Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tak Cukup Satu Helm

28 Oktober 2022   08:22 Diperbarui: 28 Oktober 2022   08:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Rasanya kurang lengkap jika makan soto tanpa kerupuk. Apalagi jika kerupuk ikan. Pasti makin joss. Keluarga kami memang keluarga penyuka kriuk-kriuk. Makan harus selalu berpelengkap kerupuk.

Siang itu menjelang makan siang, kucari kerupuk paling enak menurut lidah kami. Kerupuk ikan yang dijual di toko kue sekitar perempatan Jalan Kapten Naseh selalu disuka pembeli. Sayangnya, di tempat itu kurang nyaman tempat parkirnya. Syukurlah, saat itu tidak banyak motor terparkir sehingga aku bisa leluasa memarkir motor di tempat nyaman yang kupilih.

Setelah tuntas membayar barang belanjaan, kuhampiri motor yang terparkir. Kucantolkan dulu kerupuk pada gantungan motor. Kududuki motor sebelum kunci kupasang. Lebih baik kupakai dulu helm biar tertib lantas, pikirku.

Helm yang bertengger pada kaca spion itu langsung kupasang di kepala. Tetiba, "duk!" suara helm yang tengah kuarahkan ke arah kepala beradu dengan helm yang sudah menutupi kepala. Kupandangi gambar diri di kaca spion. Ternyata kepalaku sudah berhelm. Lupa, kalau aku tidak melepas helm saat berbelanja di toko itu. Aku terkaget-kaget memandangi kepalaku yang terbungkus helm, sementara tanganku memegang helm lain yang hendak kukenakan.

"Tak cukup satu helm, Bu?"

Suara tawa tertahan sepasang suami istri membuatku terjaga. Kusimpan helm yang kupegang pada tempat asalnya. Ternyata aku tengah duduk dan hendak mengendarai motor milik orang lain. Kucari dengan pandang bingung, motorku terparkir di sebelahnya.

Dengan muka tomat matang, aku beringsut dari motor dan meminta maaf. Tanpa menunggu lama, kukendarai motorku setelah berkali-kali meminta maaf.

Tawa anak-anakku pecah saat kuceritakan kisahku. Karena sudah lapar, kami langsung menyantap nasi soto.

"Kerupuknya mana, Bu?"

Adduh! Kutepuk jidat. Pasti masih dalam gantungan motor tadi.

Ya sudah. Kami makan tanpa kriuk-kriuk karena kerupuk tak berhasil kubawa pulang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun