Film animasi berjudul Merah Putih: One for All punya premis menarik: delapan anak dari berbagai daerah bersatu menyelamatkan bendera pusaka menjelang 17 Agustus. Semangat nasionalisme dan keberagaman jadi inti cerita. Tapi sayangnya, antusiasme itu langsung memudar saat trailer dan cuplikan film beredar.
Visual film ini dinilai seadanya, dengan animasi kaku dan kurang detail yang lebih mengingatkan pada cutscene PlayStation 2 ketimbang film layar lebar .
Voice-over dan sound mixing juga mendapatkan kritik misalnya suara burung kakak tua terdengar seperti monyet
Even aset visual juga diduga “pinjaman” dari situs seperti Daz3D, lengkap dengan teks asing yang tidak disunting.
Banyak penonton dan netizen membandingkan film ini dengan Jumbo, yang pernah menjadi kebanggaan animasi lokal karena kualitasnya yang mendekati standar internasional .
YouTuber review pun menyuarakan kekecewaan: salah satunya menyebut film ini sebagai “beda banget dengan trailer-nya”, bahkan ada yang bilang, “Gue tonton biar lo nggak usah,” artinya mereka meringkas film ini karena tidak layak ditonton penuh .
Beberapa ulasan menyebut konflik dalam cerita terasa dangkal penyelamatan bendera terasa terlalu dipaksakan tanpa fondasi logis yang kuat .
Ada adegan humor tidak relevan seperti toilet humor yang malah mengganggu alur cerita .
Meski punya modal kuat: semangat persatuan dan misi heroik anak bangsa, film ini justru terjatuh karena eksekusi teknis dan visual yang mengecewakan. Film ini bisa jadi pelajaran penting bahwa niat nasionalisme tanpa kerja keras di balik layar tidak cukup penonton sekarang cerdas, mereka bisa menilai dari setiap frame. Semoga film ini menjadi wake-up call untuk industri animasi lokal agar tak buru-buru mengejar momen tanpa menjaga kualitas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI