Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Tetangga Sebelah] Anak Ndeso Banget

20 November 2018   17:20 Diperbarui: 20 November 2018   17:40 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  

sumber dokumentasi :sedulur saklawase

"mbok izinkan aku ke Jakarta"

Sembari bersimpuh di kaki ibunda Asgar memohon restu kepada kedua orang tua agar diperkenankan merantau. Setamat Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan sebelah anak ke -3 dari pasangan Tukiman dan Ngatinem  berkeinginan keras mencari pekerjaan diluar desa. Masih beruntung sianak ndeso bisa menamatkan pendidikan  SMP  ditengah kesulitan kondisi ekonomi keluarga.

"le, simbok dan mbapakmu ngizinkan, tapi tunggu panen yo, sekarang belum punya duet"

Inilah kehidupan petani di desa Wonokromo seperti mati tak hendak hiduppun segan. Bukan saja masalah mahalnya pupuk tetapi irigrasi di sawah pedesaan jadi persoalan besar. Penghasilan  penen padi tidaklah mencukupi untuk kehidupan sehari hari. Sebagai tambahan Mas Tukiman bekerja serabutan, apa saja dikerjakan yang penting halal sehingga dapur keluarga berasap.  Demikian juga Mbakyu Ngatinem berdagang keliling desa membawa buah dan sayur sayuran bukan dari kebon sendiri.  Kalau tidak begini bagaimana bisa menyekolahkan  4 orang anak.

Untunglah di sulung Ngatijo dan adiknya Tariman sudah bekerja di proyek pedesaan sebagai buruh kasar. Sedangkan Asgar baru tamat SMP  dan adiknya seorang perempuan bernama  Numaimaha masih duduk kelas 5 SD desa. Inilah gambaran keluarga di pedesan Wonokromo, mau apalagi kehidupan harus dihadapi dengan kerja keras kalau tidak akan tertendang dari muka bumi alias kelaparan.

Rumah keluarga Tukiman adalah sebuah kediaman amat sangatsederhana. Mereka tidak berani menyebut rumah tetapi gubuk seperti juga para tetangga sebelah. Ada juga listrik desa menerangi gubuk ketika malam hari yang tidak mungkin menghidupkan  televise yang memang mereka tidak miliki.  Listriknya tidak kuat bayar. Radio transitor ada sebagai hiburan keluarga mendengarkan siaran langsung wayang kulit.

Kehidupan prihatin keluarga dari sisi ekonomi namun tidak demikian dilihat dari sisi rohani. Walaupun dalam keadaan papa tidak berpunya namun simbok Ngatinem dan sisi rumah  tetap bersikukuh menjalankan Syariat Islam. Ibu rumah tangga ini pernah mondok beberapa tahun di pesantren.  Pengalaman didikan pemondokkan itu melekat pada diri Ngatinem.  Rukun Islam tetap didawamkan dalam keluarga terutama shalat 5 waktu.

" biar kita miskin harta tetapi jangan sampai miskin jiwa"

Demikian si Mbok menasehati anak ke 4 putra putri  pada setiap kesempatan. Insha Allah umat yang bertaqwa akan mendapatkan perlindungan dan redha  Allah SWT.  Kita wajib yaqin inilah rezeki yang di berikan Tuhan Yang Maha Kaya, yang penting berkah bukan soal banyak dan sedikit harta yang dimiliki tetapi rezekim mebawa keselamatan dan ketenangan menuju kebahagiaan sejati.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun