Mohon tunggu...
The Handa
The Handa Mohon Tunggu... Freelancer

Pembelajar~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Konservasi Ex-Situ Gajah Sumatera di Taman Satwa WGM Wonogiri

24 September 2025   17:05 Diperbarui: 24 September 2025   17:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahout sedang memamandikan gajah sumatera di taman satwa WGM Wonogiri. Foto : Dokpri

Populasi gajah sumatera mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Musababnya, habitat gajah sumatera kian menyempit.  Alih guna lahan dilakukan dengan mengubah habitat gajah untuk kepentingan pemukiman dan pembangunan. Penyebab lainnya yakni perburuan liar dan konflik antara manusia dengan gajah

"Kerusakan habitat gajah sumatera dalam 50-75 tahun (terakhir) mencapai 70 persen," kata Donny Gunaryadi Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia, dilansir dari kompas.id pada Rabu (24/9/2025).

Dony menambahkan bahwa populasi gajah sumatera saat ini tetap dinyatakan kritis. Di alam liar, jumlah gajah sumatera tak lebih dari 1000 ekor.

Gajah sumatera menjadi satwa liar yang dikhawatirkan punah, sehingga dilindungi secara resmi sejak 1951. Juga termasuk satwa langka, berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Perundangan RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Konservasi Ex-Situ, Alternatif Pelestarian Gajah Sumatera 

Konservasi ex-situ (di luar habitat) menjadi alternatif terbaik yang diterapkan dalam pelestarian gajah sumatera. Gajah sumatera diambil dari habitat asli, lalu ditempatkan di bawah perlindungan manusia.

Tujuan konservasi ex-situ adalah mengusahakan perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa untuk membentuk dan mengembangkan habitat baru. Konservasi dimaksudkan sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga sarana rekreasi alam.

Salah satu konservasi ex-situ yang dekat dengan tempat saya tinggal ialah Taman Satwa Waduk Gajah Mungkur (WGM), Wonogiri. Taman satwa tersebut telah ada sejak tahun 1987, bertepatan dengan pemindahan tempat wisata WGM yang awalnya berada di Kedungareng, Desa Sendang. Daerah yang berjarak 300-400 meter ke utara dari posisi obyek wisata WGM saat ini.

Kala itu, Obyek wisata WGM dipindah ke sisi selatan dengan pertimbsngsn luas lahan. Lahan di Kedungareng tak cukup menampung pengunjung beserta kendaraannya yang kian ramai. Alhasil lahan seluas 10 hektare (ha) dibuka untuk wahana rekreasi di waduk dengan perahu dan taman satwa.

Kini, Taman Satwa WGM merawat dua gajah sumatera bernama Panamtu (jantan) dan Sari (betina). Empat mahout dan dua dokter hewan dikerahkan untuk memantau kesehatan para gajah. Setiap hari gajah dilepas untuk diajak jalan-jalan sang mahout.

Pro-Kontra Konservasi Ex-Situ Taman Satwa

Meskipun bertujuan baik, praktik konservasi ex-situ di taman satwa seperti di obyek wisata WGM ini seringkali menimbulkan perdebatan karena beberapa alasan. Misalnya karena kondisi kandang, stimulus mental gajah berkaitan dengan karakteristiknya, hingga kesejahteraan gajah.

Kondisi kandang dapat dibilang cukup sempit. Tidak sesuai dengan perilaku alami gajah. Jika merujuk habitat aslinya, gajah setidaknya membutuhkan 680 hektare ruang untuk mencari makan, mencari sumber garam mineral, beristirahat, dan berkubang  Gajah memerlukan kandang terbuka seluas 2000 m untuk empat ekor, dan kandang tertutup minimal 200 m per individu.

Ruang luas untuk bergerak diperlukan, sebab gajah bisa menjelajah puluhan kilometer per harinya dalam habitat alami. Mereka punya jalur khusus yang selalu dilewati.  Berkelompok dengan jumlah berkisar 20-35 ekor, gajah kerap dikenal dengan hewan yang memiliki kemampuan sosial yang tinggi.

Ruang gerak gajah yang sangat terbatas di taman satwa. dapat memicu stress, dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pencernaan dan persendian.

Permukaan lantai kandang perlu dibuat lembut, misalnya dengan tanah berumput. Lantai yang umumnya terbuat dari beton dapat merusak bantalan kaki gajah.

