Apakah era virtual benar-benar mampu menggantikan tatap muka?
Fenomena virtual semakin menguat setahun kebelakang. Sejak virus itu datang, tatanan sosial benar-benar berubah total. Virtualisasi sosial menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari.Â
Awalnya sih aku merasa cukup keren dengan mengikuti virtual meeting, virtual training dan segala bentuk acara virtual lainnya.
Disatu sisi, virtualisasi sosial memang cukup baik. Hal itu dikarenakan kita bisa atur pertemuan tanpa harus menunggu lama, kedua tidak perlu tempat spesifik karena peserta bebas dimana saja asal ada koneksi internet dan ketiga pastinya minim biaya.
Namun lama kelamaan timbul rasa bosan. Sekarang dikit..dikit.. zoom meeting, dikit.. dikit.. google meeting. Seminggu bisa  1- 2 kali aku harus mengikuti virtual meeting.
Belum lagi kalau ada training wajib yang harus aku ikuti atau training lain dari lembaga diluar pekerjaan. Waktu habis hanya untuk mengikuti agenda-agenda virtual.
Kalau sudah begini apakah virtualisasi juga perlu dilakukan saat kita jalankan bukber alias buka puasa bersama? Rasa-rasanya kok perlu ada pemikiran lain ya kawan. Memang menjadi sebuah paradoks jika bukber dilakukan secara virtual.Â
Buka puasa bersama atau dikenal dengan sebutan bukber pada dasarnya ialah aktivitas kebersamaan untuk melaksanakan buka puasa serempak.Â
Acara ini juga bisa jadi wadah silaturahmi yang sangat baik sesuai anjuran Nabi Muhammad SAW. Bersilaturahmi dapat menambah berkah, anugerah dan keberlimpahan. Silaturahmi juga bisa menyehatkan mental kita.
Bukber virtual memang bisa dilakukan namun apakah esensi serta nilainya bisa sama dengan bukber konvensional?