Kilesa, Charles. Nanti turun kita naik mobilku bersama -- sama."

Terdengar suara menggeram dari belakang, aku tahu bahwa Charles menahan amarah. Begitu pula diriku. Namun aku berusaha untuk profesional. "Sudah, tidak perlu bertele -- tele, Mahmud. Kau tahu aku gampang sakit dalam cuaca seperti ini. Lebih baik kita cepat bereskan kasus ini. Gerimis juga semakin kencang."

Mahmud mengangguk tanda mengerti. Ia membimbing kami memasuki rumah. Tebakanku sepertinya benar. Di dalam, perabotan rumah terlihat baru tanpa adanya kotoran dan debu. Lantai mengkilap. Beberapa pajangan berada di dinding dan lantai. Lampu berlian mewah tergantung di langit -- langit.

"Yang mati adalah penghuni rumahnya? Apakah ia tinggal di sini?"

Mahmud mengangguk, "Namanya adalah Sena. Sena Fransiscus. Usianya 43 tahun. Ia adalah seorang pengusaha muda, di bidang properti. Jadi bisa dibilang, rumah ini adalah salah satu aset yang ia miliki. Ia tidak tinggal di sini. Dalam kenyataannya, ia tidak tinggal di mana -- mana. Ia berpindah -- pindah dari satu asetnya ke aset lain. Dan setelah kucek, memang ia cepat sekali melakukan jual beli aset."

Aku setengah tertawa, "Mungkin ia menghindari pajak? Menghindari debt collector? Dan ia dibunuh? Hati -- hati, Mahmud, aku tidak suka berhubungan dengan preman -- preman debt collector itu."

Mahmud tersenyum kecil, "Tidak, Kilesa, aku yakin kali ini bukan masalah debt collector. Tunggu sampai kalian lihat keadaan almarhum."

"Apa maksudmu?"

Mahmud tidak menjawab pertanyaanku. Ia membimbing kami menaiki tangga menuju lantai dua, dan terpampanglah bahwa lantai dua terdiri dari setengah ruangan tertutup, setengah ruangan terbuka.

Ada halaman yang berlantaikan semen dan batu di luar, dibatasi oleh kaca geser yang besar. Perabotan dapur, meja panggang, dan meja bundar serta pernak -- perniknya berada di dalam, jelaslah lantai ini dimaksudkan untuk dinner romantis atau barbekyuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun