Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Doa yang Sepatutnya Tidak Dikabulkan (2 Raja-Raja 20:1-3)

17 September 2022   11:46 Diperbarui: 17 September 2022   11:48 2070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer yang terkasih, ketika saudara mengalami kesulitan dalam hidup ini, hal yang paling utama dilakukan oleh saudara yang beriman tentu saja berdoa kepada Tuhan. Apalagi jika masalahnya sangat berat dan harus saudara hadapi, tentu dalam doa itu bisa saja disertai dengan tangisan, saudara berharap penuh bahwa Tuhan akan mengabulkan sesuai yang dipohonkan. Tetapi, jika sebaliknya yang terjadi dan tidak seperti yang saudara harapkan, apa tanggapan saudara? Apakah saudara akan menerimanya dengan ucapan syukur atau saudara akan kecewa kepada Tuhan?

Kompasianer, mari belajar dari raja Hizkia yang sangat setia kepada Tuhan, ia hidup benar seperti Daud, bapa leluhurnya (2 Raj. 18:3-6). Dalam kesetiaannya itu, Hizkia mengalami ujian yang sangat berat ketika kerajaan Asyur di bawah raja Sanherib mengepung kota Yerusalem.  Belum lolos dari Sanherib, berita mengejutkan tiba-tiba datang kepada Hizkia melalui nabi Yesaya yang menyampaikan firman Tuhan ketika ia sedang sakit yaitu bahwa ia akan mati, tidak akan sembuh lagi (2 Raj. 20:1).

Betapa hidup orang beriman yang selalu diperhadapkan dengan masalah yang datang silih berganti seperti yang dialami Hizkia. Dalam keadaan terpukul Hizkia kemudian berdoa kepada Tuhan (ay. 2). Isi doanya adalah memohon Tuhan mengingat dia yang selama ini hidup setia dan tulus hati, tapi mengapa dia harus mengalami kenyataan seperti ini sehingga dia menangis dengan sangat sedih (ay. 3). Sangatlah wajar karena Yerusalem masih terkepung dan sekarang ia sekarat menunggu ajal.

Tidak menunggu waktu lama Tuhan segera merespon doanya dengan jawaban yang sangat menggembirakan. Melalui nabi Yesaya Tuhan mengatakan bahwa Ia telah mendengar doa dan melihat air mata Hizkia sehingga Tuhan memutuskan untuk menyembuhkannya (ay. 4-5). Tuhan menjamin dengan empat hal atas kesembuhannya: pertama, pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah Tuhan (ay. 5c); kedua, Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi (ay. 6a); ketiga, Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur (ay. 6a); keempat, Aku akan memagari kota ini (ay. 6b).

Alasan pertolongan Allah ialah oleh karena nama-Nya dan oleh karena Daud, hamba-Nya (ay. 6b). Sarana penyembuhan penyakit Hizkia ialah melalui kue ara yang ditempelkan oleh Yesaya (ay. 7). Dan yang menjadi tanda ajaib bahwa Hizkia akan sembuh dan pergi ke rumah Tuhan pada hari yang ketiga ialah Allah membuat bayang-bayang yang mundur ke belakang sejauh sepuluh tapak (ay. 8-11). Sangat menakjubkan perbuatan Tuhan, namun menurut saya doa yang dikabulkan Tuhan itu justru membawa petaka di kemudian hari. Mengapa begitu?

Argumentasi saya adalah: pertama, keputusan Allah tidak mungkin salah ketika Ia mengatakan bahwa  Hizkia akan mati karena penyakitnya meskipun Ia bisa mengubahnya kembali; kedua, Allah tentu tahu apa yang akan terjadi pasca kesembuhan Hizkia, meskipun Ia mengabulkannya tentu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Kompasianer dapat melihat tulisan saya sebelumnya dengan judul: "Keinginan Yang Sepatutnya Tidak Dikabulkan" dan "Permintaan Yang Sepatutnya Tidak Dikabulkan", ada konsekuensi yang pahit dan mengerikan yang harus ditanggung orang Israel ketika mereka meminta daging sambil menangis dan ketika mereka mendesak agar segera diberikan seorang raja dan Tuhan mengabulkannya.

