Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sutan Betawi

7 Juni 2019   13:44 Diperbarui: 7 Juni 2019   14:53 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak bisa dipungkiri Lebaran identik dengan mudik. Bahasa umumnya pulang kampong. Setahun sekali sungkem bersimpuh di kaki Mak dan Bapak. Namun kendala selalu saja ada ketika sudah diniatkan melihat kampong halaman namun biaya tidak cukup. Itulah sebabnya anak anak rantau jauh jauh hari sudah menabung agar keinginan mudik  bisa terlaksanka setiap tahun.

Sebagai anak keturunan minangkabau walaupun dilahirkan di Tempino Jambi, awak bangga di bilang orang padang. Menjadi bagian tak terpisahkan dari kawasan nan indah menawan tujuan wisatawan. 

Ayah berasal dari Bengkulu Utara, sepertinya adat budaya sumatera tidaklah jauh berbeda. Dengan demikian sejak kecil kami dididik dengan pola orang minang nan sarat dengan adat bersendi Syariat Islam.

Mudik lebaran ada 3 pilihan. Pertama ke Jambi kedua ke Padang terakhir ke Bengkulu. Pilihan utama tentu Jambi bersebab di tanah ini hampir seperempat umur dihabiskan. Banyak kenangan tertanam di memory permanent nan tidak akan terlupakan. Sedangkan Lintau Lubuk Jantan tempat asal Mak dan Seblat Bengkulu  tempat lahir Bapak di kunjungi dalam beberapa kesempatan.  

Dalam pergaulan sehari hari darah minang itu ternyata tertandai dengan logat bicara.  Lahir di Tempino Jambi, sekolah di Palembang, bekerja di Jakarta sejak tahun 1980.  Bersua dan berkenalan dengan sahabat baru, mereka selalu tepat menduga dan mengira tentang asal usul daerah.

"Anda orang Padang ya?"

Artinya logat ini tidak bisa diubah. Tertanam dihati melalui proses otak memerintah lidah. Padahal awak paseh juga berbahasa daerah Jambi, Palembang, Betawi dan sedkiit bahasa Inggris namun lidah ini tetap setia dengan logat minang bersebab makan rendang. Alhamdulillah, bahagia juga rupanya jadi urang awak mengingat  banyak tokoh nasional berasal dari ranah minang.

Untungnya awak punya pula kemampuan menduga duga dari mana asal daerah seseorang. Berbicara 5-10 menit awak sudah bisa menduga kawan baru itu berasal dari madura, jawa, betawi, batak apalagi orang padang.  Biasanya tebakan itu hampir selalu benar kecuali ketika menduga seorang itu asli jawa tetapi rupanya dia orang Batak.

Itulah nikmatnya  pergaulan, saling menyapa berbagi berita dengan orang orang yang "kebetulan" berpapasan. Bertemu di area umum kenapa tidak saling menyapa.  Siapa tahu kita mendapatkan nasehat atau ilmu dari teman baru.  Siapa tahu ada hubungan keluarga karena satu daerah, almamater atau sesuatu yang sama misalnya hobi dan pandangan politik.

Dalam kapasitas sebagai jurnalis, duluan menyapa seseorang tampaknya menjadi satu kewajiban.  Diniatkan saja mendapat inspirasi sebagai bahan tulisan.  Atau banyak hal lain yang kita alami dengan sahabat baru terkait sesuatu yang tadinya kita tidak paham. Oleh karena sunatullah pula pasang posisi rendah hati, tidak sombong mengaku hebat sendiri.  Orang lain tidak suka perilaku begini.

Sesuai judul awak menulis Sutan Betawi. Inilah gelaran yang kami terima terutama urang perantau dari Sumatera Barat yang mencari penghidupan di Ibukota Negara. Gelar itu di berikan secara otomatis ketika si Uda perantau asyik manggaleh atau bakarajo sehingga indak  pernah lagi pulang kampuang. 

"Alah menjadi Sutan Betawi tampaknya angku Sutan Sati"

Ya sudahlah, terima saja gelar itu dengan ikhlas, toh ini hanya gurauan khas urang minang nan pandai berpantun.  Bukan tidak mau pulang kampuang namun apo dayo pitih indak ado disaku.  Nantilah gelar itu akan di campakkan pabilo hati lah sanang, pitih  bakaruang karuang, pulang hari rayo mencater 3 otobus jo oleh oleh sagudang untuk sanak saudaro sakampuang.

Posting ini awak lengkapi dengan Pantun yang lebih bernuansa nostalgia untuk mengenang tempat kelahiran di Jambi.  Tidak ada hubungan langsung dengan gelar Sutan Betawi kecuali nanti jalan Palembang Jambi Padang sudah mulus terhubung oleh jalan Tol.

Pantun Beruntun

Bungo jembatan besi
Jembatan tua di cat putih
Bukan terhormat 'krna berdasi
Namun sinaran hati nan bersih 

*****

Gunung Kerinci menjulang tinggi
Kebon teh harum mengelilingi
Elok prilaku gemar berbagi
Tak kan miskin 'krna memberi

 *****

Kuala Tungkal ditepi Jambi
Nelayan Bugis merantau kesini
Tambah penghasilan kerja nyambi
Rezeki halal untuk anak bini

*****

Batang hari negeri sembilan
Angso duo dipasar ikan
Kalau tuan pergi berjalan
Jangan sendiri elok berkawan

*****

Palembang Jambi berjalan pelan
Jalan rusak banyak berlubang
Harapan lebaran tahun depan
Jalan tol sudah terbentang

*****

Point yang ingin disampaikan disini adalah bahwa waktu berjalan terus. Waktu tidak mau bersahabat dengan orang yang menyia nyiakan kesempatan dan peluang. 

Gunakan waktu untuk amal ibadah yang bermanfaat bagi orang banyak.  Oleh karena itu awak berupaya mencatat setiap peristiwa nan melintas dalam kehidupan sehari hari. Tentu tertompang  pula harapan,  semoga catatan ini nanti abadi dalam bentuk buku menjadi kesaksian sejarah hadirnya seorang anak manusia di muka bumi bernama Thamrin Dahlan.

BHP,  7 Juni 2019
Salamsalaman
TD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun