Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotherapist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotherapist, Professional Executive, CEO Rumah Hipnoterapi, CEO Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Narasi" Realitas dalam Sebuah Proses Mencari Kebenaran

30 November 2020   12:43 Diperbarui: 3 Desember 2020   16:53 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: unsplash | ilustrasi menulis narasi

 

Kebenaran yang Anda nilai benar hari ini belum tentu benar di masa yang akan datang. Dan kebenaran yang Anda anggap benar sekarang belum tentu benar bagi semua orang.

Saya tertarik dengan tulisan salah satu kompasianer mas Nurul Furqon. Tanggal 9 September 2020 artikel tentang "Filsafat Mencari Kebenaran dan Agama Memberi Kebenaran" itu diunggah. 

Beliau mengatakan bahwa sumber kebenaran terbagi menjadi tiga yakni kebenaran berdasarkan mitos (fiksi), kebenaran berdasarkan logika (akal manusia), dan kebenaran berdasarkan wahyu (Tuhan).

Well... Anda bisa membaca detail ulasannya pada link di atas. Dari tulisan tersebut akhirnya muncul hasrat untuk mengulik isi kepala saya sendiri tentang bagaimana kita memberikan makna dan arti kebenaran.

Tulisan kali ini saya coba untuk mendeskripsikan kebenaran dan kaitannya dengan perjalanan hidup manusia. Tentunya hal ini dari sudut pandang serta pengalaman pribadi. 

Cara berpikir yang baik mampu mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih harmonis bersama alam semesta. Hal ini penting agar kita tidak terjebak pada keakuan absolut.

Keakuan Absolut??? Apalagi itu mas bro?

Oke mari sekarang kita bertamasya sejenak untuk memahami sebuah konsep tentang moral dari perspektif psikologi sosial. 

Dalam hubungan interaksi antar manusia banyak sekali timbul perdebatan untuk menentukan benar dan salah, baik dan buruk serta hitam dan putih. Bahkan kontradiksi tersebut tak jarang bisa sangat mendalam hingga menimbulkan konflik vertikal dan horisontal.

Dari kecil kita tidak pernah kekurangan untuk mendapatkan panduan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Soal mana perbuatan yang baik atau terpuji dan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan atau tercela. Semua itu kita dapat dari keluarga, agama, lingkungan maupun pendidikan formal sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun