Mohon tunggu...
The Handa
The Handa Mohon Tunggu... Freelancer

Pembelajar~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Konservasi Ex-Situ Gajah Sumatera di Taman Satwa WGM Wonogiri

24 September 2025   17:05 Diperbarui: 24 September 2025   17:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawin menjadi tantangan tersendiri bagi gajah. Sebab musim kawin tak tetap, dan bisa terjadi sepanjang tahun. Frekuensi kawin gajah akan meningkat pesat pada saat puncak musim hujan di daerah terkait .

Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan, sering disebut dengan musht. Ditandai adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi, antara mata dan telinga, berwarna hitam dan berbau merangsang. Perilaku gajah jantan ini terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu. Perilaku ini sering dihubungkan dengan musim birahi gajah. Gajah jantan siap setelah berumur 12-15 tahun.

Sementara gajah betina dapat bereproduksi setelah berumur 8-10 tahun. Gajah betina memiliki masa reproduksi 4 tahun sekali, dengan lama kehamilan 19-21 bulan.

Sekali hamil, gajah  hanya melahirkan 1 ekor anak dengan berat badan lebih kurang 90 kg. Seekor anak gajah akan menyusu selama 2 tahun dan hidup dalam pengasuhan induk selama 3 tahun.  

Sistem reproduksi gajah yang lambat ini membuat kelahiran gajah menjadi momen spesial. Perlu pengawasan dari pengelola taman satwa terkait reproduksi gajah baik jantan atau betina agar jumlah satwa tetap terkendali di tengah angka krisis. Namun, tetap tak membebani kesejahteraan gajah. Bisa saja, jumlah gajah yang dikandangkan dalam taman satwa tak hanya 1 betina, untuk mengimbangi sistem reproduksi gajah jantan.

Gajah yang dilatih untuk berinteraksi dengan manusia dan hidup di lingkungan buatan pada akhirnya akan sulit dikembalikan ke habitat aslinya. Hal tersebut semakin memperumit upaya pelestarian gajah sumatera yang terancam punah.

Perlu upaya khusus untuk meningkatkan kesejahteraan gajah sumatera di taman satwa. Misalnya dengan memperluas area kandang terbuka dan tertutup, menyediakan area berpasir atau lumpur, dan menambah stimulasi mental gajah.

Dalam perawatan gajah di taman satwa, perlu diingat bahwa tujuan utamanya adalah konservasi atau pelestarian, bukan eksploitasi satwa. Tujuan rekreasional taman satwa tak seharusnya menyita kesejahteraan gajah.

Konservasi gajah di habitat asli (in-situ) dapat dinilai lebih efektif untuk jangka panjang. Namun, terbatasnya lahan membuat konservasi ex-situ menjadi alternatif terbaik bagi pelestarian satwa.

Selama tujuannya untuk pelestarian, kedua jenis konservasi dapat dilakukan. Praktik konservasi ex-situ di taman satwa perlu dievaluasi ulang agar tidak membangun "penjara" bagi hewan, melainkan benar-benar berkontribusi dalam upaya penyelamatan spesies.

Kita sebagai warga negara Indonesia dapat mendukung program konservasi gajah dengan tidak mengambil lahan di habitat asli, mendukung organisasi yang fokus pada perlindungan habitat alami gajah sumatera, dan bijak dalam berekreasi di taman satwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun