Kami masuk persis ketika sebuah lagu Dust in The Wind-nya Kansas. Keduluan, Bang, sebut Raisa. Aku mengangguk. "Kan bisa rikues."
"Gimana kalau aku yang nyanyi?"
"Kalau kamu yang nyanyi, Senja Jatuh di Bandung Utara...."
Ia mengangguk. Hari memang telah jatuh ke senja. Untuk sebuah pertemuan dengan tumpukan kisah secara langsung dari suara Raisa yang lembut.
Meletakkan tas, di meja pojok langganan kami, langung menuju wastafel. Mencuci tangan.
"Lama sekali baru kelihatan, Bang...." sapa kasir laki-laki kepadaku. Aku dan Raisa sudah mengambil makanan yang berjejer khas Sunda. Termasuk di pojokan ada sambal terasi, dan lalapan.
"Oya?"
Dia mengangguk. "Teh Raisa tiap akhir pekan ke sini, dan nanya."
Aku berpaling ke arah Raisa, dan ia menunduk. Ketahuan sudah lama memendam kesal berbalut rindu. Dengan alasan minta buku yang ada padaku. Beberapa hari aku ke pulau seberang untuk sebuah pekerjaan. Demi Nyai!
"Aku memang nambah hari untuk menuntaskan pekerjaan...."
"Iya, aku tahu. Maklum, Bang."