Kandang gajah juga perlu dilengkapi kolam untuk berkubang, dibutuhkan lebih dari satu shelter untuk memenuhi kebutuhan perilaku alami gajah. Ukuran kolam gajah direkomendasikan minimal 2  x 3,5 meter dengan kedalaman 1 meter.

Minimnya stimulasi mental sesuai karakter alaminya juga menimbulkan permasalahan lain. Gajah dengan kecerdasan dan memiliki interaksi sosial yang kompleks perlu menstimulasi kemampuan sosial hidup berkelompok melalui berbagai aktivitas seperti mencari makan, bermain, dan mandi lumpur.

Di taman satwa, kehidupan gajah cenderung monoton dan individualis. Minimnya stimulasi mental tersebut dapat menyebabkan perilaku abnormal dari gajah, seperti mengayunkan kepala berulang kali atau stereotipik, serta agresivitas tak wajar.

Kesejahteraan gajah tak hanya diukur dari pola makan dan minum. Gajah membutuhkan waktu untuk mandi, mendinginkan suhu tubuh dengan berkubang, mencari sumber garam.

Gajah juga memerlukan waktu tidur dua kali dalam sehari, yakni saat malam dan siang hari. Dengan kondisi berdiri, gajah di habitat alami selalu tidur di siang hari. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pengelola gajah di taman satwa, sebab obyek wisata buka di siang hari. Waktu tidur gajah perlu diperhatikan untuk menjaga kesejahteraannya.

Kawin menjadi tantangan tersendiri bagi gajah. Sebab musim kawin tak tetap, dan bisa terjadi sepanjang tahun. Frekuensi kawin gajah akan meningkat pesat pada saat puncak musim hujan di daerah terkait .

Gajah jantan sering berperilaku mengamuk atau kegilaan, sering disebut dengan musht. Ditandai adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi, antara mata dan telinga, berwarna hitam dan berbau merangsang. Perilaku gajah jantan ini terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu. Perilaku ini sering dihubungkan dengan musim birahi gajah. Gajah jantan siap setelah berumur 12-15 tahun.

Sementara gajah betina dapat bereproduksi setelah berumur 8-10 tahun. Gajah betina memiliki masa reproduksi 4 tahun sekali, dengan lama kehamilan 19-21 bulan.

Sekali hamil, gajah  hanya melahirkan 1 ekor anak dengan berat badan lebih kurang 90 kg. Seekor anak gajah akan menyusu selama 2 tahun dan hidup dalam pengasuhan induk selama 3 tahun.  

Sistem reproduksi gajah yang lambat ini membuat kelahiran gajah menjadi momen spesial. Perlu pengawasan dari pengelola taman satwa terkait reproduksi gajah baik jantan atau betina agar jumlah satwa tetap terkendali di tengah angka krisis. Namun, tetap tak membebani kesejahteraan gajah. Bisa saja, jumlah gajah yang dikandangkan dalam taman satwa tak hanya 1 betina, untuk mengimbangi sistem reproduksi gajah jantan.

Gajah yang dilatih untuk berinteraksi dengan manusia dan hidup di lingkungan buatan pada akhirnya akan sulit dikembalikan ke habitat aslinya. Hal tersebut semakin memperumit upaya pelestarian gajah sumatera yang terancam punah.

Perlu upaya khusus untuk meningkatkan kesejahteraan gajah sumatera di taman satwa. Misalnya dengan memperluas area kandang terbuka dan tertutup, menyediakan area berpasir atau lumpur, dan menambah stimulasi mental gajah.

Dalam perawatan gajah di taman satwa, perlu diingat bahwa tujuan utamanya adalah konservasi atau pelestarian, bukan eksploitasi satwa. Tujuan rekreasional taman satwa tak seharusnya menyita kesejahteraan gajah.

Konservasi gajah di habitat asli (in-situ) dapat dinilai lebih efektif untuk jangka panjang. Namun, terbatasnya lahan membuat konservasi ex-situ menjadi alternatif terbaik bagi pelestarian satwa.

Selama tujuannya untuk pelestarian, kedua jenis konservasi dapat dilakukan. Praktik konservasi ex-situ di taman satwa perlu dievaluasi ulang agar tidak membangun "penjara" bagi hewan, melainkan benar-benar berkontribusi dalam upaya penyelamatan spesies.

Kita sebagai warga negara Indonesia dapat mendukung program konservasi gajah dengan tidak mengambil lahan di habitat asli, mendukung organisasi yang fokus pada perlindungan habitat alami gajah sumatera, dan bijak dalam berekreasi di taman satwa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun