Mohon tunggu...
Teuku Azhar Ibrahim
Teuku Azhar Ibrahim Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Program Manager FDP

Lahir di Sigli Aceh, Menyelesaikan study bidang Filsafat di Univ. Al Azhar Cairo. Sempat Menetap Di Melbourne dan berkunjung ke beberapa negara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Tukang dalam Menentukan Calon Legislatif

5 Maret 2024   07:28 Diperbarui: 5 Maret 2024   07:28 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut pandangan psikologi sosial terutama pendekatan psikologi kognitif perilaku memilih atau voting bahvior dapat dijelaskan dengan theory of choice dari Stoner, theori attitude and behavioral intention dari Fishbein[3]. Dalam theory of choice seseorang bebas memilih, namun tidak mampu mengendalikan hasil dari pilihan tersebut, decision control termasuk pula perasaan "mempunyai pilihan". Dalam teori ini ada dua istilah yang harus dibedakan yaitu antara decision control dengan outcome control. Decision control menunjukan pada proses memiliki suatu tindakan memilih berbagai pilihan yang ada, sedangkan outcome control menunjukan pada kemampuan untuk mengontrol hasil dari pilihan tersebut. 

 

Perilaku merupakan niat yang sudah direalisasikan ke dalam bentuk tingkah laku yang tampak. Fishbein dan Azjen [4] menjelaskan ada empat aspek yang mendasari seseorang melakukan tindakan beralasan. Pertama, Behavioural belief, aspek ini berkaitan dengan pengetahuan bahwa perilaku membawa konsekuensi utama. Asumsi rasional jika pilihan didasarkan pada program calon Kepala Daerah, kredibilitas anggota, kemampuan para calon Kepala Daerah serta visi dan misi partai, sedangkan asumsi irasional jika pilihan didasarkan pada kharisma tokoh, kedekatan, serta adanya persamaan daerah, profesi, serta yang lainnya. Kedua, Outcome Evaluation, aspek ini berkaitan dengan  evaluasi terhadap keyakinan atau pengetahuan utama. Dari berbagai pengatahuan yang ada, maka diadakan evaluasi. 

 

Kedua aspek diataslah yang nantinya akan membentuk sikap. Sikap positif muncul karena pengetahuan dan evaluasi dari pengatahuan tersebut positif. Begitu pula dengan pilihan rasional, sikap rasional dalam memilih calon Kepala Daerah muncul jika pengetahuan dan evaluasi terhadap asumsi pilihan rasional banyak dan tinggi. Ketiga, normative belief atau signifikan other, aspek ini berkaitan dengan pandangan orang-orang terdekat yang mempengaruhi perilaku. Orang terdekat yang biasa memberikan pandangan adalah ayah, ibu, mertua, guru, kepala desa, alim ulama, dan siapa saja yang perpengaruh terhadap individu.

 

Keempat, motivation to comply, aspek ini berkaitan dengan motivasi untuk patuh terhadap pendapat dan pandangan orang berpengaruh. Dalam asumsi pilihan rasional calon Kepala Daerah. Artinya, pilihan yang ditujukan kepada calon Kepala Daerah tertentu bukan karena patuh pada orang-orang yang berpengaruh. Dari berbagai pengertian diatas ada beberapa catatan yang dapat diambil, rasionalitastas berkaitan dengan proses kognitif atau aktivitas intelektual, di mana dalam aktivitas atau proses tersebut terdapat pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan, dan bukan berdasarkan karena kecocokan dengan adat atau lingkungan.

 

Sumber daya yang dapat dikalkulsi dalam lingkup politik sebahagian diantaranya adalah imbal akses sosial-politik, ekonomi dan jabatan. Social identity theory memandang keputusan memilih adalah hasil dari proses identifikasi individu dengan satu kelompok. Identifikasi ini dapat terjadi jika individu menentukan dan mengidentifikasikan kesamaan dirinya dengan calon kepala daerah pada beberapa dimensi diantaranya berdasarkan kesamaan norma, ideologi, kepentingan, kesamaan etnis, atau suku bangsa. Perilaku memilih dalam Pilkada sebagai satu proses psikologi sosial yang merupakan proses persepsi pemilih pada  Perilaku Pemilih Teori dan Praktek  calon pemimpin yang dianggap paling sesuai menjadi kepala daerah.[5] Persepsi pemilih dalam hal ini adalah persepsi tentang layak tidaknya calon kepala daerah menjadi seorang pemimpin yang pantas untuk dipilih. 

 

Hal yang sama terjadi pada konsep identitas sosial untuk menggambarkan bagaimana individu merumuskan dirinya dalam kontek hubungan dalam satu kelompok [intergroup], yaitu bagaimana satu sistem kategorisasi sosial menciptakan dan mendefenisikan kedudukan individu dalam masyarakat. Individu dalam teori identitas sosial digambarkan menyesuaikan sikap, kecenderungan, perasaan, dan tingkahlakunya dengan sikap, kecenderungan, perasaan, dan tingkah laku yang hidup dalam kelompok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun