Mohon tunggu...
Delta
Delta Mohon Tunggu... Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbaiki pendidikan : Perbaiki masa depan menuju Indonesia Emas!

4 Juni 2025   11:39 Diperbarui: 4 Juni 2025   11:38 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita?

 Seperti yang kita ketahui, sistem pendidikan Indonesia dibuat oleh para pakar pendidikan. Dalam pembuatannya pun, pasti dilakukan melalui berbagai pertimbangan dan uji coba. Namun sebagaimana sebuah produk, sistem tersebut pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, sedangkan yang menentukan baik buruknya sistem tersebut adalah keefektifannya dalam meningkatkan sumber daya manusia.

 Dalam meningkatkan sumber daya manusia, sistem pendidikan Indonesia berfokus pada peningkatan produktivitas masyarakat. Hal ini tentunya kurang tepat untuk dijadikan acuan utama mengingat permasalahan utama yang ada pada masyarakat Indonesia bukan terdapat pada hal itu, melainkan sosial media dan pergaulan. Sehingga, kekurangan yang terdapat pada sistem pendidikan Indonesia ini adalah tidak relevannya penentuan tujuan yang ada dengan permasalahan yang ada.

 Di Indonesia, tidak jarang ditemukan konten-konten media sosial yang bersifat tidak mendidik dan justru mengarah kepada pembodohan yang berkoteks candaan. Dalam hal ini, Indonesia kurang memperhatikan permasalahan tersebut sehingga sistem pendidikan yang dibuat tidak memiliki unsur penanganan masalah tersebut. Akibatnya, para peserta didik yang belum memahami tentang pembedaan hal yang benar dan hal yang salah akan dengan mudah mengikuti konten-konten tersebut karena dirasa menyenangkan atau mengasyikkan. Maka, kami menghimbau kepada para pendidik dan lembaga kepengurusan pendidikan agar lebih memahami masalah yang ada di Indonesia agar sistem pendidikan yang dibuat relevan dengan permasalahan yang ada.

Bagaimana cara meningkatkan kualitas guru di Indonesia?

 Pada hakikatnya, kemajuan suatu negara ditentukan oleh kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut. Jika sebuah negara memiliki pendidikan yang berkualitas, maka negara tersebut akan sama berkualitasnya dengan pendidikan tersebut karena tidak dapat dipngkiri bahwa tujuan utama pendidikan adalah memerangi kebodohan.

 Di Indonesia, pendidikan kurang diperhatikan oleh pemerintah yang dibuktikan melalui persyaratan menjadi guru yang lebih mudah dibanding menjadi polisi atau tentara. Padahal, Islam memberikan banyak syarat bagi seseorang dalam menjadi guru yang digambarkan melalui sifat-sifat Rasulullah saw. Hal ini tentunya menjadi satu hal yang miris mengingat pendidikan merupakan dasar yang mendasari segala bidang. Sebagai contoh, seorang anak dapat makan melalui pendidikan (diajarkan atau mempelajari melalui orang tua), dan seseorang juga bisa menjadi seorang pemimpin hebat, pekerja hebat, seorangahli atau bahkan pengusaha sukses melalui pendidikan.

 Dalam meningkatkan kualitas guru di Indonesia, dapat dilakukan melalui dua hal yakni dengan memperketat syarat dalam menjadi guru sehingga tidak ditemukan guru yang tidak kompeten dan meningkatkan daya tarik menjadi guru seperti melakukan kenaikan gaji bagi para guru sehingga seorang guru tidak perlu memikirkan kebutuhan hidupnya, melainkan cukup fokus kepada pendidikan.

Pola asuh seperti apa yang dibutuhkan agar anak menjadi baik?

 Dalam mendidik seorang peserta didik, tentunya tidak dapat hanya diserahkan kepada guru yang mengajar di sekolah, melainkan juga harus didukung melalui pola asuh orangtua karena orangtua (khususnya ibu) merupakan pendidikan awal bagi anaknya. Lantas, pola asuh seperti apa yang tepat bagi seorang anak agar ia menjadi baik?

 Baik secara makna memiliki cakupan makna yang luas dan subjektif. Namun, pada pembahasan ini, baik yang dimaksud adalah anak yang patuh pada orang tua, tidak suka berkata kasar dan kotor, serta taat aturan, sehingga pola asuh yang baik adalah pola asuh otoritatif. Dalam mendidik seorang anak menjadi anak yang baik, tentunya orang tua harus memiliki perilaku yang baik dahulu karena menurut teori belajar behavioristik, seorang anak cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya yang dilihatnya. Dalam hal ini, apabila orang tua ingin mendidik anaknya menjadi baik, maka ia harus mencontohkannya terlebih dahulu seperti cara memaafkan, cara menasehati orang yang salah, hingga cara berkata halus dan sopan santun (termasuk di dalamnya tidak memaksakan kemauan/keinginan kepada anak, melainkan membiarkan anak berkembang secara mandiri sesuai lingkungannya). Oleh sebab inilah muncul pepatah “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” .

 Selanjutnya, apabila mencontohkan telah dilakukan, yang harus dilakukan orang tua adalah pengawasan dan pemenuhan kebutuhan anak. Secara psikologis, seorang anak sebenarnya sudah memiliki emosi dan perasaan seperti orang dewasa pada umunya. Dalam hal ini, seorang anak seringkali mengekspresikan emosinya dalam berbagai perilaku yang bahkan terkadang sulit dipahami oleh orangtuanya. Tugas orangtua pada kondisi ini adalah memahami bahwa seorang anak juga memerlukan perhatian dan pengawasan (termasuk di dalamnya ketika ia dimarahi dan ia menangis, ia membutuhkan perhatian orangtuanya agar dirinya menjadi tenang dan berhenti menangis) sehingga apabila orangtua terlalu fokus dengan pekerjaan, maka anak akan merasa kesepian dan akhirnya mencari perhatian di luar hingga pada akhirnya lingkungan luarlah yang mengajarinya.

 Pada akhirnya apabila kedua langkah di atas telah dilaksanakan, maka langkah terakhir adalah penanaman komitmen, tujuan hidup, dan pemberian motivasi. Hal ini bertujuan agar seorang anak tidak mudah terombang-ambing oleh lingkungan sekitarnya karena perlu kita ketahui bahwa tentunya akan ada hal-hal yang menakutkan bagi si anak atau mungkin yang membuatnya terlena, entah itu hal yang baik ataupun buruk. Tugas orang tua pada hal ini adalah menyediakan lingkungan yang penuh dengan dukungan dan dorongan bagi si anak ketika ia terjatuh, serta perlindungan kepada si anak dari hal-hal yang mampu membuatnya terlena atau terlepas dari komitmen.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun