Â
Tipologi perilaku pemilih analisis mendalam dan lebih komprehensif sangat dibutuhkan untuk memahami perilaku pemilih. Sebelumnya kita telah membahas jenis-jenis pemilih berdasarkan analisis mereka terhadap partai politik atau kandidat. Sementara itu pada kenyataannya pemilih adalah dimensi yang sangat kompleks. Begitu banyaknya karekteristik dan dimensi yang harus dianalisis membuat analisis karakteristik pemilihnya menjadi terbatas jika hanya didasarkan pada pendukung atau masa mengambang.
Â
Para pendukung maupun-non pendukung sebenarnya sama-sama memiliki karakteristik sebagai pemilih yang rasional dan non-rasional. Dua dimensi ini akan selalu ditemukan dalam masing-masing individu pemilih. Hanya saja kadar dan derajatnya satu sama lain memang berbeda. kedua dimensi ini diharapkan akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang cara pemilih menentukan pilihannya. Selain itu, tipologi ini amat menentukan cara suatu partai politik dan kandidat dalam mengembangkan hubungan dengan masing-masing konfiguransi yang muncul.
Â
Bahwa dalam diri masing-masing pemilih terdapat dua orientasi sekaligus yaitu ; (1) orientasi 'policy-problem-solving,' dan (2) orientasi 'ideology'.  Ketika pemilih menilai partai politik atau seorang kandidat dari kecamata 'policy-problem-solving,' yang terpenting bagi mereka adalah sejumlah mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung secara objektif memilih partai politik  atau kandidat yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Partai politik atau kandidat yang arah kebijakannya tidak jelas akan cendrung tidak dipilih. Sementara pemilihan yang lebih mementingkan ikatan 'ideology' suatu partai atau seorang kontestan, akan lebih menekankan aspek-aspek subjektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis.
Â
Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kandidat, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya ke partai dan kandidaat tersebut. Selain itu, ada baiknya memahami mengapa seorang pemilih sampai dapat membuat analisis dan judgement atas partai atau kandidat yang akan mereka pilih. Dalam hal ini, karena adanya faktor-faktor yang dapat memengaruhi keputusan pemilih atas partai mana yang akan dipilih.
Â
Individu yang tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi akan cenderung menggunakan aspek non-rasional dalam pengambilan keputusan. Faktor-faktor emosional, rumor, isu, stereotipe, dan pendapat umum merupakan hal penting dalam proses pengambilan keputusan politik mereka. Sementara itu, orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan relatif tinggi akan cenderung lebih berhati-hati dalam proses pengambilan keputusan. Kebenaran informasi yang diperoleh tidak begitu saja diterima.
Â