Ketiga, Tuhan tidak bergantung pada seseorang untuk melepaskan Yerusalem dari ancaman Sanherib, Ia bisa memakai Hizkia atau siapa pun, toh mereka hanyalah alat untuk menyatakan kuasa-Nya. Mengenai perjanjian-Nya dengan Daud akan keturunannya yang akan menjadi raja untuk selama-lamanya di mana para ahli kuatir akan masa depan Yehuda jika Hizkia mati karena dia pada waktu sakit belum memiliki anak, menurut saya ini teori yang berlebihan karena Tuhan tidak pernah kehabisan cara untuk menggenapi perjanjian-Nya guna kedatangan Mesias pada puncak keturunan Daud tersebut. Tapi, mari lihat akibat dari doa yang seharusnya tidak dikabulkan itu.

Pertama, Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan Tuhan karena ia menjadi angkuh. Akibatnya, ia dan Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka Allah (2 Taw. 32:24-25). Kedua, karena keangkuhannya itu Hizkia kemudian pamer kekayaan kepada utusan raja Babel yang pada waktu itu menjadi sekutunya melawan Asyur. Ia pamerkan seluruh kekayaan yang ada di gedung perbendaharaan dan segenap gedung persenjataan (Yes. 39:1-2). Akibatnya, nabi Yesaya menyampaikan firman Tuhan bahwa apa yang ia pamerkan pada hari itu sesungguhnya semuanya akan dibawa ke Babel sebagai rampasan termasuk keturunannya akan menjadi sida-sida di istana raja Babel (Yes. 39:3-7). Padahal kekayaan itu anugerah dari Tuhan kepada Hizkia (2 Taw. 32:27-29).

Demikianlah Hizkia setelah doanya dikabulkan Tuhan, ia justru berubah setia ketika Allah mencobainya supaya diketahui segala isi hatinya (2 Taw. 32:31). Hizkia menjadi pribadi yang munafik dan egois ketika Tuhan menyatakan penghukuman akibat perbuatannya (2 Raj. 20:19) meskipun hal itu tidak akan terjadi di zamannya (2 Taw. 32:26b). Hizkia memang kemudian bertobat (2 Taw. 32:26a), tetapi akibat terburuknya akan segera datang. Apakah itu?

Kelahiran Manasye, anaknya! Dialah yang menggantikan Hizkia menjadi raja Yehuda (2 Raj. 20:21; 21:1). Manasye menjadi raja pada usia 12 tahun, artinya ia lahir di masa Hizkia mendapatkan perpanjangan umur 15 tahun pasca kesembuhannya. Manasye inilah raja yang paling jahat di antara raja-raja Israel yang jahat sekali pun! Silakan saudara membaca sendiri kisahnya sepanjang pasal 21. Meskipun Manasye akhirnya bertobat dan berbalik untuk setia kepada Tuhan (2 Taw. 33:11-17), tetapi akibat perbuatannya telah menyebabkan turunnya penghukuman dari Tuhan berupa malapetaka atas Yehuda dan Yerusalem sehingga mengalami kehancuran total (2 Raj. 21:10-16).

Kompasianer yang terkasih, dari pelajaran tersebut marilah berdoa seperti Tuhan Yesus ketika Ia di taman Getsemani menunggu saat kematian-Nya tiba. Secara manusia Yesus berharap kepada Allah Bapa kalau boleh salib dilalukan, namun Ia menutupnya dengan penyerahan diri total yaitu, "tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (Luk. 22:42). Yuk, belajar bersabar dan bersyukur pada Tuhan apa pun jawaban doa itu, pasti yang terbaik bagi kita semua. Tetap percaya, tetap bersyukur, tetap semangat ya! Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati saudara dan keluarga saudara. Haleluyah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun