Mohon tunggu...
theodora merlyn cv
theodora merlyn cv Mohon Tunggu... mahasiswa

saya suka nonton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Overtourism di Yogyakarta

3 Juni 2025   19:37 Diperbarui: 3 Juni 2025   19:37 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan seharusnya menjadi momen yang menyenangkan bagi setiap orang, tetapi bagaimana jika liburan kita dapat memicu kerusakan pada destinasi yang kita kunjungi? Inilah yang sedang banyak terjadi di destinasi wisata populer Indonesia, salah satunya Yogyakarta. Fenomena seperti ini disebut dengan overtourism atau pariwisata massal. Peristiwa ini terjadi ketika jumlah wisatawan yang datang ke suatu destinasi melebihi kapasitas dari tempat tersebut. Overtourism menjadi tantangan yang cukup serius dalam pengelolaan pariwisata, karena dapat mengganggu kenyaman, merusak lingkungan, dan juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi dari masyarakat lokal.

Dampak overtourism di Yogyakarta semakin terasa, salah satunya yang paling disoroti yaitu kemacetan lalu lintas, terutama pada kawasan wisata seperti Malioboro, Tugu, dan daerah Titik Nol sering mengalami kemacetan yang cukup parah, apalagi saat weekend dan musim liburan. Kemacetan lalu lintas ini menyebabkan jalanan menjadi padat dan dapat menyebabkan kenyamanan dari wisatawan maupun warga lokal terganggu. Tidak hanya itu, overtourism juga menyebabkan meningkatnya sampah-sampah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Tidak hanya itu, overtourism juga berpotensi mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat lokal. Meningkatnya harga akomodasi dan makanan dapat memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di sekitar destinasi wisata. Akibatnya, warga lokal harus menghadapi biaya hidup yang cukup tinggi, sementara itu, tidak semua dari mereka mendapatkan keuntungan langsung dari sektor pariwisata.

Masalah ini tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Kota lain di Indonesia seperti Bali juga mengalami hal yang serupa, bahkan kota-kota besar di luar negeri juga mengalami fenomena overtourism ini, salah satunya adalah Barcelona. Di Barcelona, terdapat ketegangan antara warga lokal dan wisatawan dan bahkan sampai muncul berbagai bentuk protes, salah satunya yaitu terdapat mural bertuliskan "Tourist Go Home."

Menyadari dampak serius dari overtourism, Pemerintah Daerah Yogyakarta sudah berupaya mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini, seperti pembatasan kendaraan bermotor di Malioboro dan membuka ruang terbuka hijau. Akan tetapi, upaya tersebut belum cukup jika tidak didukung oleh kesadaran para wisatawan itu sendiri. Kesadaran dari wisatawan itu sendiri yang menjadi kunci penting untuk menciptakan pariwisata yang nyaman dan juga tidak merugikan pihak manapun. Wisatawan harus lebih bijak dalam merencanakan liburan, dengan menghindari musim liburan puncak, menggunakan transportasi umum, tidak membuang sampah dengan sembarangan, dan juga harus menghormati budaya setempat. Selain itu, wisatawan juga dapat mengeksplorasi destinasi yang tidak terlalu ramai, karena Jogja menawarkan banyak sekali destinasi menarik di luar dari pusat kota, seperti di kawasan Imogiri, Desa Wisata Nglanggeran, atau ada juga di Kulon progo yang menawarkan banyak wisata alam. Berkunjung ke tempat-tempat seperti ini tidak hanya memberi pengalaman baru, tetapi juga dapat membantu pemerataan ekonomi dan juga mengurangi kepadatan wisatawan di pusat-pusat kota.

Mengatasi isu overtourism memang bukan hal yang mudah, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak pemerintah, masyarakat lokal, pelaku usaha, dan wisatawan untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pariwisata dan juga kelestarian dari destinasi tersebut. Pemerintah harus merancang regulasi yang tidak hanya mengejar angka kunjungan wisatawan, akan tetapi juga berpihak pada keberlanjutannya. Masyarakat lokal juga perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan juga dalam pengelolaan destinasi agar mereka juga bisa merasakan manfaat langsung dari pariwisata. Wisatawan pun juga harus lebih sadar, bahwa berwisata bukan hanya mengenai hiburan atau kesenangan tetapi juga soal menghargai tempat yang dikunjungi. Melalui kontribusi bersama, pariwisata dapat menjadi sarana pelestarian budaya dan lingkungan, bukan perusakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun