Mohon tunggu...
Faridhian Anshari
Faridhian Anshari Mohon Tunggu... -

Seorang spectator sedari kecil yang "kebetulan" menjadikan sepakbola sebagai teman dan ramuan dalam eksperimen ajaibnya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Flip A Coin" Antara Sunderland dan Parma

3 Juni 2018   00:00 Diperbarui: 3 Juni 2018   00:12 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diambil dari mirror.co.uk

Anda pernah bermain Flip a coin? Sebuah permainan sederhana yang konon sudah ada sejak pertama kali ditemukannya benda bernama koin didunia ini pada millenium ketiga sebelum masehi. 

Games yang cukup bermodalkan sebuah koin kecil dengan dua sisi berbeda untuk menentukan sebuah keputusan yang kedua belah pihak memiliki porsi dan keinginan sama besarnya. Hasil dari permainan ini? masih debatable ketika keinginan yang didapat masih belum memenuhi hasrat, lempar koin dapat dilakukan sampai sebosen-bosennya. Namun apapun hasilnya, pasti salah satu sisi dari koin tersebut harus menderita hasil yang 180 derajat berbeda dengan sisi lain koin yang didamba-dambakan. 

Ketentulan nasib tos-tosan seperti ini tersaji dengan tepat dalam beberapa minggu terakhir, diluar pertandingan heboh bernama Final Liga Champions dan partai - partai pemanasan Piala Dunia. 

Didalamnya ada cerita yang menyangkut dua tim lumayan ngetop pada pertenghan tahun 90an hingga 2000an awal, yang uniknya justru musim lalu tidak bermain di divisi teratas di liganya masing-masing, sehingga cukup menarik untuk disorot. Klub yang kedapatan sisi mata uang sial bernama Sunderland AFC, sebuah klub yang cukup disegani di Liga Inggris dan yang beruntung mendapatkan kebahagiaan berlipatganda adalah klub kuning-biru asal Italiano, andalan anak 90an, Parma Calcio 1913.

Entah bagaimana asal muasal ceritanya, saya seperti selalu punya keterikatan khusus dengan sebuah klub sepakbola yang terletak di dataran tinggi bagian utara negara Inggris itu. Mungkin cerita ini bermula ketika pada pertengahan musim 1999/2000, yang juga awal pergantian millenium, tepat di bulan Ramadhan (kala itu, bulan Puasa lagi berotasi di bulan Desember-Januari), dimana kala itu Liverpool sedang ngeri-ngerinya seperti musim ini. 

Nama-nama seperti Michael Owen, Steve McManaman, hingga Robbie Fowler terasa lebih canggih dibandingkan Trio Salah-Bobby-Mane. Namun bedanya, Manchaster United kala itu jauh lebih canggih dibandingkan The Red Devils musim ini dibawah asuhan jose Mourinho. Treble Winners sempat mampir dimusim sebelumnya. 

Tetapi, bukan cerita keduanya yang bakal saya ulik. Cerita saya lebih mengarah kepada sebuah pertandingan pada tanggal 8 januari 2000, pertandingan putaran keempat FA cup antara Tranmere Rovers melawan Sunderland AFC. Pertandingan yang terkesan biasa-biasa saja, tidak ada nama mentereng dalam starting eleven keduanya, selain Kevin Phillips (yang diakhir musim menjadi Top Skor Liga Inggris). 

Skornya pun cukup 1-0 untuk kemenangan Tranmere yang membuat Sunderland harus tersingkir. Uniknya, pertandingan tersebut benar-benar membuat mata saya tidak bisa berkedip. Saling adu serangan dari menit-menit awal, membuat pertandingan tersebut begitu hidup. Sebuah pertandingan yang menurut saya hanya akan bisa dikalahkan oleh final UEFA CUP 2001, antara Liverpool dan Alaves serta Final Liga champions 2005, yang lagi-lagi tersangkut nama Liverpool didalamnya.

Semenjak hari itu, saya mulai mencari tahu, klub apakah Sunderland ini. Dan sejak hari itu, saya sudah memberi cap "klub sial" untuk Sunderland. Melihat betapa gilanya gempuran mereka ke gawang Tranmere Rovers, namun hasilnya tetap nihil gol. Nama Sunderland, terus terngiang-ngiang kedalam otak saya dan mulai membekas untuk beberapa waktu. Hingga tujuh belas tahun kemudian saya bertemu dengan nama Sunderland kembali. Kali ini, lebih kearah pendidikan bukan klub sepakbolanya.

 Pada pertengahan tahun 2017, saya mendapat jawaban bahagia dari Sunderland University yang mau menerima saya untuk menjadi mahasiswa Phd di kampus kebanggan kota mereka. Namun yang menjadi sisi terunik dari cerita ini adalah, salah satu pertanyaan dari pihak calon supervisor saya. 

Pertanyaan yang saya sesali kemudian, karena tidak terpikirkan sama sekali. Ah, andai waktu bisa berputar kembali. Sebuah pertanyaan yang terkesan konyol namun benar-benar menguji kemampuan saya diluar ilmu. Pertanyaanya adalah "Do you know, where is Sunderland football Club position in Premier League, today?". What?? satu pertanyaan yang membuat saya menyesali kenapa tidak pernah "menegok" klub masa kecil saya kembali. Yang kemudian saya mengetahui jawabannya, bahwa Sunderland sudah terdegradasi ke Championship, atau liga yang satu kasta dibawah EPL. Tragis? belum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun